Ini kali pertama saya membuat passport. Setelah bertanya ke beberapa teman dan googling mengenai cara membuat, maka Jumat 28 Februari 2014 saya mendatangi kantor Imigrasi DIY. Saya tiba tepat pukul 07.30 untuk mengantisipasi panjangnya antrian. Ternyata saya datang terlalu pagi. Rupanya setiap hari jumat para karyawan di kantor Imigrasi melakukan senam pagi, sehingga loket pelayanan baru dibuka pukul 08.30. Alhasil saya harus menunggu.
Setengah jam kemudian, gerbang kantor Imigrasi dibuka karena para karyawan telah selesai melakukan senam pagi. Setelah memarkirkan kendaraan, saya dan seluruh pengunjung lainnya menunggu di halaman. Petugas security dengan tegas tidak memperbolehkan kami naik dan menunggu di depan pintu. Pukul 08.15 petugas membuka pintu dan pengambilan nomer antrian dibuka. Seluruh pengunjung berdesak-desakan, berebut nomer antrian. Saya lari ke sisi kiri untuk mengambil nomer antrian pengumpulan berkas sedangkan untuk mengambil nomer antrian foto dan wawancara di sisi kanan.
Sebelum mendapatkan nomer antrian, petugas sempat bertanya “Sudah mengambil formulir?.”
Saya menjawab “Sudah.”
Saya pun diberi nomer antrian A3 artinya saya harus masuk ke loket pelayanan A dengan nomer antrian ketiga. Lega rasanya karena itu artinya saya tidak akan terlalu lama menunggu giliran. Rupanya diperlukan keahlian berlari di sini, semakin cepat berlari, semakin cepat anda mendapatkan nomer antrian.
Sepuluh menit kemudian nomer antrian saya dipanggil, dengan segera saya menyerahkan berkas untuk pembuatan passport kepada petugas. Namun, petugas mengembalikan semua berkas dan berkata “Mba, jika anda sebagai guru, maka harus ada surat rekomendasi dari kepala sekolah tempat anda mengajar.”
Saya langsung menjawab, “Oh, saya bukan guru, Pak. Itu status pekerjaan di Ktp adalah data lama, kesalahan sewaktu pembuatan e-ktp tahun lalu yang tidak diperbaharui datanya oleh petugas kecamatan.”
“Ada surat keterangan resign?” petugas itu kembali bertanya.
“Tidak ada, tetapi saya sudah menyertakan surat rekomendasi dari atasan tempat saya bekerja sekarang, Pak.”
Petugas itu memeriksa berkas-berkas saya sejenak dan kembali menjawab, “Maaf, Mba. Karena ini status pekerjaan yang tertulis di Ktp dan KK anda adalah guru, maka anda harus melengkapinya dengan surat resign dari kantor lama anda atau pilihan kedua anda datang ke petugas kecamatan tempat anda membuat Ktp untuk meminta surat keterangan dari kecamatan yang menyatakan bahwa status pekerjaan anda bukan lagi sebagai guru dan sudah berganti sebagai pegawai swasta.”
“Berarti surat rekomendasi dari atasan kantor saya sekarang tidak cukup ya Pak?” tanya saya.
“Tidak Mba.” Jawab petugas itu singkat seraya merapihkan berkas-berkas dan menyerahkannya kepada saya.
Kemudian saya berpikir, jika harus ke kantor kecamatan, akan memakan waktu satu jam perjalanan karena lokasinya di luar kota Yogyakarta. Lalu saya memilih mendatangi kantor lama tempat saya pernah mengajar. Saya mencoba pilihan pertama ini karena lokasinya yang masih di kota Yogyakarta sehingga tidak membutuhkan waktu lama. Bagaimanapun untuk mendaftar pembuatan passport ini saya harus ijin setengah hari dari atasan.
Sesampainya di kantor lama yaitu Komputerkid yang terletak di daerah Bintaran, saya bertemu dengan bagian administrasi dan salah satu karyawan yang saya kenal bernama pak Yoyo. Setelah saya ceritakan semuanya, pak Yoyo langsung membuatkan surat keterangan yang saya minta, tetapi karena pimpinan sedang tidak di tempat beliau menelepon pimpinan untuk bertanya mengenai tanda tangan surat tersebut. Hasilnya, saya disuruh kembali keesokan harinya karena pimpinan sedang tugas luar. Pak Yoyo menyarankan saya untuk meng-sms beliau terlebih dahulu sebelum mengambil surat tersebut.
Sabtu 1 Maret 2014, saya mengirim sms kepada pak yoyo. Beliau membalas sms saya dengan jawaban bahwa pimpinan Komputerkid belum menandatangani karena ada perbaikan dalam beberapa kalimat di surat tersebut. Satu jam kemudian pak Yoyo mengirim sms ke handphone saya yang berisi bahwa pimpinan Komputerkid tidak mau tanda tangan bahkan ia meng-cancel surat tersebut. Alasannya, karena saya dulu resign sebelum kontrak habis. Saya sempat memperjelas kepada beliau bahwa surat yang saya maksud bukan surat pengalaman kerja, karena kondisi saya sekarang sudah bekerja, yang saya minta adalah surat keterangan bahwa saya sudah resign dari Komputerkid. Bahkan saya bersedia jika di dalam surat tersebut dituliskan bahwa saya dulu resign sebelum kontrak habis, tetapi pimpinan Komputerkid bergeming.
Kesal, tentu saja itu yang saya rasakan, namun saya berusaha berpikir jernih untuk menghadapi situasi ini. Kemudian saya bertanya kepada adik ipar saya yang bekerja di salah satu kecamatan di Gunungkidul mengenai prosedur permintaan surat keterangan perubahan status pekerjaan di Ktp.
Senin, 3 Maret saya menandatangi kantor kecamatan dan mengutarakan maksud saya, namun saya malah diminta mendatangi Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Menurut petugas kecamatan yang dapat mengeluarkan surat keterangan tersebut adalah kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Kemudian saya langsung mendatangi Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dan saya mendapat jawaban dari petugas setempat bahwa surat itu adalah kewenangan kantor kecamatan. Saya merasa dipingpong dan mulai complain.
Walaupun saya capek, namun akhirnya saya kembali ke kantor kecamatan. Lalu pihak kecamatan memberikan saya blanko perubahan data di Ktp. Mereka menyarankan agar saya mengganti Ktp dan KK saja . Saya menyetujui saran itu, karena saya ingin segera menyelesaikan prosedur ini. Saya harus mengembalikan blanko tersebut dengan disertai surat rekomendasi dari kelurahan setempat.
Selasa, 4 Maret 2014 pukul 07.30 saya mendatangi kantor kelurahan setempat. Begitu mengetahui tujuan saya, petugas kelurahan menyuruh saya untuk meminta surat rekomendasi dari RT setempat. Tanpa surat rekomendasi RT, permohonan saya tidak dapat diproses. Itu syarat mutlak.
Saya langsung bergegas menuju rumah RT Setempat dan ternyata yang bersangkutan sedang tidak di rumah. Pembantunya mengatakan bahwa beliau sedang mengambil gaji pensiunan di bank BTPN setempat. Saya pun langsung mendatangi bank tersebut, tetapi saya tidak mendapati beliau di sana. Setelah satu jam saya menunggu di bank, akhirnya saya memutuskan untuk kembali ke rumah Pak RT. Rupanya beliau sudah pulang. Lega rasanya, begitu bertemu dengannya. Saya pun mengutarakan maksud kedatangan saya. Setelah membayar biaya administrasi sebesar Rp. 10.000,- saya bergegas kembali ke kantor kelurahan.
Petugas kelurahan cukup ramah melayani dan memproses permohanan saya. Dia sempat bertanya untuk apa saya harus mengganti status pekerjaan di Ktp dan saya menjawab apa adanya, yaitu untuk membuat passport.
Pukul 10.00 saya menuju kantor kecamatan untuk memproses Ktp dan KK baru dengan berbekal surat rekomendasi dari kelurahan dan blanko permohonan. Lima belas menit kemudian Ktp dan KK baru saya selesai. Meskipun akhirnya Ktp baru saya belum berbentuk e-ktp dikarenakan beberapa hal, namun saya tetap menerimanya dengan senang hati.
Melihat jam di tangan saya, hari itu tidak cukup waktunya untuk langsung ke kantor Imigrasi yang jaraknya satu jam perjalanan, karena batas pengambilan nomer antrian adalah pukul 11.00.
Rabu, 5 Maret 2014 saya kembali mendatangi kantor Imigrasi. Kali ini pukul 07.30 saya sudah berdiri di depan pintu yang masih tertutup. Pukul 08.00 pintu dibuka dan saya langsung berlari mengambil nomer antrian dan mendapatkan nomer antrian A1, artinya saya dalam urutan pertama. Berkas saya langsung diterima dan saya diberi kwitansi untuk membayar di bank BNI dan diberi jadwal untuk foto dan wawancara. Akhirnya satu tahap pertama telah terlalui.
Kamis, 6 Maret 2014 saya membayar sejumlah Rp. 255.000 + Rp. 5. 000 ke teller bank BNI dan baru sadar bahwa petugas loket di kantor Imigrasi salah mengetik nama saya. Saya sempat meminta petugas teller untuk mengetik nama sesuai dengan Ktp saya, tetapi petugas itu menjawab bahwa saya dapat mengkoreksinya besok ketika wawancara.
Jumat, 7 Maret 2014 saya mendatangi kembali kantor Imigrasi, kali ini saya datang tepat pukul 08.00 karena saya ingat bahwa setiap hari jumat para karyawan kantor Imigrasi melakukan senam pagi bersama terlebih dahulu. Pukul. 08.15 saya kembali berlari, kali ini agak sulit menerobos kerumunan orang karena mereka datang lebih pagi dari saya. Saya mendapat nomer antrian D.11 artinya saya harus ke loket D menyerahkan kwitansi pembayaran dan menunggu giliran untuk foto dan wawancara urutan ke-11.
Lima menit kemudian saya dipanggil ke loket D. Setelah menyerahkan kwitansi saya kembali menunggu. Tiga puluh menit kemudian saya selesai foto dan wawancara. Setelah memastikan kebenaran penulisan nama, tempat dan tanggal lahir akhirnya saya menandatangani berkas yang diberikan petugas. Saya diminta datang beberapa hari kemudian untuk mengambil passport.
Rabu, 12 Maret 2014 kembali saya mendatangi kantor Imigrasi. Pukul 07.40 saya menunggu di bawah tangga, karena petugas security kali ini melarang pengunjung untuk menunggu di depan pintu. Pukul 08.00 saya bersama pengunjung lain kembali berlari menapaki tangga dan masuk ke kantor imigrasi. Saya langsung menuju loket pengambilan passport, kali ini saya berada diurutan kedua.
Sepuluh menit kemudian, nama saya dipanggil. Saya diminta mengecek penulisan nama, tempat dan tanggal lahir yang tertera di passport. Begitu semua sudah sesuai saya menandatangani berkas pengambilan passport. Kemudian saya diminta mem-fotokopi passport.
Setelah menyerahkan fotokopi passport kepada petugas, saya pun bergegas menuju kantor tempat saya bekerja saat ini. Satu minggu ini saya berkali-kali ijin pada atasan untuk mengurus passport, beruntungnya beliau mengerti dan memberikan ijin.
Pengalaman ini sangat berharga karena ini pertama kalinya saya membuat passport. Di sini saya berbagi informasi kepada siapapun yang akan membuat passport sebaiknya:
- Memastikan kelengkapan berkas yang akan kita kumpulkan.
- Datang lebih awal agar mendapatkan nomer antrian angka kecil sehingga tidak terlalu lama menunggu giliran.
- Ada baiknya mengisi formulir terlebih dulu di rumah, sehingga sesampainya di kantor Imigrasi tidak perlu menunggu, karena nomer antrian untuk pengumpulan berkas hanya diberikan ketika berkas sudah kita siapkan. Jika baru mengisi formulir di kantor Imigrasi maka dapat dipastikan kita akan menunggu lama antrian.
- Pengumpulan berkas boleh diwakilkan selama yang mewakili masih satu KK dengan kita.
- Telitilah data-data yang kita miliki, ketidaksesuaian data akan menghambat proses pembuatan seperti yang saya alami.
- Teliti juga ketika petugas kantor imigrasi menuliskan nama, tempat dan tanggal lahir kita untuk menghindari hal-hal yang dapat menghambat kita kedepannya nanti.
Dari pengalaman berlari-lari mengambil nomer antrian ada baiknya diberikan line pembatas di setiap loket pengambilan nomer, sehingga pengunjung lebih tertib, tidak berkerubut dan berdesak-desakan di depan loket.
Harapan saya, semoga alur birokrasi yang ada di negara ini dapat lebih praktis, sehingga pelayanannya pun dapat lebih efektif dan efisien. Mengingat pembuat passport tidak semua berdomisili di Yogyakarta maka harapannya proses pembuatan passport dapat dipercepat, bila perlu dalam satu hari dapat selesai selama syarat-syarat sudah lengkap. Begitu pun dengan berbagai instansi lainnya, kiranya dapat meningkatkan pelayanannya sehingga warga tidak dipingpong kesana kemari.