Saat aku menjadi mahasiswa, kehidupanku jadi mandeg di tengah pusaran dosa iri hati dan keyakinan yang terus membelengguku sampai aku tidak bisa bernapas, makan-minum, dan tidur. Aku tidak berdaya melakukan semua hal itu, karena tidak ada harapan terwujudnya keinginanku. Aku menikmati kepuasan keinginanku yang tak akan terwujud ( bagiku itu sudah cukup ). Dan aku menyadari kalau itu hanya delusi bagi hati dan pikiranku yang tidak waras karena dosa iri hati. Dan yang bisa aku lakukan saat ini hanya menunggu kehancuran dari kebenaran hidup yang tidak berarti ( dan terus menghindari semua ketidakinginan yang justru akan menimpaku yakni penderitaan dan kematian yang nyata ) sampai akhirnya aku benar-benar menjadi mandeg oleh kehidupan yang hampa ini.