Penolakan dan kekecewaan kaum buruh terhadap Jokowi tidak hanya terjadi di ibukota, melainkan meluas hingga ke daerah-daerah terutama sejak setahun terakhir. Pada perayaan Hari Buruh Internasional, Kamis, 1 Mei 2014, berbagai kelompok serikat pekerja dengan tegas sepakat menolak memberikan dukungan kepada Jokowi yang diusung oleh PDIP. Jokowi sendiri tidak datang pada ‘hari besar’ para buruh tersebut padahal panitia sudah melayangkan undangannya. Boleh jadi, Jokowi memang tidak berani menjumpai para buruh karena dianggap tidak pro buruh. Hanya Prabowo Subianto yang memenuhi undangan para buruh dan memberikan komitmennya untuk memperbaiki nasib mereka.
Sekretaris Jenderal Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI), Sri dalam orasinya di depan Istana Negara, Jalan Medan Merdeka Utara, menegaskan, para buruh tak akan mendukung Gubernur DKI Joko Widodo alias Jokowi sebagai Presiden Republik Indonesia. "Kami tidak akan memilih Jokowi, karena dia tidak berpihak pada buruh. Kami selalu tertindas." Menurut Sri, apabila di kemudian hari Jokowi terpilih menjadi presiden, maka nasib para buruh hanya akan berpindah, dari satu pelaku penindas ke pelaku pindasan lainnya. Gabungan Solidaritas Perjuangan Buruh (GSPB) juga menyuarakan hal yang sama.
Sementara itu, Sunarti, Ketua Umum SBSI (Serikat Buruh Sejahtera Indonesia) 1992, juga menegaskan pihaknya menilai prestasi Jokowi adalah nol besar dalam menyelesaikan persoalan buruh di Jakarta. Meski upah layak hidup dinaikkan dari Rp 1,5 juta menjadi Rp 2,2 juta, ternyata hal itu tidak dilaksanakan oleh perusahaan tempat buruh bekerja. Ia menilai kebijakan Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta tidak ada bedanya dengan para penentu kebijakan pendahulunya yang hanya mengumbar janji kemudian melupakannya begitu saja.
Para buruh juga trauma dengan pemerintahan Megawati Soekarnoputri yang dinilai menyengsarakan buruh dengan kebijakan outsourcing yang masih berlaku hingga saat ini. Dalam aksi unjukrasa buruh di depan Istana Negara, dua nama tokoh PDI Perjuangan itu justru disindir habis-habisan oleh para buruh. Megawati dianggap sebagai presiden yang bermurah hati menjual aset negara pada bangsa lain. Sindiran-sindiran ini berupa aksi teatrikal yang dilakukan di atas sebuah mobil bak terbuka depan Istana Negara, Jakarta, Kamis, (1/5). Seorang buruh berkemeja kotak-kotak yang memakai topeng bergambar wajah Jokowi menirukan suara Gubernur DKI Jakarta itu.