Moon : KYAAA!!!
Vill : Hehehehehe.
Moon : …
Vill : Selamat pagi!
Moon : …
Vill : Hahaha! Wajahmu itu. Haha—
Moon : Diam! Kau terlambat.
Vill : Aku?
Moon : Ya! Kau yang mengajak bertemu di sini, tapi kau sendiri yang terlambat!
Vill : Ah, kau yakin aku terlambat?
Moon : Apa aku yakin?! Demi Tuhan!
Vill : Coba lihat dulu itu, Sayang. Matahari belum lebih tinggi daripada pucuk cerobong rumahmu.
Moon : Dilihat dari mana, Idiot?
Vill : Tentu saja dari sini.
Moon : Mmm … silau.
Vill : Begini melihatnya.
Moon : Jangan dekat-dekat!
Vill : Ck.
Moon : Sana!
Vill : Hehe.
Moon : Ayam merahku sudah berkokok tiga kali, dan kambing belangku sudah mengembik lima kali.
Vill : Maksudmu?
Moon : Itu artinya kau kesiangan!
Vill : Kau mempercayakan hidupmu pada mereka?
Moon : Mereka selalu jujur.
Vill : Kau tahu, bukan aku, tapi mereka itu yang idiot karena berkokok dan mengembik lebih dari sekali.
Moon : Mereka tidak idiot! Otak mereka lebih besar daripada otakmu!
Vill : Begitukah? Biar kulihat nanti saat makan malam.
Moon : Jangaaannn!
Vill : Jangan? Hehe. Otak mereka tidak enak?
Moon : Bukan. Aku bakal muntah melihat otakmu di meja makan.
Vill : Hahaha. Maksudku ‘idiot’ tadi, mungkin mereka agak mabuk pagi ini. Salah makan kemarin malam, mungkin?
Moon : Itu namanya bukan ‘idiot’, Idiot! Dan tidak, mereka tidak salah makan. Cacing rebus untuk ayamku, dan sop rumput untuk kambingku, seperti biasa.
Vill : Tidak sebotol pun dari kotak arak Pak Walikota semalam?
Moon : A—arak?
Vill : Yeah.
Moon : Kau pikir aku yang mengambilnya?!
Vill : Yeah. Dua. Untuk ayammu, dan kambingmu. Kau sayang mereka, kan?
Moon : Tidak! Eh, maksudku, aku sayang mereka, tapi …
Vill : Hehe. Lalu apa itu yang kau bawa semalam di balik bajumu?
Moon : …
Vill : Bukan yang di dadamu tentu saja, tapi di perutmu. Dua botol, iya kan?
Moon : Mmm … itu …
Vill : Mengendap-endap di balik ruang pesta. Mengakulah. Tak mungkin kau bersembunyi dari mata elangku.
Moon : Elang?
Vill : Eh? Mmm … mata burung hantu. Atau … err … mata kucing, ya?
Moon : Kucing saja.
Vill : Ya. Kucing.
Moon : …
Vill : Jadi?
Moon : Itu untuk…
Vill : …
Moon : Ayahku.
Vill : …
Moon : …
Vill : Dasar pemabuk tua.
Moon : Hei.
Vill : Maaf.
Moon : Ah, sudahlah.
Vill : Ya.
Moon : Ya.
Vill : Tapi, sayang sekali kau tak mengambil sebotol. Hehe.
Moon : Kau …?!
Vill : Aku serius. Kenapa kau tidak mengambil sebotol?
Moon : Buat apa? Aku tidak suka arak!
Vill : Bukan araknya. Botolnya! Aku bisa jual botolnya di desa sebelah.
Moon : Oh? Benarkah?
Vill : Iya. Lumayan harganya. Aku kemarin bisa membeli pedang dari hasil menjual botol.
Moon : Pedang?!
Vill : Iya. Benda tajam panjang itu. Yang dari besi.
Moon : Idiot! Maksudku, kau bisa menukar botol dengan pedang?!
Vill : ‘Ditukar’? Itukah istilahnya? Kukira namanya ‘jual beli’. Tapi, mmm … yeah. Hebat, bukan?
Moon : Pedang kan mahal, mana bisa ditukar dengan botol?
Vill : Buktinya bisa.
Moon : Pedagang bodoh dan tolol mana yang mau menukar pedangnya dengan botol?
Vill : Memang aneh dia. Bukan pedagang biasa. Tapi baik.
Moon : Pasti pedangmu pedang murahan.
Vill : Yang penting masih bisa dipakai menyembelih ayam. Hehe. Sudah kucoba kemarin.
Moon : Jangan dekat-dekat ayamku! Kuperingatkan!
Vill : Kemarin itu bukan ayammu, tenang saja.
Moon : Bagus!
Vill : Jadi begini, botolku dua gerobak. Satu kutukar dengan—
Moon : Dua gerobak?! Dari mana kau …?!
Vill : Haha. Operasi pengumpulan botolku sudah berlangsung tiga bulan.
Moon : Tiga bulan?!
Vill : Yeah.
Moon : Ah, tentu saja! Tepat dengan saat kedatanganmu di desa ini. Jadi rupanya kau pencuri kurang ajar itu!
Vill : Aku tidak mencuri, aku mengambil dari tong sampah kalian.
Moon : Kau masuk halaman orang tanpa ijin.
Vill : Hei, kalau tidak ada aku, botol-botol kalian bakal berserakan di seluruh penjuru desa. Akulah yang membantu desa kalian memenangkan penghargaan!
Moon : Mmm… iya.
Vill : Aku baik, kan? Dan otakku paling cemerlang! Gyahahahahah!
Moon : Idiot.
Vill : Sayang sekali, tetap tak ada penghargaan buatku di pesta kemarin. Walikota kalian benar-benar pelit.
Moon : Kalau kau butuh penghargaan, kubilang nanti ke dia.
Vill : Hahaha. Aku bercanda. Lagipula, aku sudah mendapatkan pedang.
Moon : Jadi, mana? Aku mau lihat pedangmu.
Vill : Kusembunyikan di gubuk.
Moon : Kenapa?
Vill : Gila apa aku membawa-bawanya di tengah desa? Aku harus belajar menggunakannya dulu sebelum pamer.
Moon : Mmm, iya. Sebaiknya hati-hati. Orang-orang jahat itu masih berkeliaran. Mereka pasti curiga jika melihatmu membawa pedang.
Vill : Makanya, kupikir lebih baik aku keluar dulu dari desa ini dan belajar di tempat lain.
Moon : Mereka tetap bisa mengejarmu sampai ke desa sebelah.
Vill : Tidak kalau aku pergi lebih jauh lagi.
Moon : …
Vill : Apa?
Moon : Kau … mau pergi jauh?
Vill : Mmm … itu rencanaku nanti. Makanya, satu gerobak botolku yang lain kemarin kubelikan sepatu.
Moon : Sepatu? … Mana? Tetap sandal jelekmu yang kulihat.
Vill : Kusimpan juga di gubuk!
Moon : Kenapa tidak dipakai?
Vill : Aku tidak mau kotor sebelum pergi.
Moon : Nanti juga pasti kotor.
Vill : Nanti rusak sebelum dipakai.
Moon : Nanti juga pasti rusak!
Vill : Kau tidak mengerti. Aku tidak mau itu rusak sebelum dipakai terbang.
Moon : Terbang?
Vill : Iya. Itu sepatu terbang. Bisa membawaku pergi kemana saja yang kusuka dalam waktu singkat.
Moon : …
Vill : Apa?
Moon : Selama ini aku hanya mengenalmu sebagai seorang idiot dan sombong keras kepala, tak kusangka kau juga seorang pembohong.
Vill : Aku tidak berbohong!
Moon : Mana ada sepatu terbang!
Vill : Ada! Kau lihat saja besok. Dua pasang!
Moon : Dua?
Vill : Iya. Satu untukku dan satu untukmu.
Moon : …
Vill : Kenapa? Kau tidak suka?
Moon : Aku … suka, tapi …
Vill : …
Moon : …
Vill : Moon.
Moon : Ya?
Vill : Aku akan membawamu pergi besok.
Moon : …
Vill : Aku akan membawamu keluar dari desa ini.
Moon : Kau serius?
Vill : Aku serius.
Moon : Kenapa?
Vill : Karena kau tidak pantas berada terus di desa kecil seperti ini.
Moon : Kenapa?
Vill : Karena kau harus menggapai mimpimu di dunia yang lebih besar!
Moon : Kenapa?
Vill : …
Moon : Kenapa, Vill?
Vill : Karena … aku bersungguh-sungguh saat memanggilmu ‘Sayang’.
Moon : …
Vill : Jadi, kau mau ikut denganku, kan?
Moon : Tapi, bagaimana dengan ayam dan kambingku?
Vill : Hah? Kau menolak ajakanku demi ayam dan kambing?!
Moon : Aku tidak menolak!
Vill : …
Moon : …
Vill : Maaf.
Moon : Aku hanya ingin tahu, siapa nanti yang mengurus mereka?
Vill : Tentu saja ayahmu.
Moon : Lalu siapa yang mengurus ayahku?
Vill : Tentu saja dia sendiri juga. Ayahmu itu lelaki dewasa!
Moon : Siapa nanti yang akan membelikan dia arak?
Vill : Demi Tuhan! Lupakan arak-arak terkutuk itu!
Moon : Aku tahu!
Vill : …
Moon : Aku hanya kasihan padanya.
Vill : Waktu untuk mengasihani sudah lewat. Silakan saja jika dia hendak menghancurkan dirinya sendiri, tapi jangan membawa-bawa dirimu!
Moon : …
Vill : Jika kau masih takut, biar aku yang bicara padanya. Dia tak akan berani mengusirku lagi sekarang. Aku punya uang!
Moon : Tidak usah begitu.
Vill : Biar kusodorkan uang terakhirku di depan hidungnya, dan dia tak akan berkoar-koar lagi.
Moon : Kau mau memberinya uang?
Vill : Yeah. Supaya dia rela melepaskanmu.
Moon : Jadi kau membeli aku?
Vill : Eh?
Moon : Kau membeli aku dari ayahku?
Vill : Mmm … bukannya tadi istilahnya ‘ditukar’, bukan ‘jual beli’?
Moon : Kau pikir aku ini barang seperti botol-botolmu itu?!
Vill : Hei hei hei.
Moon : …
Vill : …
Moon : …
Vill : …
Moon : Vill.
Vill : Ya, Moon?
Moon : Aku akan bicara pada ayahku. Malam ini.
Vill : Ya.
Moon : Dan apapun yang akan dikatakannya nanti, aku akan tetap pergi besok, bersamamu.
Vill : Iya.
Moon : …
Vill : Terima kasih.
Moon : Terima kasih juga, karena telah bersungguh-sungguh memanggilku ‘Sayang’.
Vill : Jadi kau pikir selama ini aku bercanda?
Moon : Aku takut bertanya.
Vill : Hahaha.
Moon : Dan … aku boleh tetap memanggilmu ‘Idiot’?
Vill : Hahaha. Silakan saja.
Moon : Karena kau memang ‘idiot’. ‘Idiot’ kesayanganku.
Vill : Gombal.
Moon : Aaahhh!!!
Vill : Tapi gombalmu menyenangkan.
Moon : …
Vill : Hehe.
Moon : Huh. Terima kasih banyak!
Vill : Boleh aku titip pesan untuk ayahmu?
Moon : Boleh.
Vill : Kalau araknya sudah habis, aku minta botolnya. Hehehe.
Moon : Dasar! Buat apa lagi?
Vill : Aku melihat cincin perak kemarin. Pasti bagus di jarimu.
Moon : Ah.
--