Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Yang Bodoh atau yang Malas?

1 Oktober 2013   09:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:09 189 1
Saya adalah mahasiswi PPL (Program Pengalaman Lapangan) di sebuah sekolah menengah kejuruan. Sebagai calon guru, saya diharuskan banyak menimba ilmu pada guru-guru senior yang telah berpengalaman. Awalnya memang tidak mudah mengajar anak-anak SMK yang notabene berbeda isi kepala dan tujuan untuk bersekolah dengan anak-anak SMA. Ilmu yang saya ajarkan adalah KEBANYAKAN teori dan lebih sedikit PRAKTEK di lapangan. Maka, saya tidak bisa memungkiri bahwa setiap selesai mengajar, saya selalu berkata,"Saya gagal."

Ya, saya selalu merasa saya gagal menjadi guru karena hampir semua murid di kelas saya jarang ada yang memperhatikan saya dan melakukan tugas apapun yang saya minta untuk lakukan. Saya sadari bahwa sebagian orang dilahirkan berbeda; ada yang dilahirkan dengan kewibawaan yang tinggi, ada yang tidak. Saya tergolong orang yang tidak dan harus dengan susah payah membangun hal tersebut di depan murid-murid saya. Tapi, seperti kata saya tadi, banyak yang tidak mendengarkan saya ketika saya berbicara--itupun saya sudah menerapkan beberapa strategi yang saya pelajari di kampus mengenai Classroom Management.

Namun, saya tidak serta merta menyalahkan murid. Tidak semua. Mereka juga korban dari pendidikan karena saya pernah menjadi murid dan saya tahu bahwa setiap guru mata pelajaran menginginkan anak didiknya untuk menguasai materi yang diajarkan. Bukankah itu beban untuk mereka? Tugas yang diberikan tidak hanya dari saya, tapi berjubelan juga dari guru lain. Saya kasihan juga dengan mereka, dan kasihan pada diri saya sendiri.

Namun, pada suatu hari, Tuhan memberikan jawaban atas kegundahan calon guru ini.

Ada guru di sekolah saya yang mengatakan,"Tidak ada murid yang bodoh, yang ada hanya murid yang malas."

Ah, apa ini benar? Lalu, saya praktikkan beberapa hal mudah yang saya harapkan bisa untuk dikuasai. Ternyata benar. Saya menunjuk beberapa murid yang memang kurang aktif dan yang tidak mau mendengarkan saya. Bagi anak-anak yang kurang aktif, mereka sebenarnya mampu untuk menjawab pertanyaan, namun harus dibantu dan agaknya memang merasa kurang diperhatikan. Nah, murid-murid yang tidak mau menjawab karena alasan tidak bisa itulah yang membuat saya 'takes time a lot'.

Saya iming-imingi dia untuk ikut maju ke depan dan menjawab soal dengan sebuah nilai tambah, namun saya bimbing juga dia untuk mendapatkan jawaban tersebut. Ya, dia bisa! Dia menemukan jawabannya. Sampai saat ini, saya selalu bimbing jenis-jenis murid seperti itu dan mereka kadang mau dengan sukarela menjawab pertanyaan dari saya. Ini masih proses, hasil yang dilihat belum dapat saya teliti dengan seakurat mungkin dan masalah mereka di kelas bukan hanya itu. Sebuah kelas tidak sesederhana mata kita melihat--ada bangku, papan, kursi, LCD, spidol, jurnal kelas, dan lain sebagainya. Ada banyak faktor yang tergabung di dalamnya dan mempengaruhi situasi Proses Belajar Mengajar.

Namun, berkaitan dengan kata-kata guru tadi, saya mulai menyadari bahwa istilah 'BODOH' tidak lagi relevan dengan apa yang terjadi sekarang. Murid tidak ada yang 'BODOH' alias tidak tahu apa-apa sama sekali. Mereka tahu, hanya saja mereka 'MALAS' untuk belajar dengan berbagai macam faktor di balik semua itu. They know what they don't know, but they don't want to know. Saya, dengan menyadari hal itu, mengubah setiap pola pikir saya terhadap mereka. Yang dibutuhkan hanya pemantik, atau alasan untuk membuat mereka RAJIN lalu MAU untuk belajar. Lagi-lagi saya tekankan, saya masih berproses. Tapi, saya masih akan berjuang untuk pendidikan, karena jika saya MAU belajar, murid-murid saya juga pasti demikian.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun