Sejak dulu , natal selalu identik dengan pohon terang, sinterklas, kado dan lain sebagainya. Tentu saja, hal ini membuat natal seolah menjadi hari raya yang mahal. Anak-anak kecil tentu sangat mengidolakan sosok sinterklas setiap tanggal 25 Desember, yang merupakan sosok baik hati yang selalu membagi-bagi hadiah. Hal ini membuat kedudukan Yesus yang lahir saat itu bisa dibilang tergeser oleh kehadirannya. Seluruh anak-anak justru (mungkin) lebih mengingat sinterklas dari pada Yesus sendiri yang sedang merayakan "ulang tahunnya".
Selain sinterklas, kado juga menjadi sesuatu yang akrab dengan perayaan natal. Suatu waktu teman saya pernah berkata, "Lo nanti natal dapet hadiah apa?", saya pun menjawab enteng, "ngga dapet apa-apa" namun dia mengeluarkan ekspresi sedikit kebingungan. Ia berkata bukankah biasanya kalau natal itu mendapatkan hadiah. Hal ini membuat saya berpikir bahwa stereotip yang berkembang mengenai natal salah satunya adalah adanya hadiah.Tanpa adanya hadiah, natal terkesan kurang lengkap. Maka muncul pertanyaan dalam pikiran saya, apakah natal selalu terkesan kurang lengkap untuk mereka yang berkekurangan?
Pertanyaan itu terjawab saat saya menghadiri misa malam natal kemarin sekaligus menjadi bahan permenungan untuk diri saya. Dalam misa natal itu disinggung mengenai tempat kelahiran Yesus, apakah di Goa atau di Kandang? Dalam injil Matius disebutkan bahwa, Yesus lahir di dalam kandang bukan dalam Goa. Hal ini mau mengisyaratkan bahwa Yesus lahir di tengah kesederhanaan tanpa kado , tanpa gemerlap lampu dan tanpa sebuah perayaan khusus yang meriah.
Seorang yang tak punya apa-apa pun bisa merayakan natal dengan penuh sukacita. Mungkin Tuhan justru akan memberikan sukacita lebih kepada mereka. Bahkan mungkin akan lebih indah, pada hari natal, kado yang kita terima, kita berikan kepada mereka yang jauh lebih membutuhkan. Dengan begitu natalpun akan lebih bermakna.
Dari situ kemudian saya berpikir bahwa tidak penting pohon natal ada atau tidak, tidak penting ada kado atau tidak , tapi yang terpenting adalah bagaimana kita siap menerima Sang Juruselamat yang pada masa kini lahir kembali. Bukan dalam kandang, bukan pula dalam goa, melainkan dalam hati kita masing-masing.
- Selamat Natal-