my blog: www.berbuat-tidakmesti-hebat.blogspot.com
twitter> @renard_jugul
Motto pencerahan adalah “berani mengetahui”, ini saya ketahui dari buku sebuah buku filsafat bagi pemula dari sang tokoh filsuf hebat kenamaan Immanuel Kant. Berani mengetahui adalah kemampuan bertindak yang akhirnya menimbulkan dampak bagi pribadi kita. Dan hasilnya sudah pasti biasa di sebut dengan pengalaman. Dalam tindakan “mengalami” di dalam keseharian kita menjadi makhluk sosial, ada baiknya kita berpegang pada prinsip Moral. Dalam pertanyaan moral yang nantinya akan berisikan tindakan kita harus punya pertanyaan :
“ apa perbedaan antara orang yang bertindak secara moral dengan yang tidak? apa yang akan anda katakan?
Kant yakin akan pentingnya pertanyaan seperti ini. Di dalam menanyakannya, ia menunjuk pada dua macam tindakan :
● Tindakan yang di lakukan bertolak dari “kecendrungan”
● Tindakan yang di lakukan bertolak dari suatu rasa “kewajiban”
Bila saya bertindak karena kecendrungan, maka saya bertindak berdasarkan selera atau pilihan. Contoh yang lagi hangat-hangatnya sekarang adalah kasus korupsi di jajaran tinggi dewan perwakilan rakyat. Mereka yang terkena kasus pastilah bertindak berdasarkan selera. Selera memiliki kekayaan karena ingin menikmati dunia ini dengan lebih terlihat sempurna. Baik itu memiliki harta , uang dan benda yang pastinya mewah, dengan cepat dengan menilap. “kecendrungan” harus di bedakan dengan “kewajiban”. Suatu kewajiban adalah apa yang harus di kerjakan, apa pun kecendrungan saya. Kant dengan tegas menolak suatu moralitas yang menekankan kecendrungan saja. Menurutnya, moralitas berkaitan erat dengan tugas dan kewajiban seseorang, dan tergantung pada keberadaannya sebagai pelaku bebas yang tidak dipaksakan untuk melakukan sesuatu. Seseorang yang memakai helm karena ia takut tertangkap, bukanlah orang bermoral. Hanya bila seseorang memahami bahwa ia harus menaati hukum karena ada kewajiban moral untuk melakukannya dialah seorang yang bermoral asli.
Maka, manusia harus berusaha untuk memperkembangkan “kehendak baik” sehingga mereka bertindak sesuai dengan ketetapan-ketetapan budi— bila mereka melakukan ini, mereka akan bertindak secara moral.
saya jadi tergoda untuk berspekulasi mengenai dua pertanyaan mengenai kecendrungan dan kewajiban versi Kant tersebut. Saya anggap, saya sekarang sebagai seorang ayah atau bunda. Apakah sebagai seorang ayah-bunda kita hanya berkewajiban memberikan sekolah dan kebutuhan sehari-hari yang baik kepada anak kita ? Saya pernah dengar tetangga saya berteriak marah-marah kepada anaknya ketika anaknya tidak lagi becus sekolah ataupun kuliah, karena pengaruh obat-obatan terlarang, sex bebas, maling, dan bermacam perbuatan yang melanggar moral. Atau mungkin terlalu bodoh. Nah, dengan dalih yang sempurna sebagai orang tua kita sering memposisikan diri kita sebagai orang yang harus “di iyakan” dan “di benarkan”, karena, toh, memang kitalah yang mengeluarkan keringat untuk biaya pendidikan tersebut. Kesempurnaan posisi tadi tentunya menjadi pertanyaan. Pertanyaannya “ apakah tujuan ketika kita memberikan pendidikan kepada anak, kita sebenarnya berharap dia menghormati dan syukur-syukur kalau berprestasi membuat kita “besar hidung” di lingkungan sosial kita sebagai orang tua? Ataukah, kita memberikan pendidikan tersebut karena memang kita tahu pendidikan akan mengembangkan kemampuan, karakter dan kesempatan bagi sang anak ? atau lebih dalam lagi, itu merupakan tanda “kasih sayang” kita kepada sang anak ?
Bagaimana kalau saya posisikan diri saya sebagai seorang anak : Apakah ketika saya berpendidikan baik adalah suatu kewajiban yang menghormati orang tua saja ? Lulus dengan baik adalah tujuan utama, bukan lagi smuangatz mengetahui, siapakah saya ? atau lebih dalam lagi : Mau jadi karakter seperti apakah saya ?
Kedua contoh tadi bisa saja menjadi reflektif sekaligus contoh yang terlalu spekulasi bagi kita. Bisa saja kita melihat dan mengamati lebih dekat dengan lingkungan sosial kita. Apakah ketika kita menyindir atau memarahi orang lain membuang sampah sembarangan lebih karena kita ingin bandaran selokan lancar agar tidak terjadi penyumbatan yang bisa mengakibatkan banjir, atau karena kita ingin terlihat bersih ? terlihat care ? Atau bisa jadi kita sering mungkin memberikan nasehat baik seperti : Hormati orang tuamu, jangan mudah emosi, berbicaralah yang sopan, jangan mencuri, jangan sex bebas, bekerjalah dengan jujur, jangan selingkuh, jangan nakal, hargai pendapat orang lain, pegang komitmen kepada sahabat, bapak, ibu , kekasih, abang, kakak, adik, saudara, kita agar kita terlihat bijaksana? Mungkin juga agar kita terlihat tidak melakukan hal tersebut. Padahal bisa saja nasehat baik itu belum kita perbuat. Tidak ada kesimpulan yang memuaskan dari tulisan ini. Apalagi ini lebih menitik beratkan pada karakter pribadi. Dan karakter ini tidak bisa terlihat dan di jamah secara fisik. Ini lebih mengenai perbuatan moral individu. Nah, tidak salahkan, kalau saya menulis judul diatas dengan user ?
Catatan : Budi adalah alat batin yang merupakan paduan akal dan perasaan untuk menimbang baik dan buruk.
Kata User karena dalam dunia TI ( tekhnologi informasi) user di sebut dengan pemula.
Immanuel Kant lahir di Konigsberg di Prussia pada tahun 1724—1804. Ia adalah professor logika dan metafisika. Salah satu judul karya tulisannya yang terkenal adalah Critique of Pure Reason (1781).
Dahulu ketika sekolah menengah atas, saya ingat Kant sering di sebut-sebut dalam pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
· · ·