Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Mahalnya Harga Sebuah Prestise

28 Februari 2012   06:48 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:48 386 0



Di depan sorot genit kamera, seorang selebritis ibu kota secara terang2an menunjukan handphone yang baru dibelinya. Sebuah handphone keluaran terbaru berlogo buah apel; tercanggih dan termahal di klsnya. Dia bilang, "Harganya cuma tujuh juta setengah aja kok."

Si seleb merupakan salah satu manusia yg diberi rezeki lebih oleh Tuhan sehingga ia dpt menikmati kemehawan teknologi. Dia patut bersyukur akan hal itu.

Salahkah menjadi kaya dan hidup mewah? Tentu tidak. Maka wajar jika dengan sangat sumringah pula si seleb mempertontonkannya. Itu hak dia. Lagi pula uang 7,5 juta zaman sekarang tidak terlalu muluk utk membeli teknologi tercanggih. Itu angka yang biasa2 aja, bukan?

Sewaktu reporter infotainment bertanya, apa saja kecanggihan handphone keluaran terbaru itu, dengan polos seleb td menjawb, "Sy blm tau. Yang terpenting adalah sy bs telphone, sms dan berselancar di dunia maya. Selebihnya sy blm tau."

Menurut seorang tmn yang pernah selama belasan thn menggeluti dunia periklanan, ada produk yang memang dibuat dengan harga sangat mahal, dan sebaliknya ada juga yang dibuat sngt murah. Tampilan dan kualitasnya tentu akan sngt berbeda. Dan ini uniknya: barang2 yg mahal itu dibuat krn memang ada konsumennya.

Ada arloji yang harganya mencapai 100 juta rupiah; uniknya, ada saja pembelinya. Kita juga sering dengar mobil2 built-up buatan asing laku keras di Indonesia walau harganya selangit tembus dikit.

Menurut teman saya tadi, atas nama pembentukan jati diri -dan juga tentunya karena ego- orang rela membelanjakan uangnya secara tak terbatas.

Orang bisa berbelanja dengan mengeluarkan uang yg begitu banyak bukan sekedar utk membeli produk, tapi jg membeli prestise dan citra diri. Bukankah orang akan lbh bangga jika menggunakan Rolex, Ferrari, atau Christian Dior? Seorang pria mapan akan lbh merasa berharga jika mengeluarkan beberapa juta rupiah demi selembar dasi, asal bermerk Armani.

"Rumus linearnya..." Menurut tmn sy itu, "Semakin barang mahal dibeli, semakin kecil kemungkinannya utk disamai oleh orang lain." Maka atas nama pembentukan jati diri -dan ego- orang2 yng membeli barang2 sngt mahal umumnya dalam rangka agar dipandang sbg pemilik "kasta atas" yang berbeda dng kebanyak orang.

Tidak ada salahnya menggunakan kemewahan. Namun tak kalah menariknya adalah jika ada seseorang yg mampu menggunakan kemewahan tp dia lbh memilih kesederhanaan.

Ada seorang pejabat Kecamatan yg sy kenal menggunakan handphone sngt jadul, warna casingnya pun sudah pudar dan terkelupas. Boro2 ada merk buah apel di handphone itu, buah jambu saja tdk ada. Saat sy tny bgmn kecanggihan handphone itu, si pejabat jwb, "Sy bs telephone dan sms dng baik dan lancar." Saya kejar lg, apa bisa surfing internet? Dia jwb, "Loh setiap saat kita ngobrol melalui FB dan Twitter ya dr sini." Ternyata sama saja dng handphone si seleb tadi fungsinya. Sy tny soal harga, dia jwb, "Lupa. Sdh terlalu lama. Tp yg jelas ga lbh dr sejuta."

Sy percaya betul pak pejabat itu, walo cm pejabat Kecamatan, mampu membeli handphone termahal. Lebih2 dia merupakan seorang pribumi yang mempunyai beberapa bisnis yang lumayan bagus di daerahnya. Tp entah knp dia tak melakukannya. Mungkin dia ga terlalu ngeh dng pembentukan citra diri, mgkn jg dia merasa sudah cukup dng handphone yg ada; toh fungsinya sama aja. Dia melihat fungsi, bukan gengsi. Sah2 saja juga kan?

Eh teman...namun jngn salah loh. Terkadang benak kita sbg masyarakat umum jg suka aneh. Kalo liat pejabat atau seleb yang tampil sederhana, kita seringkali justru mencemooh mereka, "Seleb gembel," "pejabat susah," "Ga banget tuh politikus, dandanannya mirip bungkus nasi warteg!"  Well, jangan2, selain krn prestise, kemewahan yg ditunjukan para public figure di dunia nyata jg krn tuntutan atau permintaan masyarakat. Benar?

Maka dalam dunia yang semakin konsumeristik dan materialistik skrng ini sngt ga populer kalo masih bilang "salah" pada orang yang menggunakan kemewahan. Itu krn sikap hidup "bermewah2" merupakan kebutuhan, citra dan permintaan. Jangan melawan arus deh, walau arus itu bnyk kotoran manusianya. Oh my!

Dan di dunia yg demikian msh ada orang seperti pak pejabat tadi; anggap saja dia sebuah anomali, anggap saja dia sebuah keanehan! Jumlah orang2 aneh seperti itu (dan sejenisnya) ga akan banyak; setiap kurun zaman selalu begitu. Mereka adalah orang2 yg terasing yg selalu memberi makan "kualitas" atau "substansi" dlm diri dan kehidupannya. Krn itu sebetulnya mrk jg punya prestise sbg buah dr tindakan dan sikap yg aneh itu. Prestise yg diperoleh dng harga tdk mahal.

Bahan Bacaan:

Joko Santoso, Jalan Tikus Menuju Kekuasaan, Gramedia: 2006.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun