Mohon tunggu...
KOMENTAR
Tradisi

Tradisi Tot Bude Trieng Sudah Hilang di Aceh

22 April 2023   00:17 Diperbarui: 22 April 2023   00:22 942 0
Dulu saat bulan puasa anak-anak di Aceh, asik bermain 'tet bude trieng' (bermain letusan meriam bambu).

Tet bude trieng bagi anak-anak Aceh dalam bulan puasa, memang sdh menjadi tradisi, terutama pada paruh puasa 15 ke atas.

Sehingga pada malam hari--biasanya setelah tarawih--terdengar letusan bude trieng bersaut-sautan dengan kampung tetangganya masing-masing.

Sehingga, tanpa disengaja kadang terjadi "tunang" (lomba) meriam bambu antara satu desa dengan desa lain yg bertetangga.

Mereka berlomba (meutunang) agar bude trieng yg diletuskan, bisa mengeluarkan suara dentuman yg besar menggelegar, utk mengalahkan dentuman bude trieng desa tetangganya.

Bila desa tetangganya sdh merasa terkalahkan, oleh deteuman yg besar dari desa tetangga yg menyerangnya, maka mereka yg di desa tetangga sana terpaksa hrs menyerah kalah, dengan tidak lagi membunyikan letusan bude triengnya.
Lalu sejak kapan munculnya tradisi 'tet bide trieng' di Aceh? Menurut sejarahnya, 'tet bude trieng' di Aceh, awalnya terinspirasi dari letusan-letusan meriam bangsa Portugis saat menyerang Aceh dlm abad ke 15.

Maka utk mempropagandakan, seakan-akan orang Aceh banyak sekali memiliki senjata meriamnya, orang Aceh membuat letusan meriam dari bambu, dengan gema letusan yg lumayang bergelegar utk menakuti Portugis.

Dari situlah, awal muncutnya 'tet bude trieng' di Aceh, yg kemudian terus berkembang secara turun temurun, hingga menjadi sebuah tradisi bagi permainan anak-anak Aceh.

Lantas kenapa kemudian tradisi 'tet bude trieng' ini di Aceh, khusus pada saat bulan puasa? Karena, bude trieng ini sifatnya permainan, maka anak-anak Aceh dulu dlm memanfaatkan masa liburan sekolah, selama sebulan penuh di bulan puasa, mereka memainkan segala macam permainannya, termasuk permainan 'tet bude trieng'.
Untuk membuat 'bude trieng' (meriam bambu) ini, tdk boleh bambu sembarangan, apa lagi bambu yg masih muda. Itu tdk kuat bila dibuat meriam bambu. Dua tiga kali diletuskan bambu tersebut akan retak, bahkan bisa pecah terbelah dua.

Makanya, bambu yg digunakan utk 'bude trieng' ini harus bambu yg sdh sangat tua (utom bak trieng). Selain akan sangat  kuat, bunya letusannya juga akan sangat besar dentumannya.

Cara membuat bude trie ini, lubang penaruknya, harus dilubangin di uram bambu, tdk boleh pada ujung bambu, sebab bila dilubangin pada ujung bambu, ia mudah pecah.

Untuk mendapatkan dentuman yg besar 'bude trieng' ini, minyak yg digunakan selain minyak lampu (minyeuk gah), minyak lampu ini dapat dicampur  sedikit dgn minyak nensen. Jangan terlalu banyak bensennya, apa lagi bambu yg tdk tahan, bila banyak bensen bambunya mudah retak, tak mampu menahan bunyi letusan yg sangat besar.

Dulu tradisi 'tet bude trieng' bagi anak-anak di Aceh, terutama di malam-malam akhir Ramadhan makin seru. Puncaknya adalah malam hari raya. Semua kampung pada malam hari raya itu membunyikan dentuman meriam bambu. Kadang hingga menjelang subuh.

Bila kebetulan di Gampong itu ada pengantin laki-laki yg baru kawin ke Gampong tersebut, maka biasanya pengantin laki-laki itu menyumbangkan dana utk beli minyak 'bude trieng' pada malam hari raya.

Itu sdh menjadi kebiasaan di gampong-gampong di Aceh dulu, sebagai sebuah tradisi 'tet bude trieng' pada malam-malam bulan puasa di Aceh.

Tradisi 'tet bude trieng' di Aceh mulai hilang pelan-pelan sejak Aceh dilanda konflik Aceh Merdeka. Sejak saat itu muncul pelarangan-pelarangan utk tidak boleh membunyikan letusan-letusan meriam bambu di kampung-kampung di Aceh.

Sehingga tradisi 'tet bude trieng', terutama pada malam-malam bulan puasa pun lenyap di Aceh.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun