Toleransi BI Rate sebesar 6,75% untuk Inflasi 6,96%
Pada awal januari 2011, Dewan Gubenur Bank Indonesia (BI) menilai efek dari laju inflasi akhir tahun (Desember 2010) sebesar 6.96% belum membahayakan, sehingga BI tetap kukuh mempertahankan BI rate pada level 6.5%.
Namun seiring dengan tekanan inflasi yang terakhir (Januari 2011) berada di level 0.89% dan laju inflasi YoY sebesar 7.02%. dengan inflasi ini yang relatif terkendali pada tingkat yang cukup rendah, yaitu 4.18% (YoY).
Kenaikan ini pun ternyata berhasil membuat BI memberikan sedikit kenaikan BI ratepada posisi 6.75%.
Rapat Dewan Gubenur (RDG) Bank Indonesia (BI) Jumat (4/2) lalu,memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan (BI rate) sebesar 25 basis poin (bps) atau 0.25% menjadi 6.75%. Setelah cukup lama BI rate bertahan di level 6.5% selama 18 bulan sejak Agustus 2009. Kenaikan ini pun diambil sebagai langkah antisipatif pengendalian ekspetasi inflasi yang terjadi.
BI mencatat bahwa ada tiga faktor yang memicu kenaikan ekspektasi inflasi januari 2011, yaitu;
- Kenaikan harga bahan pangan (volatile food)
- Kenaikan harga komoditas global seperti minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO)
- Rencana kebijakan pemerintah di bidang komoditas strategis.
Kendati inflasi awal tahun ini mengalami kenaikan yang cenderung disebabkan oleh volatile food karena berlanjutnya gangguan produksi dan distribusi, khususnya beras dan bumbu-bumbuan. Terlihat kenaikan moderat sebesar 5.21% (YoY) untuk kelompok harga yang dikendalikan pemerintah (administered prices), bulan Januari lalu.
Dan tentunya sikap, serta tindakan aktif pemerintah dalam menekan inflasi seperti memperbaiki produksi, distribusi, dan ketersediaan bahan pokok dan energi dalam pembentukan forum tim pengendalian inflasi (TPI) di tingkat pusat maupun daerah (TPID) guna mencegah kenaikan ekspektasi inflasi lebih lanjut di bulan Februari ini yang pada gilirannya dikuwatirkan berpotensi menyulut kenaikaninflasi inti (core inflasi).
Langkah lain pun dipersiapkan guna mencegah adanya peningkatan ekspetasi inflasi kedepan, seperti halnya memperkuat nilai tukar rupiah terhadap dollar AS guna mengurangi tekanan inflasi dari kenaikan harga barang-barang impor (imported Inflation), serta kebijakan makro-prudensial untuk pengendalian likuiditas.
Mencermati kenaikan BI rate yang seakan dipandang sebagai salah satu senjata pamukas untuk meredam inflasi menunjukkan bahwa kondisi sudah amat mendesak dankeputusan yang diambil dirasa tepat.
Selain itu, dalam menghadapi dinamika ekonomi yang unpredictable, BI pun mencatat 4 faktor penting yang harus dijaga agar tetap balance yaitu :
- Menjaga nilai kurs stabil agar fluktuasinya tidak terlalu tajam
- Menjaga Infalsi sesuai target BI pada kisaran level sasaran, yaitu 5 % plus-minus 1% untuk 2011 dan 4.5% plus-minus 1% di tahun 2012
- Menjaga arus dana asing masuk (capital inflow) tetap bertahan dan tidak terjadi penarikan tiba-tiba (sudden reversal)
- Mendorong pertumbuhan kredit perbankan agar target 2,4% tercapai
Apakah kenaikan BI rate sebesar 6.75% akan bisa mengerem kenaikan laju inflasi di bulan Februari ini, mengingat masa-masa sekarang masih dalam musim paceklik. Atau kah sebaliknya? Kita lihat saja perkembangan selanjutnya.