“Hapuskan kuota impor, naikkan pajak untuk impor. Dengan kenaikan pajak untuk impor, pendapatan negara meningkat. Harga jual produksi petani kita juga bisa terlindungi. Dengan demikian, kesejahteraan meningkat. Petani tak perlu lagi beralih profesi. Pertanian Indonesia bisa mandiri”
Hary Tanoesoedibdjo
Salah satu dari sekian permasalahan yang dihadapi Indonesia saat ini adalah ketergantungan pada impor pangan akibat produktivitas pertanian dalam negeri yang terus menurun. Bukan hanya jumlah impor yang bertambah, tetapi juga daftar jenis pangan yang Pemerintah impor juga semakin panjang.
Menurut data yang ada, setidaknya ada 29 jenis bahan pangan yang diimpor pemerintah saat ini. Mulai dari garam, gula, singkong, kedelai hingga beras yang menjadi makanan pokok masyarakat Indonesia. Pertanyaannya, kenapa pemerintah harus impor pangan di tanah yang subur ini?
Calon Wakil Presiden Hanura 2014, Hary Tanoesoedibdjo punya jawabannya. Pertama, lahan pertanian makin menyempit karena peralihan fungsi lahan. Dari sawah menjadi perumahan, pabrik dan lain sebagainya. Kedua, jumlah petani kian berkurang, beralih profesi karena mereka tidak sejahtera.Hal itu terjadi karena pertanian kita masih tradisional.
“Dari dulu hingga saat ini membajak sawah masih menggunakan kerbau, itupun biasanya harus bergantian. Karena menggunakan cara tradisional produktivitas tidak maksimal. Akibatnya penghasilan tidak menjanjikan,” kata HT.
Jumlah petani yang berkurang dan produktivitas yang minim tersebut tidak mampu mengimbangi laju pertumbuhan penduduk Indonesia yang saat ini mencapai 250 juta jiwa. Karena kebutuhan meningkat sementara produksi petani lokal menurun, terjadi kekurangan persediaan pangan sehingga harus impor.
“Salah satu contohnya adalah kedelai. Dulu sekitar tahun 1992 kita pernah swasembada kedelai. Kini karena lahan kedelai makin menyempit, petani kedelai berkurang dan produksi terus menurun. Kebutuhan kedelai dalam negeri saat ini sekitar 2,5 juta ton per tahun. Sangat timpang dengan produksi kedelai lokal yang hanya 800 ton per tahun,” jelas HT.
Kondisi ketergantungan impor produk pangan harus segera di atasi, harus ada dukungan penuh untuk sektor pertanian jika tidak akan berpengaruh buruk pada ekonomi nasional. Saat Indonesia bergantung pada impor dan dengan nilai rupiah yang masih anjlok hingga saat ini Rp 11.000 per dollar AS, maka biaya hidup akan meningkat sementara pendapatan masyarakat begitu – begitu saja.
Bagaimana caranya? HT memiliki solusi untuk menyelesaikan persoalan ini. Pembenahan sektor pertanian harus menyeluruh. Beralih ke peralatan modern. Tingkatkan teknologi, keterampilan, ketersediaan bibit unggul, pupuk, buka lahan pertanian baru. Selain itu juga harus ada lembaga keuangan atau bank yang khusus menangani pertanian. Bank tersebut bisa membantu petani untuk pendanaan dengan bunga rendah atau kelak bisa 0%. Dengan begitu petani bisa terbantu untuk meningkatkan produktivitasnya. Tentu pemerintah juga harus memproteksi harga produk pertanian lokal.
“Selain itu, hapuskan kuota impor, naikkan pajak untuk impor. Dengan kenaikan pajak untuk impor, pendapatan negara meningkat. Harga jual produksi petani kita juga bisa terlindungi. Dengan demikian, kesejahteraan meningkat. Petani tak perlu lagi beralih profesi. Pertanian bisa mandiri.”