Wajah cantik itu masih membayang dipelupuk mataku, rona ketaqwaannya terpancar jelas dalam balutan jilbab yang membungkus wajahnya, wajah itu terang bak sinar purnama di siang dan malam, aku masih tidak percaya jika aku bertemu dia dalam alam nyata benar-benar seperti mimpi, Maha Besar Allah yang telah menciptakan dia sesempurna ini. "Kak, temenin Rafa ke Gramedia ya?" pinta adikku yang tiba-tiba sudah ada di sampingku, sontak aku tersentak kaget karena baru saja aku membayangkan gadis cantik itu sambil memainkan pena di sela-sela jemariku. "Ihhh... Kak Dafa melamun yaaa?" protes Rafa. "A... Anu i.. iya kakak temenin!" jawabku gugup, sambil membuang muka agar tidak ketahuan Rafa jika aku sedang melamunkan seorang gadis. Rafa berlari ke kamarnya, mungkin dia sedang mengganti baju, aku segera bersiap-siap untuk mengantar adik kembaranku itu. Kami memang terlahir kembar kata ibu aku yang terlahir duluan dan baru 5 menit kemudian adikku perempuan yang diberi nama Rafanda Dyah Azahra itu terlahir. Benar saja Rafa sudah siap dia menghampiriku di garasi rumah, aku menyalakan motor kesayanganku dan kami berdua meluncur menuju toko buku Gramedia yang ada di kotaku, hanya seperempat jam kami menempuh perjalanan dari rumah ke toko buku Gramedia, aku melihat-lihat buku novel yang ada di toko itu, sementara adikku dia sedang memilih buku untuk tugas mata kuliahnya. Saat aku melirik Rafa tepat di sebelahnya aku melihat gadis yang kemarin aku temui di rumah teman kuliahku yang bernama Randi, waktu itu aku mengembalikan buku catatan tugas yang ku pinjam, aku terus memandangi gadis itu yang pasti dia tidak tahu jika aku perhatikan, yang jadi pertanyaan sebenarnya siapa dia kenapa ada di rumah Randi? aku belum mendapatkan jawabannya, mungkin besuk akan aku tanyakan pada Randi. "Kak udah, ke kasir yuukkk...?" ajak adikku. Kami berjalan ke kasir, sementara itu aku terus saja memandangi gadis itu hingga rak-rak buku yang tersusun rapi di toko tersebut menghalangi pandanganku dari gadis itu, Rafa segera membayar buku yang dibelinya, dia tampak heran melihat tingkahku dan tiba-tiba Rafa mencubit lenganku sampai-sampai aku berteriak kesakitan. "Apa-apan sih maen cubit aja?" protesku. "Kakak sih aneh, dari tadi aku perhatikan lagi ngeliatin sesuatu, apa gadis yang di sampingku tadi?" "Emang kamu kenal?" tanyaku penasaran. "Ya kenal dunki, malah akrab buangeettt...!" "Siapa namanya?" tanyaku lagi. "Rahasia, weeekkkzzz!!" Kalau sudah begitu aku harus mengeluarkan jurus untuk merayunya agar mau memenuhi permintaanku, tapi jurus itu masih belum terpikirkan, nanti saja menurutku aku harus sabar dan tidak terlihat keburu nafsu agar si gadis yang aku kagumi itu bisa aku kenal, lagipun aku masih punya Randi yang mungkin lebih tau siapa gadis itu. Aku berangkat kuliah degan adikku, Rafa mengambil jurusan tehnik sedangkan aku di sastra, kampus kami sama, utungnya dari SD hingga kuliah aku tidak pernah berpisah degan adikku, hanya beda kelas saja tapi tetap satu sekolah. Aku segera menemui Randi yang sedang berada di perpustakaan, anak ini memang kutu buku aku sangat nyaman berteman dengannya, dia sangat lihai dalam membuat karya sastra berupa puisi, cerpen, novel, bahkan biografi seseorang. aku tahu dia sangat pintar tetapi sifat tidak percaya dirinya itu yang membuat aku sebal, aku sering menyarankan agar karyanya dipublikasikan ke penerbit, tetapi dia selalu merasa karyanya tidak menarik. Mungkin belum dibukakan jalannya untuk menjadi penulis terkenal, padahal menurut dosen pembimbing kami karya Randi patut diacungi jempol, biarlah waktu yang menyadarkan Randi jika karya-karyanya itu termasuk karya yang paling bagus. Aku segera membrondongi Randi dengan berbagai pertanyaan soal gadis tersebut, sayangnya Randi tidak memberikan jawaban yang memuaskan, bahkan kesannya aku disuruh mencari tahu sendiri, mau bagaimana lagi aku akan berusaha mengenal gadis itu dengan caraku sendiri. Bersambung...
KEMBALI KE ARTIKEL