Melatarbelakangi polarisasi ini adalah kegiatan Pemilu 2024. Tanggal 14 Februari 2024 lalu Indonesia menyelenggarakan pemilihan umum yang diikuti oleh tiga calon presiden. Ketiga calon tersebut memiliki basis pendukung yang besar yang mendukung penuh capres junjungan mereka. Akan tetapi setelah pemilihan umum selesai para pendukung tidak berhenti saling serang satu sama lain di media sosial sehingga menciptakan polarisasi diantara masyarakat media sosial.
   Kami melakukan observasi, wawancara dan survei pengguna internet. Kami melakukan observasi media sosial termasuk X, Tiktok, Youtube dan Instagram. Kami juga melakukan wawancara ke tiga orang mahasiswa yang berupa pendukung masing - masing capres kontestan Pemilu 2024. Kami juga menyebarkan survei di internet mengenai konten - konten perpecahan dan polarisasi pasca Pemilu 2024 di media sosial.
   Hasil observasi kami menunjukkan bahwa keributan di media sosial disebabkan oleh pendukung - pendukung paslon kontestan pemilu 2024. Pendukung paslon yang menang mengejek dan menyerang yang kalah dan sebaliknya. Situasi sidang MK juga memperparah keributan di media sosial karena sidang MK seakan menjadi catalyst atau pembenaran para pendukung untuk saling serang satu sama lain dengan kata - kata yang tidak pantas.
   Hasil dari wawancara yang kami lakukan menunjukan bahwa setiap pendukung dari paslon memiliki opini dan pendapat yang berbeda-beda mengenai Pemilu 2024. Hasil wawancara juga menunjukkan berbagai sikap yang diambil dari masing - masing pendukung. Meskipun opini dan sikap yang diambil dari para pendukung berbeda tetapi hasil analisis wawancara menunjukkan bahwa mereka sama - sama berharap untuk Indonesia yang lebih baik terlepas dari menang - kalahnya paslon yang mereka dukung.
Hasil dari survey yang sudah kami lakukan menggunakan Google Form, Â mendapatkan 76 koresponden dari berbagai kalangan masyarakat dengan kalangan yang terbanyak adalah pekerja (35.5%) dan mahasiswa (18.4%). 96.1% dari koresponden sudah pernah mengikuti pemilu. 50% dari koresponden sering membuka media sosial dan 30.3% sering. 67.1% membuka media sosial setiap hari dan media sosial yang paling banyak digunakan adalah Instagram (72.4%) dengan media sosial Youtube sebagai pengguna terbanyak kedua (68.4%). 47.4% Koresponden sering bertemu dengan post yang berhubungan dengan politik setelah pemilu dan 39.5% merasa post tersebut mengandung unsur kebencian. 48.7% pernah merasa geram atau marah saat melihat post yang mengandung unsur kebencian mengenai pemilu dan 78.9% pernah melihat masing-masing pendukung saling melakukan cekcok atau berselisih. 34.2% merasa sering melihat perselisihan tersebut dan 93.4% koresponden berharap jika perselisihan tersebut tidak terjadi atau dapat diredam. Pada pertanyaan mengenai perancangan para peneliti untuk meredam permasalahan tersebut 78.9% merasa bahwa hal tersebut dapat membantu.
   Dapat disimpulkan dari penjabaran diatas bahwa polarisasi merupakan salah satu bentuk disintegrasi bangsa. Maka dari itu mari kita rekatkan kembali persatuan dan persaudaraan sesama penduduk Indonesia terlepas dari siapa capres yang didukung. Tetap bijak dalam bermedia sosial dan tidak mudah terpengaruh dengan kiriman - kiriman provokasi.