Penat segala sendi aku menyusuri kota ini. Memandang dedaun, menatap lautan, tembok-tembok gedung kota, meunasah-meunasah yang dimanja, juga pendapa penguasa kota. Di setiap sudut tampak berkas berkas auramu, Laila. Dalam angin yang berputar mengelus pipiku, aku mencium lagi aromamu, hangat seperti sinar senja. Di antara daun kuning coklatan, gugur satu persatu, lagi-lagi terlukis namamu. Semakin semangat aku mencarimu, Laila, semakin pula tubuh ini mengikat asa.