Lagu berbahasa Inggris ini dinyanyikan oleh Denok dengan pronunciation-nya yang pas. (Wah, pasti kamu dapat nilai A terus nih, pada mata kuliah Bahasa Inggris di kampus. Hehe2..) Memang betul! Kalau mau go internasional, sekalian saja buat lagu-lagu berlirik bahasa Inggris seperti ini. Siapa tahu kelak diundang ke Singapore yang jaraknya cuma 30 menit dari tempat kalian itu, sudah siap, bukan? Lagu ini kayaknya sesuai dengan karakter suara sendu-berat Denok. Denok dalam banyak hal tampaknya berhasil mengeksplorasi nada-nadanya hingga masuk ke area ekspresi yang lebih luas. Memasukkan unsur Blues tampaknya cocok juga dengan karakter warna suara Denok.
Oh ya, kenapa tidak dipertimbangkan buat album berikutnya memasukan unsur musik Country? Suara Denok yang sendu tampaknya cocok juga masuk ke area genre musik ini. Meskipun aliran musik kalian adalah SKA, kenapa tidak dicoba mengkombinasikan juga pada lagu tertentu, musik SKA dan Country. Mungkin akan terdengar unik dan menjadi terasa baru. Bukankah kreatif itu juga artinya: mengkombinasikan sesuatu yang sudah ada menjadi sesuatu yang baru (asosiasi)? Sebagaimana Taylor Swift, yang berhasil memadukan Pop Rock ke dalam genre musik Country kesukaannya. Prinsipnya sederhana: Bukankah warna itu menjadi indah dan terlihat “baru”, karena dikombinasikan? Tentu saja, kalian harus terus berlatih keras, agar teknis bermain musik semakin lebih profesional lagi, agar dapat menjangkau eksplorasi musik yang lebih luas dan bervariasi untuk dikombinasikan agar harmonis dan enak didengar.
Lagu “Moonlight” tampaknya bisa menjadi lagu hit.
Warna SKA-nya terdengar kental. Iringan koor trumpet juga memperkuat warna genre musik SKA ini. Dan kalau suara Denok diiringi oleh dua orang “female backing vocal”, mungkin akan terasa lebih terdengar powerful. Bukankah pada dasarnya musik SKA itu musik orang-orang yang sedang ceria, jadi harus sering terlihat dinamis dan dinyanyikan untuk bergoyang. Lagu “Selfish” nampaknya menjadi unggulan album kalian. Karena sudah masuk kategori SKA murni. Beat-nya membuat pendengarnya pasti tak tahan lagi untuk bergoyang sepanjang lagu tersebut. Pemain drum “Batam Orcheska” ini boleh juga berimprovisasi untuk lagu-lagu tertentu: misalnya ketukannya dipercepat dua kali dengan menggunakan teknik permainan cepat, sebagaimana drummer “Superman Is Dead” (SID). Agar lagu ini terdengar lebih kuat menggoyang emosi penonton... Tentu saja, suara Denok yang lembut, khas dan terdengar manja itu, tetap menjadi penyeimbang agar musik ini tidak jatuh ke wilayah genre metal yang terlalu keras.
***
Akhirnya, memang begitulah seharusnya kalau mau tetap eksis di masyarakat. Dari sisi strategi marketing, dalam satu album musik itu harus diisi berbagai lagu dengan berbagai aliran yang berbeda agar menjangkau minat konsumen penikmat musik Indonesia yang bermacam-macam juga seleranya. Penggemar musik Indonesia umumnya tidak fanatik dengan satu aliran musik saja (tidak sebagaimana di negara Barat). Karena bagaimana pun selera pasar perlu menjadi acuan dalam berkesenian. Meskipun dalam batas-batas tertentu idealisme dan identitas bermusik itu tetap menjadi penting juga. Jargon “Seni Hanya Untuk Seni” tampaknya sudah banyak ditinggalkan oleh para seniman di era modern sekarang ini. Bukankah profesionalitas dalam bermusik itu, artinya musisi dan penyanyinya harus bisa hidup layak juga dari bermusik. Jadi aspek marketing dari suatu karya itu harus tetap dipertimbangkan! Meskipun kiat tidak boleh pula didikte oleh pasar...
Namun tentu saja, semua aliran musik yang digunakan dalam setiap lagu album kalian harus ada benang merahnya dengan identitas musik kalian, yaitu harus berkaitan atau dikombinasikan dengan genre musik SKA. Perlu juga dipikirkan buat album selanjutnya nanti, mengkombinasikan musik POP SKA dengan Jazz. Atau memperbanyak lagu-lagu slow seperti lagu “Moonlight” itu, agar kalian bisa menangkap potensi pasar di Batam saat ini buat kalangan yang lebih tua, yaitu karena membanjirnya turis-turis kelas menengah dan bawah dari Singapore dan Malaysia yang berbondong-bondong berlibur/bersantai di Batam pada setiap akhir pekan. Kenapa tidak dipikirkan menciptakan beberapa lagu, yang tetap genre khas kalian (POP SKA), akan tetapi dengan bahasa Mandarin? Asyik juga khan? Atau, jika interludenya masuk musik klasik Mandarin.. . Dijamin deh, kalian akan sering dipanggil oleh mereka untuk tampil di cafe-cafe dan restoran hotel berbintang di seputar Batam dan Pulau Bintan, yang saat ini telah menjadi tujuan wisata populer masyarakat Singapore dan Malaysia tersebut. Tapi, tentu saja, dengan penampilan di panggung yang lebih rapi ya.... (hehe2...)
***
Ok, saya salut dengan kreativitas kalian!
Meskipun dengan peralatan yang sederhana (Akustik?), dan lagu kalian pun direkam di studio yang juga tampaknya masih menggunakan track rekaman sederhana (Indie). Namun lagu-lagunya tetap enak didengar karena potensi bakat kalian yang sebenarnya cukup besar. Sebagai dosen Politeknik, saya bangga bahwa ada mahasiswa Politeknik Negeri, yang katanya super sibuk itu, masih bisa melakukan kegiatan seni kreatif di luar kuliah. Semoga artikel ini memberi motivasi buat kemajuan kalian, dan juga buat mahasiswa lain di seluruh Indonesia, khususnya mahasiswa Politeknik yang sering tampak seperti menjadi “buruh pabrik” di kampus, yang disebabkan padatnya jadwal perkuliahan, yang akhirnya sering “memiskinkan” kreatifitas dalam berkesenian.