Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ilmu Sosbud

Mengungkap Bayangan: Menelusuri Rasisme dalam Masyarakat Korea Selatan

5 Juni 2023   09:17 Diperbarui: 5 Juni 2023   09:26 280 0
Apa itu rasisme? Rasisme adalah keyakinan atau perilaku yang didasarkan pada keyakinan atau stereotip tentang karakteristik fisik dari suatu kelompok tertentu dan menerapkan diskriminasi terhadap orang-orang dari kelompok tersebut. Dapat dikatakan bahwasanya rasisme adalah perilaku tidak adil terhadap orang-orang yang dianggap berbeda atau kurang unggul dalam hal keturunan, warna kulit, atau budaya dari kelompok dominan. Rasisme dapat berbentuk fisik atau verbal dan untuk mengekspresikan tindakannya dapat terjadi dalam berbagai bentuk, mulai dari isu-isu kecil seperti lelucon, pernyataan tidak sopan, kekerasan, hingga penindasan yang lebih serius.
Fenomena rasisme sendiri bukanlah suatu hal baru dalam dunia internasional. Meskipun tidak ada catatan pasti mengenai kapan munculnya rasisme, masalah ini diperkirakan mulai muncul semenjak adanya identifikasi terhadap orang Yahudi dengan iblis dan sihir pada abad ke-13 dan ke-14. Fenomena ini adalah tanda awal dari pandangan rasisme yang ada sampai saat ini. Rasisme mulai dikenal secara luas semenjak adanya diskriminasi ras warna kulit, antara kulit hitam dengan kulit putih (White Supremacy) yang marak terjadi di Amerika Serikat pada awal abad ke-19 bahkan sampai saat ini. Dalam buku yang berjudul "They and We: Racial and Ethnic Relations in the United States" Peter Rose mengatakan bahwa adanya rasisme terhadap etnis atau kelompok tertentu disebabkan oleh prasangka masyarakat terhadap kelompok tersebut. Prasangka itulah yang pada akhirnya dijadikan sebagai suatu keyakinan oleh masyarakat dalam memandang negatif suatu kelompok ras atau etnis lainnya (Rose, 1997:113). Seiring berjalannya waktu, prasangka tersebut mengakar dan menjadi suatu pandangan yang dianggap umum  dalam masyarakat.
Pemicu terjadinya rasisme di lingkup internasional salah satunya dikarenakan adanya ketidakadilan sistem kebijakan dan hukum, sering terjadi diskriminasi sistemik yang merugikan kelompok minoritas dalam hal akses terhadap pendidikan, kesehatan, pekerjaan dan hak-hak sipil lainnya. Penyebab yang lainnya bisa terjadi karena adanya stereotip dan prasangka, terkadang orang-orang membawa prasangka buruk terhadap kelompok lain tanpa alasan yang jelas. Misalnya seperti orang yang berkulit hitam dicap sebagai orang yang suka melakukan kejahatan, orang Asia dianggap sebagai pembawa virus Covid-19, dan orang Arab yang diidentikkan dengan teroris. Selain itu bagi negara-negara dengan sejarah kolonialisme dan imperialisme, seperti Amerika Serikat yang memiliki sejarah terkait dengan penjajahan, hal tersebut menciptakan perspektif superioritas dalam masyarakat tertentu yang terus diwariskan dan ditanamkan secara turun-temurun.
Belakangan ini, Korea Selatan menjadi sorotan banyak pihak karena kasus diskriminasi yang marak terjadi. Peristiwa-peristiwa rasisme seperti diskriminasi terhadap pekerja asing, adanya program komedi yang menampilan adegan merendahkan ras tertentu serta menyebarkan stereotip negatif tentang mereka, pelarangan orang dengan warna kulit gelap untuk masuk ke tempat hiburan, dan masih banyak lagi. Hal tersebut tentunya sangat mengkhawatirkan dan melanggar hak asasi manusia.
Penyebab maraknya diskriminasi rasial di Korea adalah karena masyarakatnya yang cenderung homogen. Apa itu masyarakat homogen? Masyarakat homogen adalah kelompok masyarakat yang memiliki keseragaman dalam hal karakteristik sosial, budaya, etnis, agama, atau latar belakang demografi tertentu. Dalam masyarakat homogen, anggotanya cenderung memiliki kesamaan nilai-nilai, norma-norma, bahasa, adat istiadat, dan identitas yang kuat. Hal inilah yang menyebabkan terciptanya norma-norma sosial yang tidak mempertimbangkan keberagaman dengan baik. Pada saat yang sama, Korea Selatan semakin menjadi masyarakat multikultural yang ditandai dengan banyaknya para imigran dan pekerja asing yang masuk ke negara tersebut dalam beberapa dekade terakhir. Kondisi ini menyebabkan prasangka negatif dalam masyarakat Korea Selatan yang pada akhirnya menimbulkan diskriminasi pada suatu kelompok atau ras tertentu.
Fenomena ini diperparah dengan tidak adanya undang-undang di Korea Selatan yang menjamin perlindungan atas diskriminasi atau undang-undang anti-diskriminasi. Hal ini terjadi karena banyaknya pihak-pihak yang keberatan dan menolak adanya undang-undang tersebut. Sampai sekarang, tidak ada undang-undang di Korea Selatan yang menjamin mengenai kesetaraan dan perlindungan anti-diskriminasi antar warga negaranya maupun warga negara asing yang hidup dengan negara tersebut. Akibatnya, banyak warga asing terutama para pekerja yang mengalami diskriminasi rasial seperti mendapatkan gaji dibawah upah minimum negara tersebut, tidak adanya jaminan sosial, dianggap sebagai penjahat oleh warga lokal dan pemerintah, bahkan disebut sebagai beban negara.
 Selain itu, di Korea Selatan juga terdapat tingkatan hierarki warna kulit pada masyarakatnya yang menyebabkan tingginya kasus rasisme di negara tersebut. Sejak meningkatnya perekonomian dan industrialisasi di negara itu pada akhir tahun 80-an, mengakibatkan kurangnya pekerja berketerampilan rendah. Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah Korea Selatan mulai aktif dalam menerima pekerja asing pada awal tahun 1990-an. Para pekerja asing ini bekerja di industri yang sulit, kotor, dan berbahaya dan sebagian besar berasal dari negara-negara Asia Tenggara. Hal tersebut menimbulkan prasangka dalam masyarakat setempat bahwasanya mereka yang berasal dari Asia Tenggara memiliki kedudukan yang lebih rendah daripada masyarakat Korea Selatan itu sendiri.
Apa hal yang menyebabkan rasisme sulit untuk diberantas? dari kasus dan penjelasan diatas ada beberapa faktor yang mendasari mengapa rasisme sulit untuk diberantas, faktor-faktor tersebut sebagai berikut :
Lingkungan : faktor lingkungan adalah salah satu faktor mengapa rasisme dapat terjadi. Jika seseorang tumbuh dalam lingkungan yang tidak baik dan cenderung rasis terhadap kelompok ras atau etnis tertentu, maka kemungkinan besar akan menciptakan perilaku rasis dan diskriminatif pada masyarakat tersebut. Terutama pada masyarakat yang homogen. Ketika masyarakat yang sudah terbiasa hidup dalam homogenitas mendapati kehadiran masyarakat yang cenderung multikultural, ada kemungkinan timbulnya ketegangan atau ketidaknyamanan. Perubahan dalam komposisi demografi dan kehadiran kelompok-kelompok yang berbeda secara kultural, etnis, atau agama dapat menimbulkan ketidaknyamanan, ketidakpastian, dan kecemasan terhadap perubahan sosial yang terjadi. Alhasil, hal tersebut menciptakan sikap rasis dalam masyarakat. Namun, terkait dengan sikap diskriminatif dan rasis, respons individu dan masyarakat bisa bervariasi. Beberapa orang mungkin merasa terancam oleh perbedaan budaya dan identitas yang baru, yang dapat mengakibatkan prasangka, stereotip, dan diskriminasi terhadap kelompok lain. Disisi lain, ada juga mereka yang menerima perubahan tersebut.
Kurangnya tindakan dari aparat penegak hukum : walaupun undang-undang mengenai hak anti-diskriminasi sudah berlaku secara global, namun tanpa dibarengi dengan tindakan tegas dari aparat penegak hukum semuanya akan berujung sia-sia. Bisa kita lihat dari kasus George Floyd yang terjadi di Amerika Serikat, yang mana pelaku rasismenya adalah aparat penegak hukum di negara tersebut. Kemudian bisa kita lihat juga dari kasus Korea Selatan, walaupun sudah diusahakan tetapi undang-undang anti-diskriminasi tidak kunjung disahkan dan mendapat banyak penolakan dari berbagai pihak. Hal-hal tersebut yang menyebabkan mengapa rasisme sulit diberantas.
Ketakutan dan ketidakpastian : Rasisme sering kali muncul dalam situasi ketidakpastian atau saat seseorang merasa terancam oleh perubahan sosial, ekonomi, atau politik. Dalam usaha untuk menjaga status quo dan keamanan kelompoknya, individu atau kelompok dapat mengembangkan sentimen rasialis sebagai cara untuk menyalahkan atau mencari kambing hitam atas masalah yang mereka hadapi. Pandemi yang terjadi beberapa tahun belakangan menimbulkan resesi ekonomi di berbagai negara, tak terkecuali Korea Selatan. Hal tersebut pada akhirnya menyebabkan meningkatnya rasa tidak suka dan benci warga lokal Korea terhadap orang asing di negara mereka. Alhasil, sikap rasisme di masyarakat sulit untuk diberantas.
Pengaruh Media massa : Media massa juga memegang peranan penting mengapa rasisme sulit untuk diberantas. Karena media massa memiliki peran yang kuat dalam membentuk persepsi dan pandangan masyarakat terhadap ras dan etnis tertentu. Media massa memiliki kekuatan untuk mempengaruhi apa yang dianggap sebagai norma dan nilai-nilai sosial. Jika media massa secara sistematis mengesankan bahwa ras atau etnis tertentu lebih rendah atau lebih buruk, hal ini dapat mempengaruhi pandangan dan sikap masyarakat terhadap kelompok tersebut, serta mengokohkan perilaku rasialis. Jika masih banyak terdapat pemberitaan negatif dari media terhadap pihak tertentu, maka isu mengenai rasisme akan terus ada dan akan terus-menerus hidup dalam masyarakat.

Selain merugikan masyarakat secara individu maupun kelompok, jika kita lihat dengan kacamata liberalisme, adanya diskriminasi rasial juga dapat menimbulkan pengaruh negatif terhadap suatu negara di dalam hubungan internasional. Adanya rasisme akan menciptakan ketidakadilan dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia yang telah disepakati oleh berbagai negara. Jika dibiarkan, maka hal ini dapat memicu ketegangan dan konflik antarnegara. Kemudian, rasisme juga dapat menyebabkan terhambatnya kerjasama internasional. Diskriminasi rasial atau etnis nantinya akan menghalangi kemampuan negara-negara untuk bekerja sama secara efektif dalam isu-isu global, seperti perdagangan, lingkungan, atau keamanan. Terakhir, rasisme dalam cakupan yang lebih luas dapat menyebabkan pertikaian antara suatu negara dengan negara lainnya. Dalam sudut pandang liberalisme, konflik bersenjata dianggap sebagai kegagalan dalam mencapai tujuan perdamaian dan keadilan yang menjadi landasan prinsip liberal.



PENUTUP

Rasisme bukan menjadi hal yang baru di dalam dunia internasional. Rasisme terus menjadi isu yang mendapat perhatian secara global dikarenakan hampir seluruh negara di dunia mengalami isu permasalahan rasisme. Kemungkinan besar rasisme disebabkan oleh prasangka yang timbul didalam masyarakat terhadap suatu kelompok dan prasangka tersebut akhirnya dijadikan suatu keyakinan oleh masyarakat dalam memandang negatif suatu kelompok ras atau etnis lainnya.
Korea Selatan sebagai salah satu jajaran negara maju di dunia tidak luput dari isu permasalahan rasisme. Rasisme yang terjadi di Korea Selatan disebabkan oleh masyarakat yang homogen. Pengertian dari masyarakat yang homogen itu sendiri yaitu kelompok masyarakat yang memiliki kesamaan nilai-nilai, norma, bahasa, adat istiadat, dan identitas yang kuat. Korea Selatan juga memiliki sejarah yang panjang dalam hal etnis dan budaya sehingga tidak mempertimbangkan keberagaman dengan baik. Pada saat yang bersamaan banyak pekerja asing masuk ke Korea Selatan yang pada akhirnya menimbulkan prasangka negatif masyarakat korea selatan dan membawa dampak diskriminasi terhadap suatu kelompok tertentu.
Rasisme di dunia sulit diberantas dikarenakan beberapa faktor yang mendasarinya antara lain seperti faktor lingkungan, kurangnya tindakan dari aparat penegak hukum, ketakutan dan ketidakpastian, serta pengaruh media massa. Dunia internasional juga terus berupaya untuk mengatasi adanya rasisme ini antara lain:
a) Dengan adanya pasal-pasal HAM dalam berbagai perjanjian internasional
b) Komisi- komisi dan badan internasional
c) Program pendidikan dan kesadaran anti rasisme
d) Mediasi dan dialog antar komunitas, dan masih banyak lagi.

Dalam pandangan liberalisme , rasisme dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak-hak individu setiap orang tanpa pandang bulu.Liberalisme menempatkan kesetaraan dan persamaan di antara manusia sebagai prinsip dasar dalam bernegara.  Sikap liberalisme terhadap rasisme lebih menekankan kebebasan individu  untuk hidup dan tanpa diskriminasi,mendapat akses kesempatan yang saman,pemerintah yang adil dan terbuka serta perlindungan hukum.Liberalisme membenci segala bentuk diskriminasi ras yang memecah belah masyarakat dan menciptakan ketidakadilan. Liberalisme berjuang untuk menciptakan masyarakat inklusif yang sama tanpa memandang latar belakang ras,etnis,agama atau budaya.

Di dalam pandangan dunia internasional rasisme yang banyak terjadi di banyak negara tidak dapat dianggap sebagai masalah lokal  saja. Upaya mengurangi adanya rasisme perlu dilakukan kerjasama dari berbagai pihak dan dengan tegas menolak adanya diskriminasi terhadap ras, etnis, atau kelompok lainnya. Pemimpin dunia juga perlu berkampanye dan bergabung dalam mengatasi masalah rasisme bersama. Dalam mengatasi masalah ini  dunia internasional beranggapan bahwa pendidikan dan pandangan masyarakat sangat berperan besar. Pendidikan harus memperkenalkan dan menunjukan keberagaman budaya dan mengajarkan bahwa perbedaan adalah suatu sebab melakukan kerja sama yang harmonis dan adil. Negara-negara di dunia juga perlu untuk bekerja sama memperbanyak tindakan rasisme ,mulai dari tingkat pemerintah  hingga masyarakat luas,terutama pada peran media sosial dan bahasa yang digunakan dalam menanggapi suatu kejadian.  Upaya-upaya ini memiliki peran penting dalam mengurangi dan menghilangkan rasisme di seluruh dunia,meskipun masih ada banyak daerah yang membutuhkan perhatian dan tindakan yang lebih besar tentang masalah ini.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun