Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Dicintai Bukan untuk Disakiti

27 April 2010   14:35 Diperbarui: 29 September 2015   16:08 355 0

Cinta itu indah seperti surga, tetapi akan berubah menyeramkan seperti neraka apabila terjerembab di dalam suatu kekerasan.

 

Pernahkah merasa betapa indahnya jatuh cinta? pepatah lama mengatakan, “kalau orang lagi jatuh cinta, dunia serasa milik berdua”. Menikmati indahnya masa pacaran memang hal yang sangat menyenangkan. Apalagi ketika pasangan kita akhirnya melamar untuk menikah, lengkap sudah rasanya kehidupan. Tetapi bagaimana kalau pada akhirnya pasangan berubah seratus delapan puluh derajat berbeda dari pertama kali berkenalan?

Susi (bukan nama sebenarnya) yang berusia sekitar 32 tahun seorang karyawan di salah satu perusahaan swasta memaparkan kejadian yang sangat memilukan di dalam hubungan rumah tangga yang telah ia bina kurang lebih lima tahun. Ia memaparkan peristiwa tragis yang mengantarnya datang ke salah satu Women Crisis Center di bilangan Jakarta Pusat, dan di sanalah saya bertemu dengannya. Ketika datang, kondisi badannya terdapat memar. Siku dalam tangan kanannya biru lebam bekas gigitan dan wajahnya yang sedikit bengkak di bagian pipi. Ia memberikan keterangan, sebelum di gigit suaminya sempat menampar keras wajahnya sampai ia terhuyung-huyung jatuh ke tempat tidur, kemudian mencekik dan menggoyangkan lehernya kencang. Setelah ia lemas, suaminya lalu menggigit tangannya hingga memar.

Apa yang dialami oleh Susi itu di sebut dengan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau biasa disebut KDRT. KDRT dapat menghampiri siapa saja yang berada di dalam kehidupan rumah tangga. Suami, istri, anak, pembantu rumah tangga, mertua dan lainnya yang hidup di dalam satu lingkup rumah tangga. Menurut data selama sembilan tahun terakhir dari Pusat Krisis Terpadu RSCM menyatakan bahwa kasus KDRT di Jakarta sejumlah 2075 kasus dan hampir semua kasus KDRT yang di tangani, yang menjadi korban adalah wanita.

Kekerasan dalam rumah tangga terbagi menjadi empat jenis yaitu kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual dan kekerasan ekonomi. Biasanya keempat kekerasan tersebut saling berkaitan dan korban dapat mengalami keempat kekerasan tersebut sekaligus. Seperti kasus yang dialami oleh Susi, kekerasan yang menimpanya diakibatkan karena adanya masalah ekonomi yang menjadi titik tumpu awal pertengkaran dan berakhir menjadi sebuah kekerasan fisik dan psikis. Setelah kekerasan memuncak, pelaku biasanya merasa menyesal dan meminta maaf atas perilaku yang tidak menyenangkan. Tetapi dalam setiap kasus, hal tersebut selalu berulang setiap kalinya.

Di dalam KDRT dikenal dengan siklus circle of violence. Terdapat tiga fase yang menjadikan siklus kekerasan berputar terus menerus (Kalyanamitra:1999), yaitu :

1. Fase pertama adalah fase ketegangan yang meningkat. Dalam hal ini biasanya ada suatu hal yang menjadi pemicu pertengkaran dan yang lebih parah terjadi apabila hal yang sepele dan terkesan remeh dapat memicu adanya ketegangan pula.

2. Fase kedua adalah fase penganiayaan. Penganiayaan yang dilakukan oleh pelaku dapat berupa caci-maki, pukulan atau hantaman benda keras, bahkan sampai penganiayaan secara seksual.

3. Fase ketiga adalah fase “bulan madu” atau kembali mesra. Setelah tahap kekerasan yang dilakukan oleh pelaku meningkat, kemudian mereka kembali mereda dan biasanya kalimat-kalimat penyesalan atau meminta maaf sering sekali mereka lontarkan. Mereka dapat berbuat sangat baik dan berubah seratus delapan puluh derajat dari beberapa menit sebelumnya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun