Tercatat inflasi Desember 3010 mencapai 0,92%, sedangkan inflasi tahunan (year on year/yoy) Jan-Des 2010 sebesar 6,96%. Angka inflasi Januari 2011 akan BPS umumkan besok, selasa (1/2).
Sementara itu, World Economic Forum (WEF) di Davos, Swiss baru saja usai digelar,27-28 Januari 2011. Forum international yang kerap diadakan tiap tahun ini dihadiri para pemimpin global, politisi akademisi, dan pemimpin bisnis dari berbagai bidangguna berbagi penyampaian pemikiran baru, gagasan dan solusi atas masalah-masalah dalam perekonomian global.
Adalah masalah pangan, energi dan ketidakseimbangan global, tiga fokus isu penting menjadi sorotan di tahun 2011. Ketiganya berkaitan erat dengan masalah kemiskinan, keresahan sosial, keamanan, dan stabilitas politik. Seperti apa yang dilontarkan dalam pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, di Davis, Swiss, “Tingginya harga pangan dapat berimbas pada inflasi serta kemiskinan dan kelaparan yang bisa memicu krisis sosial dan politik”.
Indonesia yang saat ini sedang dilandainflasi akibat volatile food price atau gejolak kenaikan harga pangan. Harga pangan pun tak stabil, pantauan ketidakstabilan seperti halnya kebutuhan pangan pokok. Harga beras pun kian naik harganya, sempat menyentuh kisaran harga Rp 7.500/kg untuk beras medium. Belum lagi harga kebutuhan pangan lainnya yang terus kian mahal, sedangkan masyarakat banyak yang mengeluh. Tak bisa dipungkiri, inflasi pun dikuwatirkan akan meningkatkan angka kemiskinan tahun 2011.
BPS mencatat angka kemiskinan Indonesia sejak 5 tahun selalu mengalami penurunan, bisa dilihat bahwa jumlah penduduk miskin dari tahun Maret 2009-Maret 2010 berhasil turun 1,51 juta menjadi 31,02 juta atau 13,33% orang miskin.Walau mengalami penurunan, jumlah tersebut masih dianggap tinggi karena melihat kenyataan bahwa masih banyaknya jumlah masyarakat yang masig menerima subsidi untuk beras RasKin (Beras Miskin) dari pemerintah.
Outlook ekonomi dunia 2010-2011, adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi yang tidak stabil. Melongok pertumbuhan ekonomi di AS dan Eropa saat ini, terlihat stagnan dan masih terbelit soal konsolidasi, restrukturisasi utang. Sementara itu, Dollar AS dan Euro mengalami perlemahan nilai yang berkelanjutan, As juga masih akan melanjutkan kebijakan moneter ekspansif atau quantitative easing untuk mendorong perekonomiannya. Di lain hal, AS dan China terlibat perang kurs, dimana China menentang penyesuaian mata uang renmimbi dengan dalil akan mengerus daya saing China.
Kondisi di negara berkembang sendiri, banyaknya arus modal asing deras dan mengalir lancar membanjiri, namun menimbulkan masalah baru yaitu terjadinya ekses likuiditas valuta asing. Belum lagi dampak inflasi yang terjadi di karena kan volatile food price yang melanda beberapa negara berkembang yang tidak memiliki sumber daya memadai untuk mengurangi volatilitas yang secara langsung maupun tidak yang dikarenakan dampak dari adanya ketidakseimbangan gejolak perekonomian global.
Gambaran sekilas akan risiko terbesar yang dihadapi dunia di tahun bershio kelinci ini, adalah kenaikan masalah inflasi yang dipicu dari masalah likuiditas dari ketidakseimbangan global dan kenaikan harga pangan dan energi.
Tentunya kenaikan inflasi global ini jika dibiarkan akan menurunkan daya belidan daya saing perekonomian. Berbagai cara untuk menanggulangi inflasi diserukan, seperti halnya menaikan suku bunga kebijakan (policy rate) atau kebijakan lain untuk mengelola terjadinya ekses likuiditas melalui pajak, giro wajib minimum, atau memberi disentif bagi pemodal jangka pendek. Adapun efek samping negatif dari kebijakan tersebut, yaitu ketidakseimbangan nilai tukar dan hambatan dalam ekspansi ekonomi.
Indonesia, saat ini sedang menghadapi masalah inflasi yang dinilai mulai memasuki batas level mengkuatirkan dan haruslah segera dilakukan tindakan nyata. Walau banyak pakar ekonomi berpendapat bahwa inflasi dapat diatasi dengan menaikan suku bunga acuan atau BI Rate. Tidak halnya dengan Bank Indonesia, yang belum bersedia untuk menaikkan angka BI rate dan tetap mempertahankan di kisaran level 6,5%. BI pun perpendapat inflasi yang terjadi tersebut disebabkan bukan karena faktor moneter, namun bersumber dari gangguan ketersediaan bahan pangan (supply shock) yang disebabkan anomali cuaca.
Dalam forum Devos kemarin, kesejahteraan Indonesia terkait erat dengan masalah keuangan, energi dan pangan ditambah dengan pentingnya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dan masalah pengentasan kemiskinan.
Indonesia mempunyai banyak potensi untuk bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang positif dan memuaskan di tahun 2011 ini sehinga bisa menarik banyak investor untuk berinvestasi.
Untuk masalah pangan dan energi, harus memperhatikan sisi pasokan, yaitu kenaikan produksi adalah yang paling utama untuk diupayakan dengan biaya yang se-efisien mungkin. Semua itu diseimbangkan juga dari sisi permintaan, yaitu upaya peningkatan daya beli dan daya saing yang essensial, kebijakan fiskal dan moneter.