Ya! Seperti 3 tahun lalu, pagi-pagi sekali pukul 4 telepon genggam bapak berdering. Kami yang saat itu masih tertidur lalu terbangun karena suara di seberang sana mengabarkan bahwa omku, adik dari bapak meninggal dunia pada dini hari. Sontak saja kami terbangun dan menangis atas kepergian omku itu. Om yang begitu kami sayangi.
***
Seperti pagi ini, ketika bapak mengangkat handphone dengan suara keras khas suara bapakku. Tiba-tiba saja suara bapak menjadi parau karena kaget mendengar kabar yang dikabarkan oleh seseorang di seberang sana. Kami yang saat itu sedang berkumpul di ruang tengah karena akan beraktifitas menjadi diam seribu bahasa, hening menyelimuti kami, perasaan deg-degan menghinggapi. Dan masing-masing dari kami, mulai bertanya dalam hati, 'Ada apa gerangan?' 'Ada kabar apa? Kenapa tiba-tiba saja suara bapak mendadak kaget begitu.' Pertanyaan yang bernada penasaran mulai bermunculan dalam pikiran kami. Ibu dan adikku pun demikian.
Sesaat kemudian, di akhir telepon, bapak mengucapkan, "Innalillahi wa innaillaihi rojiun." (Sesungguhnya apa yang Dia ciptakan, pasti akan kembali pada-Nya). Sontak saja kami yang mendengar bapak mengucapkan kalimat berita yang menandakan bahwa itu kabar sedih pun saling bersahutan mengucapkannya juga. 'Kabar kematian ya?' tanyaku dalam hati.
"Sopo, pak, sing meninggal?" (Siapa, pak, yang meninggal?) tanya ibuku penasaran.
"Istrinya Pak Rus," jawab bapakku dengan wajah sedih dan terduduk di kursi, lemas.
Pak Rus adalah kawan bapakku sesama penjual bakmi jawa. Bedanya, kini bapak tak lagi berjualan, sedangkan Pak Rus masih setia dengan kesehariannya itu. Berjualan bakmi jawa di pinggir Jalan Joglo-Solo, Klaten ditemani dengan sang istri yang kini telah tiada itu dan saudara-saudaranya yang lain, yang kebetulan tinggal sedesa dengan Pak Rus.