Mohon tunggu...
KOMENTAR
Travel Story

Perjalanan dan Itinerary ke Yogya/Solo (Catatan Ber-Backpacking - Bag 1)

17 November 2012   00:57 Diperbarui: 4 April 2017   18:24 143 2

Perencanaan perjalanan (disebut dengan: Itinerary) sebenarnya perlu dibuat untuk perjalanan wisata yang panjang, agar kegiatan demi kegiatan tersebut terencana dengan baik, apalagi berkunjung ke tempat yang kita tidak begitu kenal (karena pasti banyak hal-hal tidak terduga dan perubahan yang akan terjadi). Dengan membuat Itinerary ini paling tidak, kita sudah mengumpulkan informasi awal terlebih dahulu tentang kota dan objek wisata yang akan didatangi (bagaimana mungkin membuat rencana perjalanan tanpa informasi pendahuluan, bukan?). Itinerary membuat waktu yang terbatas tersebut menjadi efisien dan efektif. Sumber data bisa berasal dari buku wisata, artikel di website dan informasi kunjungan terbaru yang dilakukan travller/backpacker lain. Tulisan dua bagian ini (bagian-1 dan bagian 2) diharapkan dapat menjadi semacam referensi tambahan bagi para backpackers yang berniat mengunjungi kota Yogya dan Solo, khususnya selama 5 hari sebagaimana yang dilakukan oleh penulis.

***

Kota Yogya dan Solo memang menarik. Bukan saja karena Jokowi (Gubernur baru DKI tersebut) berasal dari kota Solo, dan Sultan Hamengkubowono hingga saat  ini masih merupakan sosok kharismatik bersama Tahta Rakyatnya. Akan tetapi, karena begitu banyak tempat menarik untuk dikunjungi di kawasan ini yang bersifat kebudayaan, seni tradisional Jawa dan wisata kuliner tradisional yang khas.  Bahkan tiga dari tujuh lokasi The World Heritage yang terdapat di Indonesia berada di kedua wilayah ini.

Bagi para wisatawan asing, bahkan kota Yogya dan Solo telah menjadi tujuan wisata kedua di Indonesia setelah Pulau Bali. Kawasan ini merupakan pusat budaya Jawa yang sampai saat ini masih mampu mempertahankan pernik-pernik serta ikon/simbol budaya etnik terbesar bangsa Indonesia tersebut. Tentu saja, arus modernisasi juga ikut menggerus sisi-sisi sebuah kota sebagaimana lazimnya. Kota Yogya saat ini juga merupakan pusat berbagai kegiatan bisnis dengan segala hiruk-pikuk kesibukannya. Namun, justru perpaduan kultur masyarakat Jawa asli (tradisional) dan dinamika kehidupan masyarakat modern Indonesia inilah yang menyebabkan kota Yogya dan Solo menjadi unik sebagai tujuan wisata banyak orang. Tiga objek wisata kelas dunia (The World Heritages) yaitu Candi Borobudur, Candi Prambanan dan Museum Situs Manusia Purba Sangiran membuat wilayah ini menjadi lebih istimewa.

Demikian juga halnya saya, yang sudah cukup lama menyimpan keinginan untuk mengunjungi kedua kota tua ini “sebagai turis penuh” (yang tidak tergesa-gesa oleh keterbatasan waktu karena sambil melakukan pekerjaan lain sebagaimana biasanya jika berpergian ke daerah-daerah). Akhirnya baru bulan September 2012 ini niat tersebut kesampaian. Seperti biasa, sebelum berangkat saya selalu membuat perencanaan perjalanan secara mendetail (membuat itinerary). Memang, dalam kenyatannya tidak semua hal yang direncanakan tersebut bisa diikuti karena banyak hal yang kemudian terjadi diluar dugaan. Tapi paling tidak, dengan adanya itinerary ini perubahan tersebut tidak membuat kita melakukan aktivitas seenaknya sehingga buang-buang waktu perjlanan yang terbatas tersebut.

Aneh juga memang, bahwa dari 12 buku wisata tentang Yogya/Solo yang saya koleksi sejak lama tersebut sebagai referensi awal. Ternyata hanya satu buku saja yang menulis mengenai wisata kota Solo. Mengapa kota Solo seperti kalah pamor dari kota Yogyakarta, ya?

Selain dari buku, data refrensi lain yang saya cari adalah dari berbagai artikel perjalanan yang banyak ditulis para backpackers tentang Yogya/Solo di berbagai webblog mereka di Internet (catt: mudah-mudahan artikel inipun akhirnya menjadi salah satu referensi  juga ya..hehe2..). Namun demikian, tidak semua informasi detail yang saya perlukan terdapat diblog di Internet dan di buku perjalanan wisata yang banyak beredar tersebut. Misalnya, bagaimana cara menuju ke Museum Manusia Purba di Sangiran dengan menggunakan bis (kenderaan umum) atau motor sewaan? Apa yang menarik yang ada di toko barang antik Pasar Khlitikan di Yogya maupun Pasar Triwindu di Solo? Bagaimana trik tawar-menawarnya, apa yang menarik dari pertunjukkan sendratari Ramayana Dance di panggung terbuka candi Prambanan yang eksotik itu? Bagaimana menikmati sunset di candi Borobudurdan sebagainya.

Selain itu, harga-harga tarif yang ditulis dalam buku/webblog tersebut ternyata sudah banyak berubah secara signifikan (hampir dua sampai tiga kali lipatnya). Dengan demikian, mudah-mudahan artikel sederhana ini dapat meng-update beberapa informasi yang diperlukan untuk ber-backpacking ke kota Yogya/Solo dan sekitarnya tersebut.

Hari Pertama (Rabu, 12 Sept 1012)

Dalam perjalanan wisata kali ini sengaja saya lakukan bukan pada hari libur. Karena saya ingin menghindari suasana “peak season” seperti kemacetan di jalan, kehabisan tiket di berbagai tujuan/objek dan menumpuknya pengunjung sebagaimana sering terjadi sehinggga seringkali mengurangi kenyamanan dalam berwisata. Kerumunan pengunjung yang terlalu banyak menyebabkan saya menjadi tidak leluasa menikmati, merenungkan dan membuat berbagai kegiatan photography yang juga merupakan hobi saya yang lain.

Tiket kereta api dari Bandung ke Yogya sudah saya pesan sebulan sebelumnya. Namun demikian, memang akhirnya banyak hal yang tidak terduga terjadi juga, dan hampir saja membatalkan secara total rencana perjalanan ini. Niat semula untuk berangkat hari Rabu tanggal 29 Agustus 2012, harus diubah menjadi hari Rabu tanggal 12 September. Karena ada permintaan pekerjaan yang mengharuskan saya mengajar training dulu di Jakarta dengan honor yang lumayan besar sehingga sayang untuk diabaikan. Mengenai Tiket Kereta Api, ternyata ada aturan baru dari PT KAI. Tiket Kereta Api yang sudah dibeli, hanya dapat sekali saja diubah jadwalnya (dengan biaya administrasi sebesar Rp 10.000 per-tiket). Untuk perubahan yang kedua kalinya (dan inipun hampir saja terjadi dengan saya!), maka tiket menjadi hangus alias batal. Sehingga tidak dapat dipergunakan lagi oleh siapapun. Kebijakan yang sangat mempengaruhi rencana perjalanan jika kita tidak hati-hati memahaminya.

Bahkan setiap tiket KA harus mencantumkan nama pembeli dan No KTP sesuai KTP/SIM  tersebut, yang kemudian akan diperiksa secara ketat dipintu gerbang stasiun. Bukankah ini kebijakan bagus untuk menghilangkan kegiatan pencaloan tiket kereta Api? Tentu saja, tapi kebijakan tersebut menurut saya masih menyisakan masalah bagi penumpang. Bagaimana jika kebetulan penumpang yang bersangkutan batal berangkat sampai dua kali (karena satu dan lain hal) yang benar-benar tidak ada urusannya dengan kegiatan pencaloan itu? Nampaknya pihak PT KAI tidak mempertimbangkan faktor ini!

Ya, sudahlah...!

Yang jelas, modus transportasimenggunakan Kereta Api ini bagi saya lebih mengasyikkan. Karena selain berbiaya murah, lebih lega posisi kursinya, dan nyaman (bahkan kelas eksekutif dilengkapi dengan AC yang menghasilkan udara yang segar). Saya memutuskan berangkat dipagi hari, bukan malam hari seperti yang kebanyakan dilakukan orang, karena saya ingin dapat menikmati view dari jendela kereta sepanjang Jawa Barat dan Jawa Tengah/DIY, seperti apakah suasana kampung-kampung yang dilewati...

Berikut catatan rinci kegiatan berwisata ke Yogya/Solo ala Backpacker tersebut:

- - Jadwal KA “Lodaya Pagi” berangkat jam 08:00 pagi dari stasiun utama kota Bandung menuju kota Yogyakarta. Jarak rumah saya (yang kebetulan berada di luar kota), menuju ke Bandung membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam. Saya keluar rumah dari kota Cimahi sekitar jam 07.00 untuk mengejar jam keberangkatan tersebut. Dan  alangkah kagetnya! Ternyata ojek yang biasanya banyak mangkal disekitar rumah tidak terlihat satupun di pagi hari kerja yang super sibuk tersebut. Wah, celaka..nih! Belum apa-apa, rencana perjalanan ini sudah dihadang permasalahan yang hampir saja membatalkan seluruh perjalanan ini (jika terlambat sampai di stasiun kereta api). Tentu tidak mudah juga mencari taksi di tengah kemacetan lalu lintas kota Cimahi yang macetnya bukan main  dipagi hari itu. Ya, begitulah, memang selalu ada saja hal-hal yang tidak terduga dalam setiap perjalanan (yang bahkan mungkin tidak terpikirkan sama sekali).

--  Ketika waktu yang masih tersisa tinggal 1 jam lagi, maka dengan cepat saya memutuskan untuk membawa motor sendiri saja (kebetulan saya berangkat berdua dengan anak laki-laki saya). Maka kami dari rumah berboncengan di motor tersebut dengan menyandang ransel masing-masing. Motor ternyata bisa lebih cepat dari mobil dalam hal menerobos kemacetan yang luar biasa itu. Tampaknya kemacetan di pagi hari kerja sudah menjadi fenomena disemua kota di Indonesia, termasuk di sepanjang kota kecil Cimahi hingga menuju ke kota Bandung yang berjarak 30 Km ini. Mungkin ini sebabnya banyak orang pergi ke Yogya/Surabaya dengan KA selalu dilakukan di waktu malam hari.

?) -Untunglah, kami berhasil sampai di stasiun Kebon Kawung Bandung kira-kira 15 menit sebelum kereta tersebut berangkat. Dan dengan tergesa-gesa motor segera dititipkan ke tempat parkir resmi, dan diinapkan selama 5 hari. Ternyata semua stasiun KA saat ini  memiliki tempat penitipan motor/mobil resmi milik PT KAI,  yang bisa menampung kenderaan tersebut selama berhari-hari dengan biaya yang relatif murah. Untuk motor cukup sebesar Rp 12.000 per hari.

--  - Kemudian jam 08:00 Kereta api Lodaya Pagi tersebutpun mulai bergerak perlahan dan berangkat meninggalkan kota Bandung menuju ke Yogya, dalam perjalanan yang menghabiskan waktu selama 8 jam. Di dalam kereta api, saya melihat kursi-kursi kereta yang banyak kosong. Bahkan penumpangnya lebih banyak didominasi oleh para turis asing. Apakah karena saat ini merupakan “low season” di Indonesia, tapi musim winter di negara Barat sana? Atau rombongan turis asing ini juga sengaja pergi di hari Rabu untuk menghindari segala kerepotan bertransportasi di saat week end tersebut?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun