yang mengalun di atas tubuhmu?
Itu pertanda kau terpilih dalam urat waktu
Tak usah kau tunduk pada lutut yang membatu
Ini mataku untuk kau tatap, lalu kau isap dalam-dalam
hingga kau rasakan makna ketulusan dalam cahayanya,
Menghapus kengerian yang menancap
di setiap liku jalanmu, yang kau sebut itu takdir.
Masihkah kau ragu melihat kelebat penyair
bersanding dengan bayang angin senja
yang mengalir dari barat menuju selatan,
menikung di sebuah gunung?
Lalu ia melukis di atas putih tubuhmu tanda baru takdir
Yang membawamu lepas dari setangkup bibir
Merekah, menjadikannya berkah atas jalanmu yang berliku.
Bireuen, 26 Feb 2010