Dalam Pasal 28H Konstitusi Indonesia tahun 1945, disebutkan bahwa "Setiap individu berhak untuk menikmati kehidupan yang sejahtera secara fisik dan mental di tempat tinggalnya, dan berhak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta memiliki hak untuk menerima pelayanan kesehatan." Meski demikian, kesehatan dianggap sebagai hak setiap warga negara Indonesia, dengan negara memiliki tanggung jawab untuk mewujudkannya, sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 34 ayat 3 UUD 1945 yang menyatakan bahwa "negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak." Meski begitu, beberapa kendala masih menjadi hambatan dalam mencapai hak tersebut.
Pertama, isu utama terkait pelayanan kesehatan di masyarakat adalah akses terhadap layanan kesehatan primer yang masih menjadi permasalahan, mempengaruhi usaha pencegahan dan penanganan dini penyakit. Kendala serius juga muncul dalam kapasitas pelayanan rujukan rumah sakit yang terbatas, menghambat kemudahan akses terhadap perawatan tingkat lanjut. Selain itu, kelemahan dalam ketahanan kesehatan Indonesia menciptakan kerentanan terhadap wabah penyakit dan krisis kesehatan. Masalah lainnya terkait dengan pembiayaan kesehatan yang belum efektif, menyebabkan ketidakmerataan dalam akses dan kualitas layanan. Sementara itu, kekurangan dan distribusi yang tidak merata dari sumber daya manusia (SDM) kesehatan menyebabkan kekurangan tenaga profesional di beberapa wilayah.
Ketidakcukupan integrasi teknologi kesehatan dan ketiadaan regulasi yang mendukung inovasi bioteknologi menandakan perlunya modernisasi dan peningkatan regulasi guna mengantisipasi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan.
Dari persoalan-persoalan tersebut dilihat mana saja cara yang dapat memperbaiki satu per satu masalah kesehatan di Indonesia. Maka dari itu, kementerian kesehatan bekerja sama dengan bidang lain nya seperti kementrian budaya, kementerian pendidikan, kementerian kehutanan, dll nya bersama dukungan publik untuk menerapkan sistem transformasi kesehatan. Tujuan nya tak lain adalah untuk mengoptimalkan sistem kesehatan di Indonesia seperti menciptakan layanan kesehatan yang berfokus pada upaya untuk mencegah orang sehat menjadi sakit, mempermudah masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas, meningkatkan efisiensi pembayaran kesehatan, meningkatkan produksi tenaga medis, dan tenaga kesehatan yang berkualitas dan mewujudkan digitalisasi sistem kesehatan dan inovasi teknologi kesehatan.
Meskipun demikian, perubahan menuju transformasi kesehatan tidak berjalan sebaik yang diharapkan. Transformasi ini mengalami hambatan, terutama terkait dengan ketidakselarasan kedudukan hukum kesehatan dengan tujuan yang diinginkan. Adanya ketidakselarasan ini membuat transformasi sistem kesehatan memerlukan regulasi hukum yang kuat dan berkelanjutan. Sebagai respons terhadap permasalahan ini, di kenalkanlah Undang-Undang No. 17 tahun 2023 yang terdiri dari 20 bab dengan total 458 pasal. Harapannya, dengan pembentukan undang-undang terbaru ini, perbedaan jangka waktu penulisan yang sebelumnya menyebabkan ketidak kekoherensian antara hukum kesehatan dapat diatasi, dan undang-undang tersebut dapat menjadi satu kesatuan yang saling menguatkan, khususnya di sektor kesehatan. Dari latar belakang tersebut, kita dapat merumuskan masalah utama. Yaitu, bagaimana pengaruh Undang-Undang No. 17 tahun 2023 tentang kesehatan terhadap layanan dan fasilitas di rumah sakit, puskesmas, dan posyandu, serta strategi implementasi yang dapat diambil untuk menghadapi dampak tersebut?.
Maka untuk mengurai masalah di atas, penulis memulai kajian dan analisis melalui pendekatan yuridis normatif dengan fokus pada pemahaman hukum dari sumber-sumber sekunder. Pendekatan ini dipilih untuk menyelidiki bagaimana Undang-Undang No. 17 tahun 2023 tentang kesehatan mempengaruhi pelayanan di rumah sakit, puskesmas, dan posyandu.