Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

S2 IKM UGM vs S1 FKM UJ (Masa orientasi)

17 September 2013   17:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:45 989 1
Bisa kuliah di UGM merupakan salah satu impian saya yang saya tulis di daftar 100 keinginan. Beruntung bagi saya karena kuliah di sana dengan beasiswa.  Bagi sebagian orang berada dalam lingkup pendidikan yang tinggi mungkin adalah sebuah maklum. Tapi bagi saya ini kesempatan emas. Keluarga saya bukan keluarga yang sangat berada. Bukan keluarga dengan tradisi kuliah tinggi-tinggi. Makanya, bisa kuliah S2 di dalam negeri saja saya sudah sangat senang.

Pada tanggal 2 September 2013 saya resmi mengikuti kuliah perdana di Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) UGM. Sedangkan pada tanggal 5 September 2013 saya mengikuti kuliah perdana pascasarjana UGM dengan pembicara Bapak Abraham Samad, ketua KPK. Sebelumnya saya belajar di Universitas Jember. Universitas perintis yang masih dalam proses membangun diri. Saya bandingkan ketika belajar di sini sungguh semuanya sangat berbeda. Mulai dari atmosfernya, manajemennya, orang-orangnya, kebhinekaannya, kampusnya....oh... jauh sekali dengan almamater saya dulu.

Pada kuliah awal, kita diberi kalender akademik IKM yang sifatnya masih sangat umum. Selanjutnya, kita  diberi jadwal kuliah lagi sesuai peminatan kita. Kebetulan saya mengambil minat Kesehatan Ibu dan Anak-Kesehatan Reproduksi (KIA-KR). Menimba ilmu di peminatan ini bisa dibilang...yah...cukup ngos-ngosan. Ketika peminatan lain belum aktif kuliah peminatan, kita sudah harus aktif kuliah peminatan.

Kuliah peminatan bukan langsung pada mata kuliah inti, tapi kita terlebih dahulu diajari banyak tentang keterampilan menulis dan belajar mengaplikasikan software baru. Mulai dari menerapkan pola pikir sistematis, membuat tesis yang kuat, belajar membuat peta konsep, belajar lagi Ms. Word level advance, logika berpikir, belajar membuat endnote dan mengenal STATA. Dua minggu awal itu digunakan pihak peminatan untuk mengajarkan hal-hal yang akan mempermudah kita dalam membuat tugas selama kuliah. Kelihatannya sepele, tapi saya rasa itu sungguh akan berguna ketika perkuliahan sudah banyak tugas.

Saya jadi ingat ketika saya kuliah pertama kali di S1 dulu. Awal masuk kuliah suasana sudah mencekam. Yang membuat mencekam adalah kakak-kakak angkatan yang semena-mena memberikan tugas aneh-aneh. Bikin buku dengan bahan dari kertas yang susah didapat lah, sudah begitu harus diberi pita warna tertentu lah, bikin tas dari bahan yang tidak masuk akal lah, minta tanda tangan lengkap panitianya lah (terus mereka jadi sok penting), hingga pulang lewat tengah malam, dipersulit pula dapat tanda tangannya. Lalu, apa relevansinya dengan proses belajar mengajar nantinya???

Tidak salah memang membuat ospek dengan konsep kuno seperti itu. Tapi akan lebih cerdas lagi kalau kita isi dengan sesuatu yang lebih bermanfaat dan beradab. Sekarang saya tanya, apakah sudah bisa teman-teman Mahasiswa Baru (Maba) membuat daftar isi otomatis di Ms Word? Apa sudah tau bagaimana meresume dan membuat paper? Bagaimana aturan baku penulisan makalah yang umum dibuat di bangku kuliah? Sudah tau belum wajah-wajah dan nama-nama dosen semester 1 yang akan mengajar mereka? Jangan-jangan karena terpaksa mereka lebih kenal dengan kakak-kakakanya yang ngospek daripada dengan dosennya. Malu betul kan ketika harus mencari Bu Anu pengajar mata kuliah X lalu tanya dosen di sebelahnya karena tidak tahu yang mana orangnya.

Semacam ada pemikiran yang salah dengan adik-adik saya di S1 sana.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun