Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Segelas Susu Cokelat atau Kopi Hitam Pekat 1?

12 April 2012   13:00 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:42 251 0

Malam ini, secara tidak sengaja, saya tidak di berikan keberuntungan momentum meminum kopi. Tapi, tak apalah, saya memilih minuman yang satu gen dalam hal aroma. Susu panas rasa coklat. Sedikit menggelikan bagi diri saya sendiri, karena jadi ingat ketika sekolah dasar dulu, saya dulu sangat tidak menyukai meminum susu instant. Ada kebiasaan unik sekaligus mungkin aneh bagi kebanyakan orang, saya selalu punya “ritual” khas ketika sebelum meminum sesuatu. Menyeruput kopi, tidak akan istimewa sebelum saya menikmati hirupan aromanya terlebih dahulu. Dan saking bablasnya ritual saya ini, makanan juga sangat sering saya perlakukan persis seperti ritual kopi tersebut. Saya jadi sering bertanya-tanya sendiri dalam semesta pikiran dan khayalan saya, jangan-jangan saya “kelainan jiwa” kasus penyakit khusus: aroma. Tapi, dongan, jangan protes atau ikutan setuju bahwa itu gejala “kelainan jiwa” yang memang belum parah, tapi patut di kritisi. Mari kita bersama ingat, bayangkan, telusuri, ejawantahkan dalam fisik dunia ini, apakah ada kejadian yang mirip dengan tingkah polah “unik” saya itu ? coba mulai detik ini bersama kita lakukan “meditasi” sederhana daya ungkit “imajinasi”… ingat, ingat, dan ingat terus. ( kok seperti tokoh terkenal hipnotis ya? ). Taraaaaa…! Mari kita sama-sama menyamakan ingatan yang mirip dengan ritual saya tadi. Pernahkah anda melihat ketika orang di sumpah di pengadilan, sebuah kitab suci di naikkan di atas kepalanya ? atau ini yang sangat familiar mungkin. Coba anda ingat, kebiasaan orang ketika menikah, sebuah cincin akan di sematkan di jari manis ? atau yang lebih sangat biasa lagi. Ketika kita makan sesuatu, apalagi itu makan siang, makan malam, kecendrungan kita pasti berdoa ? sebenarnya sangat menggelikan juga bagi saya, melihat kitab suci di jadikan sebuah pedoman untuk “mengikat” kebenaran dari orang yang di sumpah agar berucap jujur. Sungguh menggemaskan juga, saya tuturkan, sebuah cincin di jadikan pertanda yang katanya “ kesetiaan”. Dan yang terakhir, agak sedikit terharu juga kita berdoa sebelum menikmati makanan yang kita ingin makan, padahal mungkin kalau tidak enak, akan kita buang atau jadi makanan kucing. Atau yang sering jadi pengamatan saya, orang makan sangat sering menyisakan makanan, apalagi itu di restoran ternama dan bersama gawean. Semua itu menurut saya adalah sebuah ritual. Apakah ritual itu berfungsi mengikat yang katanya batin bagi pemamfaatnya ? saya tidak tahu. Apakah itu juga bisa melegakan perasaan hati ? kalau anda mengatakan ritual hirupan aroma saya, jawabannya : YA.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun