Sunatullah bahwa setiap manusia akan menua dan mati sehingga yang tertinggal hanya amalnya. Lalu apakah seseorang akan mudah masuk surga dengan amalnya? Ternyata tidak. Bahwa surga tidak semurah apa yang kita lakukan dalam beribadah. Bahkan bekal kita belum compatible/belum setara dengan surga Allah. Oleh karena itu, kita harus punya amal jariyah yang akan memberikan deviden, yang akan melipatgandakan amal kita.
Rasulullah Muhammada SAW memiliki tugas kenabian juga seorang spesialis diluar itu. Di sisi lain, para sahabat melanjutkan tugas kenabian namun juga tetap memiliki spesialisasi dalam hidupnya. Bahwa mereka adalah pedagang, petani, peternak, pengrajin, ilmuwan, penyair, dan lain-lain yang dalam konteks pengabdiannya kepada Allah kita sebut sebagai khalifatullah fil ard. Selanjutnya, mereka mengoptimalkan potensinya tersebut sepenuhnya untuk kejayaan Islam. Pada masanya, sekali panggilan Islam diserukan kepada para Sahabat, dengan segera akan mereka kerjakan.
Adalah Abu Bakar yang menginfaqkan seluruh hartanya untuk Islam dan tidak menyisakan sedikitpun untuk keluarganya. Dialah Abu Thalhah yang menyedekahkan seluruh kebun yang dia cintai. Dialah Usman yang membeli sumur-sumur Yahudi yang sampai sekarang masih bisa dimanfaatkan. Mus'ab bin Umair yang meng-Islamkan hampir seluruh Madinah. Dialah Hassan bin Tsabit 'Penyair Rasulullah' yang menggunakan syair-syairnya untuk melumpuhkan propaganda hitam yang dibuat oleh musuh Islam. Konsern nabi adalah meringankan beban duniawi dengan sistematika berpikir berbasis aqidah. Sehingga kita akan selalu menemukan hidup para sahabat (sebagai apapun) adalah untuk dakwah dan tegaknya Islam.
Dalam hidup kita dituntut untuk memiliki spesialisasi yang seringkali membuat bingung apa sejatinya keahlian kita. Jika menilik pada penciptaan, kita memiliki spesifikasi yang berbeda dari orang lain yang itu adalah default, given tanpa kita minta. Bahwa kita sudah spesifik dan spesial baik minat, bakat/sifat, kecenderungan, fisik, dan lain-lain, tidak ada duanya. Mengapa demikian? Untuk apa semua itu? Apa fungsinya jika bukan untuk mendukung tugas hidup kita di dunia ini?
Seluruh diri kita adalah potensi untuk menjalankan tugas yang diamanahkan Allah pada kita sebagai khalifah. Kita dihidupkan Alllah bukan tanpa makna, bukan tanpa maksud. Ada tugas hidup sebagai khalifah yang akan ditanyakan kelak ketika kita kembali. Lantas apa tugas hidup masing-masing kita? Bagaimana menemukannya? Jika kita menemukannya bagaimana mengkolaborasikannya dengan tugas kenabian?