Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan

Kalau bisa lama ngapain dibikin cepat

23 Januari 2012   01:49 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:33 1673 1

Lebay yang pertama, membuat paspor baru, memperpanjang masa berlaku, dan menambah nama pada paspor (untuk kepentingan umroh dan haji, nama di paspor harus 3 suku kata) semua dipukul rata sama prosesnya, yang berakibat sama lama antrinya. Aku tak tahu bagaimana kondisinya di kantor imigrasi lain apakah juga seperti itu sistemnya. Yang jelas untuk sampai mengantongi sebuah buku kecil hijau itu butuh perjuangan yang bukan main.

Tahap pertama, mengumpulkan berkas dalam amplop yang berisi fotokopi KTP, KK, akte kelahiran, dan ijazah terakhir. Menurut logikaku (IMHO = in my humble opinion... singkatan yang sempat mengernyitkan alisku)  sepertinya data yang tercantum dalam semua dokumen itu sudah cukup sebagai dasar informasi untuk sebuah kamtor imigrasi mengeluarkan paspor untuk WNI. Karena lagi-lagi IMHO, paspor, sejatinya adalah identitas kita di luar Indonesia, sebagai pengganti KTP. Tetapi akibat ada beberapa kondisi dari si pemohon paspor maka persyaratan dokumen pun bervariasi dan bertambah.

Perbedaan itu adalah: pemohon yang bekerja harus menambah dokumen berupa  surat rekomendasi dari tempat kerja, sedangkan yang tidak bekerja seperti ibu rumah tangga atau mahasiswa dan pelajar tidak perlu. Untuk yang pensiunan ada tambahan surat pensiun. Untuk pengajuan penambahan nama menjadi 3 suku kata ditambah surat nikah, kadang ditambah dengan ijazah karena harus melihat nasab (nama ayah yang tertera di ijazah atau surat nikah si pemohon). Untuk anak di bawah umur 17 tahun (yang belum memiliki KTP) persyaratannya menjadi makin banyak, yaitu fotokopi KTP orang tua, surat nikah orang tua, fotokopi paspor orang tua dan surat keterangan bermaterai yang menyatakan bahwa benar ananda adalah anak pasangan suami istri yang menjadi orang tua si pemohon dan bermaksud mengajukan pembuatan paspor.

Jika sedari awal pihak kantor imigrasi menuliskan persyaratan tersebut, dan ditempel di dinding, itu menjadi perkara mudah. Apa yang susah dari membuat fotokopi dari dokumen asli. Tapi informasi yang sepotong-sepotong membuat proses pemasukan berkas jadi bertele-tele…ini menjadi lebay yang kedua. Flash back nya begini: 3 minggu yang lalu anak sulungku yang sedang libur semesteran mengurus perpanjangan masa berlaku paspornya, sekalian dengan paspor adiknya. Hari pertama (hari jumat) berkas gagal masuk karena tidak mendapat nomor antrian, ini sudah kuwanti-wanti agar anakku datang pukul 07.30 meskipun pelayanan baru dimulai jam 08.00. Aku ingat tahun lalu menjelang aku berangkat haji aku mengurus pasporkudan suami, saat antri menunggu pintu gerbang kantor dibuka, map-map berisi berkas pemohon sudah bertumpuk di balik pagar besi kantor. Salah satu bapak yang kelihatannya calo penjual jasa pembuatan paspor mengatakan bahwa kantor imigrasi tersebut tergolong baru, jadi karyawan dan berbagai fasilitasnya pun masih terbatas, sehingga dalam sehari hanya bisa melayani 75 pemohon. "Ya kalo udah sampe nomer 75, gak dilayani lagi Bu, walaupun udah antri". Maka waktu anakku pulang membawa kembali berkasnya aku sudah tak heran lagi. Tetapi selain kehabisan nomer, ternyata berkas si adik yang masih berumur 12 tahun ada yang kurang yaitu surat pernyataan tertulis bermaterai Rp 6000 dari orang tua. Setelah kulengkapi dengan fotokopi KTP ku dan suami, berkas pun dibawa anakku 2 hari kemudian. Apa yang terjadi lagi ? Ternyata anakku harus kembali membawa pulang berkas si adik.

"Berkas adek kurang fotokopi surat nikah mama sama papa". ‎​Astaghfirullah…kenapa nggak sekalian kemarin ya ? Kok satu satu mintanya."

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun