Penulis sengaja mengangkat problematika yang satu ini agar pembaca mengetahui kebobrokan tayangan televisi akhir-akhir ini dan juga bisa memilah-milah tayangan mana yang baik dan tayangan mana yang buruk. Sekarang, permasalahannya, tayangan sinetron yang ceritanya kebanyakan berbumbu percintaan ini tak hanya ditonton orang dewasa saja. Remaja (yang notabene anak-anak sekolah), apalagi anak kecil yang masih 'bau kencur', juga asyik melototi sinetron. Padahal, kalau dilihat-lihat, jam tayang sinetron rata-rata pada saat jam belajar. Kalau anak-anak sekolah menonton sinetron di saat jam belajar, hampir pasti mereka tidak sempat membuka buku. Kalaupun sempat, antara belajar dengan menonton sinetron bisa dirasiokan 1:2. Artinya, porsi menonton sinetron lebih banyak ketimbang belajar. Para orangtua mulai saat ini harus pandai-pandai mengontrol tayangan-tayangan yang sering ditonton anaknya. Sebab, jika orangtua membiarkan jam belajar anaknya terbuang oleh sinetron, akan berdampak krusial bagi prestasi anak-anaknya di sekolah.
Masalah selanjutnya adalah muatan sinetron itu sendiri. Sebenarnya, penulis bersyukur ada sebuah sinetron yang bertema Islami, namun sayangnya hanya muncul setahun sekali (tepatnya saat Bulan Suci Ramadhan). Penulis perhatikan, seperti yang penulis katakan di atas, tema cerita yang diambil adalah percintaan. Tema itu sepertinya juga melekat pada sinetron yang ber-setting sekolah menengah. Selain tema percintaan, sifat glamour yang identik dengan orang elite perkotaan juga menghiasi sinetron. Masalah sifat glamour-nya, ini sangat berkebalikan dengan keadaan negeri ini, yang mana orang-orang melarat makin menumpuk. Seharusnya, sinetron juga menyoroti keadaan rakyat kecil yang kesulitan hidupnya tak berujung. Tema percintaan, tampaknya kurang pas, bahkan tidak pantas, apabila ditonton oleh anak-anak sekolah. Apalagi mereka-mereka itu, terutama yang masih SD, belum bisa membedakan mana yang baik dan mana yang jelek. Apabila mengambil setting sekolah, seharusnya menampilkan cerita sesuai dengan keadaan sekolah itu sendiri, bukannya disusupi percintaan yang terang-terang bukan untuk anak-anak sekolah.
Sebagai pemirsa yang bijak, alangkah baiknya kalau kita selektif dalam memilih tayangan agar kita terhindar dari efek buruknya. Dan, pertanyaan untuk para rumah produksi yang gencar memproduksi sinetron, apakah tidak bisa kalau memproduksi sinetron yang ceritanya berkualitas dan mendidik. Kalau bisa, mulailah dari sekarang memproduksi sinetron yang bermutu. Jangan hanya mementingkan uang, tapi pentingkan juga kualitas moral para penontonnya. Kalau tidak bisa, sebaiknya bubar saja!!!!