Menurut Ketua Umum Gerakan Masyarakat Peduli Listrik Sumut Ir. Muhammad Tarmuzi Harahap PLN sudah sekian kali menjanjikan listrik di Medan akan stabil apabila perbaikan turbin PLTGU Belawan oleh Mapna Group selesai.
PT Mapna sendiri adalah perusahaan yang berasal dari Iran yang ditunjuk oleh PLN untuk mengadakan LTE Gas Turbin 2.1 dan 2,2 PLTGU Belawan.
Masalah ini diharapkan dapat segera terlaksana sehingga tidak ada lagi kekurangan pasokan listrik atau mati lampu.
Namun timbul pertanyaan yang mungkin banyak masyarakat Medan lainnya mempertanyakan kapan perbaikan ini akan selesai?
Sebelum membahas hal tersebut saya akan menjelaskan mengenai adanya perkiraan kasus korupsi dan TPPU yang terjadi dalam tender ini.
Beberapa waktu yang lalu kejaksaan agung menganggap ada potensi kerugian negara dalam proyek ini. Kejaksaan negeri Medan menuduh daya mampu mesin hanya sebesar 123 MW dan tidak sesuai dengan daya mampu minimal yaitu 132 MW.
Tuduhan ini langsung dibantah oleh Kuasa Hukum PLN Todung Mulya Lubis. Menurutnya tuduhan itu tidak benar dikarenakan beban 123 MW yang diperoleh penyidik Kejagung bukan berasal dari hasil pengujian tetapi kejaksaan hanya menyaksikan mesin yang pada saat itu hanya memikul beban 123 MW di siang hari. Padahal berdasarkan pengujian yang sebenarnya oleh lembaga sertifikasi, daya mampu GT 2.1 mampu mencapai 140,7 MW sehingga melebihi daya mampu minimal kontrak.
Tidak hanya itu, kejaksaan yang menilai PLN merugikan keuangan negara juga tidak berdasar. Alasannya, realisasi nilai kontrak justru jauh lebih kecil dari HPS kontrak awal. Pada HPS kontrak awal dengan pemenang tender Mapn CO, tertulis sebesar Rp 645 miliar, sementara harga yang tertuang dalam kontrak hanya 431 miliar.
Sungguh mengherankan tuduhan kejaksaan tersebut. Banyak yang beranggapan bahwa ini hanyalah masalah bisnis seperti kasus Merpati, IM2, dan Chevron.
Bahkan pakar hukum Universitas Indonesia, Dr Dian Simatupang menegaskan perkara tuduhan korupsi di proyek LTE PLN ini tidak layak masuk pengadilan.
Menurut Dian, dalam kasus PLN tidak ada unsur kerugian negara. Dalam hal proyek peremajaan PLTGU Belawan ini tidak ada uang negara dalam APBN yang digunakan. Namun dana yang dipakai dalam proyek tersebut murni menggunakan anggaran dari PLN.
Menurut ia lagi, yang dialami PLN ini merupakan kelanjutan bentuk pendzoliman yang dilakukan oknum Kejaksaan. Akibat ulah oknum-oknum kejaksaan, turut menyebabkan sistem hukum yang ada saat ini sudah melenceng, sehingga diperlukan reformasi hukum yang menyeluruh.
Tidak hanya sampai disana, menteri BUMN Dahlan Iskan juga menyayangkan sejumlah tenaga ahli PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dijadikan terdakwa dengan tuduhan merugikan keuangan negara dalam kasus tersebut. Menurut Dahlan kasus itu baru dugaan dan sebaiknya dibuktikan dulu saja kebenarannya. Adapun para tenaga ahli PLN yang dijadikan tersangka dan ditahan adalah eks General Manager Chris Leo Manggala, ketua panitia lelang Surya Dharma Sinaga, Rodi Cahyawan, dan Muhammad Ali. Selain itu, dua dari pihak swasta, yaitu Direktur Utama PT Nusantara Turbin dan Propulsi Supra Dekanto dan Direktur Utama PT Mapna Indonesia Mohammad Bahalwan.
Lantas apa hubungannya kasus tersebut dengan kondisi perbaikan PLTGU Belawan?
Ditahannya para ahli dalam kasus ini otomatis akan menghambat peremajaan PLTGU tersebut.
Imam Haryanto, salah seorang penasihat hukum terdakwa bahkan memohon agar majelis menangguhkan penahanan terdakwa, dikarenakan tenaganya masih diperlukan untuk mengatasi krisis listrik di Sumut, setidaknya saat Ramadhan nanti.
Bahkan ia menyatakan Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan akan menjadi salah satu penjamin terdakwa.
Sungguh kejadian yang janggal dimana seolah-olah kejaksaan sengaja mencari-cari kesalahan padahal kejaksaan sendiri tidak mengerti sistem bisnis tersebut. Ditambah lagi proses hukum yang dibuat rumit sehingga peremajaan PLTGU tersebut semakin terbengkalai.
Ujung-ujungnya yang menjadi korban adalah masyarakat terutama di Medan. Saya tidak dapat membayangkan kondisi masyarakat Medan nantinya yang masih merasakan mati lampu apalagi disaat bulan puasa. Salah satu pihak yang harus bertanggungjawab semestinya kejaksaan yang membuat kasus ini semakin rumit dan bertele-tele.