Lagi-lagi buku ‘Resimen Kampus’ menjadi jalan pembuka pertemanan saya, kali ini dengan sosok yang lumayan fenomenal jelang ajang Silaturahmi Nasional (Silatnas) Menwa Indonesia yang digelar di Bandung pada awal Nopember lalu. Bayangkan saja, dia mengayuh sepeda dari Samarinda ke Balikpapan yang berjarak 120 km sebelum akhirnya terbang ke Jakarta dan dari sana, acara gowes disambung kembali menuju Bandung dengan titik finish markas Skomen Mahawarman di jl Surapati 29 Bandung. Total jarak yang dia tempuh adalah sekitar 290 km. Cukup fantastis, bukan?
Namanya Suharyadi, SSos; alumnus Universitas Mulawarman yang sekaligus juga anggota senior Menwa Resimen Mulawarman/Yon I Universitas Mulawarman Kalimantan Timur (Kaltim). Kekagumannya pada performa para anggota TNI yang gagah-disiplin dan antusiasmenya menghadapi tantangan menjadi pendorong utama bagi Suharyadi untuk mengikuti diklatsar kemiliteran Menwa di kampusnya pada tahun 1990. Pengalaman paling berkesan saat diklatsar adalah saat ‘pendadakan’ alias diserang mendadak oleh tim pelatih ketika para siswa sedang tidur pulas plus bertemu hantu bohongan saat jurit malam.
Orangtua yang berprofesi sebagai pedagang juga sangat mendukung keaktifannya di institusi berbasis nasionalisme itu. Maka Suharyadi pun tidak setengah-setengah dalam berkiprah, selanjutnya dia mengikuti Kursus Kader Pelaksana (Suskalak) pada tahun yang sama dan Kursus Kader Pimpinan (Suskapin/1991). Diklatsarmil yang diikutinya 23 tahun silam diikuti oleh sekitar 150 siswa yang berasal dari seluruh perguruan tinggi di Kaltim dan itu bertolak belakang dengan kondisi Menwa saat ini yang vakum cukup lama, sebagaimana kondisi umum Menwa di seluruh Tanah Air, setelah terimbas kebijakan era reformasi yang salah satu agendanya adalah penghapusan Dwi Fungsi ABRI pada tahun 2000 yang berdampak pula pada penyederhanaan institusi Menwa sebagai unit kegiatan mahasiswa (UKM). Penurunan minat mahasiswa menjadi anggota Menwa berawal dari sana.
Namun tekad yang kuat untuk menjaga kesinambungan rasa cinta Tanah Air pada generasi selanjutnya membuat mayoritas senior Menwa di seluruh Indonesia, termasuk Suharyadi dan saudara-saudara se-Korpsnya, tidak sudi duduk berpangku tangan saja membiarkan institusi Menwa surut tergerus perjalanan waktu maupun hal-hal lain yang berpotensi memadamkan nasionalisme di kalangan generasi muda. Dua tahun lalu (2011), Staf Komando Resimen (Skomen) Mulawarman dibentuk untuk menaungi dan menghidupkan kembali lima batalyon yang tengah mati suri. Adapun kelima batalyon itu terdiri atas Yon I/Universitas Mulawarman, Yon II/Poltek Negeri Samarinda, Yon III/Untag, Yon IV/Gabungan Perti Samarinda (IAIN, Univ Widyagama, ASMI, STIEM, IKIP PGRI, dll), dan Yon V/Gabungan Universitas di Balikpapan.
Filosofi Logo Men Mulawarman
Logo Menwa Mulawarman sebagaimana terlihat dalam foto di atas memiliki nilai filosofis yang terkandung dalam setiap unsurnya. Perisai, warna dasar hijau melambangkan ilmu pengetahuan. Bintang bersudut lima, lambang Ketuhanan Yang Maha Esa dan Pancasila sebagai Falsafah dari Pandangan Hidup Bangsa. Telabang/Perisai, terbuat dari kayu yg merupakan senjata tradisional Kaltim digunakan sebagai alat pengaman, penangkis serangan anak panah, tombak atau senjata lain dari musuh dalam peperangan dijaman dahulu kala.
Mandau, alat/senjata dalam kehidupan sehari-hari yang telah digunakan sejak jaman prasejarah (Nusantara) di Kalimantan, yang terbuat dari besi. Gagang terdiri dari mantera, dilengkapi dengan jumbai dari rambut, sebelah atas 17 ikat dan bawah 8 ikat, yang mengingatkan semangat juang proklamasi 17 Agustus 1945.
Sumpit/Tombak, terbuat dari kayu ulin (kayu besi) pada ujungnya diberi pisau sangkur sehingga sumpit disebut tombak. Di dalam telabang ada perahu yang berwarna hitam putih, melingkari sisi-sisi lingkaran yang membawa guci berwarna putih-cokelat melambangkan kewajiban Menwa sebagai mahasiswa untuk mengembangkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan. Guci itu sendiri, khususnya di pedalaman Kalimantan Timur, adalah tempat menyimpan barang-barang keramat atau untuk menyimpan tulang-belulang nenek moyang.
Guci melambangkan wadah untuk menyimpan ilmu pengetahuan yang harus dikembangkan dan disampaikan kepada putra-putri Indonesia. Perahu tadi berlayar pada tiga garis putih berombak di bawah perahu, karena seperti diketahui, Kalimantan Timur tempat Menwa Mulawarman berdiri, di kelilingi sungai Mahakam. Roda gigi berwarna kuning yang melingkari perahu menunjukkan zaman berada dalam taraf kemajuan teknik yang luar biasa, namun tetap berkepribadian.
Sebuah filosofi yang sarat dengan kearifan lokal namun memiliki nilai-nilai luhur yang bersifat universal. Semoga dapat lestari sebagai fondasi pembentukan karakter bagi para calon pemimpin Kaltim di masa depan khususnya dan menjadi inspirasi bagi kaderisasi pemimpin di seluruh Nusantara. Widya Castrena Dharma Siddha, Maju Terus Menwa Indonesia !