***
Dalam perjalanan waktu yang panjang, banyak hal yang berubah, termasuk kota Bandung, yang menjadi kenangan banyak mahasiswa yang pernah berkuliah di kota ini. Dahulu kota pegunungan ini berhawa sejuk dan demikian asri, dengan berbagai tanaman bunganya yang indah. Sehingga sering dijuluki dengan Kota kembang.Namun kini, kota kembang itu telah berubah wajah: menjadi kota macet. Kota yang semakin hingar bingar oleh berbagai kegiatan bisnis pariwisata dan wisata kuliner, yang seakan tak ada habis-habisnya itu...
Namun nun di sana, sebuah rumah sederhana di salah satu pojok kota berpenduduk 4 juta jiwa ini, tetap berdiri tegak. Meskipun sudah terlihat agak reot. Rumah kost-kostan mahasiwa no 54/58, berlokasi di Gang S.Kandi II, Jalan Kebon Bibit (BONBIT) di kawasan Taman Sari itu: tidak banyak berubah. Rumah itu menyimpan kenangan dan cerita, khususnya bagi anak-anak mahasiswa dari ITB ini (yang kemudian beberapa mahasiswa dari kampus lain ikut bergabung menjadi komunitas kecil di sana).
Ketika saya mengunjungi rumah tua hari itu, seolah-olah menghentikan perputaran waktu sejenak. Hari SABTU tanggal 22 Desember 2012 itu, delapan orang mahasiswa yang pernah menjadi “anak kost” di rumah tersebut, mampir bersama keluarganya masing-masing melakukan napak tilas. Sebelum kemudian melanjutkan perjalanan yang cukup jauh: menembus jalur pantura untuk berkumpul bersama di Taman Wisata Air Panas di GUCI (di pinggir Kota Tegal), Jawa Tengah, dalam rangka acara reuni keluarga besar ini.
***
Ya, semua berawal dari rumah kost yang sederhana itu. Ketika tahun 1980 beberapa anak-anak yang masih berusia remaja akhir, diterima kuliah di ITB dari berbagai daerah dan tempat. Yang kemudian menyewa sebuah rumah milik almarhum mantan Mayor Kopassus Udjeh Jaelani yang ke-Bapak-an dan baik hati itu. Kemudian diikuti dengan masuknya satu persatu mahasiswa dari kampus-kampus lain, seperti Uninus dan Universitas Parahyangan (UNPAR). Jadilah kemudian rumah kost ini menjadi komunitas mini Indonesia yang bervariasi dan penuh warna dengan berbagai idealismenya sebagai mahasiswa serta romantisme masa muda... dengan suasana toleransi yang kuat...
"Saya dari Aceh, namun diterima dengan baik oleh komunitas ini..", kata Amirul Mukminin, salah seorang "anak kost" tersebut. Kemudian waktu terus berlanjut dari tahun ke tahun.. Sampai akhirnya rumah kost itu pun bubar dengan sendirinya. Ketika satu persatu dari para penghuninya lulus kuliah, lalu sibuk mencari dan mengukir dunianya masing-masing.
“Waktu demikian cepat berlalu ya, dan telah mengubah banyak hal...”, kata seorang penghuni kost yang juga mantan aktivitis mahasiswa ITB itu, dari dalam mobil yang dikendarainya. Dia kini terjebak macet total Bandung, saat hendak keluar dari kawasan Taman Sari menuju ke Guci di Tegal.
***
Kota Bandung memang telah banyak berubah sejak masa-masa menjadi "anak kost" tersebut. Ya, tiga puluh tahun membuat semua akan berubah... Anak-anak mahasiswa yang kost di Jalan Kebon Bibit inipun (yang dipanggil dengan nickname "BONBITTERS") itupun juga berubah. Menjadi lebih dewasa, lebih matang. Telah menjadi bapak/ayah dari anak-anaknya yang manis-manis, dalam suasana kehidupan yang lebih mapan. Mahasiswa yang dahulu ketika berusia remaja itu terlihat kusam, kurus, kucel namun polos dan suka bergaya dengan rambut gondrongnya, kini tampak semakin banyak beruban. Namun mereka tidak lagi berjalan kaki atau menunggang motor butut jika berpergian.
Kini di dalam mobil bagus masing-masing yang meluncur kencang ke arah pantura dengan supirnya tersebut, kedelapan mahasiswa tersebut tidak lagi sendiri. Mereka ditemani oleh isteri masing-masing yang cantik dan anak yang juga sudah mulai menjadi remaja (bahkan banyak yang sudah menjadi mahasiswa). Rombongan keluarga generasi baru ini juga menganut "life style" tersendiri, dimana berpergian (wisata) merupakan bagian dari aktivitas rutin mereka di kala waktu luang. Jalan-jalan ke luar negeri pun sering menjadi pilihan. Ke delapan mobil keluarga keluaran terbaru itu, kemudian satu persatu keluar dari Jalan Kebon Bibit ini, menembus hujan rintik-rintik kota Bandung di siang hari Sabtu itu, menuju ke kawasan Guci di Tegal.
Namun komunitas ini masih terlihat solid. Tampak dari dalam mobil masing-masing, mereka saling mengontak satu sama lain melalui HP keluaran terbaru. Sambil mengirim informasi posisi masing-masing di sepanjang perjalanan ke Jawa Tengah tersebut. Di antaranya bahkan menggunakan Teknologi GPS (Geo Positioning System) yang canggih, mencari arah rute perjalanan. Terkadang diselingi dengan canda dan saling meledek jika salah satu mobil terjebak macet di jalur padat pantura tersebut, karena menjelang libur panjang akhir tahun ini. Kebiasaan dulu semasa menjadi “anak kost” yang suka bercanda spontan apa adanya, rupanya masih belum hilang dan menjadi ciri khas mereka. Ya, mereka datang ke Guci kali ini demi memenuhi janji dan komitmen yang pernah dibuat 30 puluh tahun silam sewaktu kuliah dan tinggal di rumah kost sederhana itu. Berjanji jika kelak nanti ketika berpisah (apapun yang terjadi), akan selalu berkumpul dalam setiap acara penting keluarga, seperti Pernikahan anak, Kelahiran anak, saling menjenguk jika ada yang sedang sakit keras dan seterusnya.
Sungguh surprise, bahwa komitmen yang diikrarkan oleh mahasiswa itu dalam wujud simbolisasi pembuatan sebuah sebuah PLAKAT ini, bisa bertahan begitu lama.. Tidak terasa, sudah lebih dari 30 tahun .......Luar biasa!