Menjadi orang Indonesia memang baru terasa kalau kita berada di luar negara ini. Karena selama masih berada di tanah air, kita tidak pernah atau jarang sekali ditanya orang mana. Kalau pun teman bertanya, maka jawabannya bisa ke daerah asal atau etnis kita. Namun kalau kita berada di luar negri jawabnya sudah pasti “ Indonesia”.
Dari sekian banyak perjalanan , ada pengalaman yang menyenangkan, lucu, unik, membanggakan, atau pun menjengkelkan, baik di dalam taksi , kendaraan umum, pertokoan, hotel, imigrasi, beacukai dan macam-macam lagi.
Salah satu yang sedikit lucu namun membanggakan saya sebagai orang Indonesia adalah kejadian di negri tetangga yaitu Thailand yang pada jaman dahulu disebut Siam, sedangkan dalam bahasa Thai sendiri disebut sebagai Muang Thai.Kejadian ini tidak mudah dilupakan karena selepas SEA Games ke 14 di Jakarta yang diselenggarakan pada bulan September 1987.
Masih dalam euforia kemenangan Indonesia yang baru saja untuk kesekian kalinya menjadi juara umum Pesta Olahraga Asia Tenggara itu, saya sempatkan menjelajah negri Thai yang pada waktu itu kebetulan bersaing ketat dan kebanyakan hanya menjadi peringkat kedua di beberapa SEA Games sebelumnya. Sebelum Indonesia bergabung ke SEA Games ke IX di Kuala Lumpur dan langsung menyabet gelar juara umum dengan 62 medali emas pada tahun 1977, Thailand lah yang hampir selalu merajai pesta olah raga yang masih bernama SEAP Games atau South East Asian Peninsula Games ini.
Ketika pesawat saya mendarat di Bandara Don Mueang yang saat itu merupakan satu-satunya bandara di Kota Bangkok sebelum dibangun bandara Suvarnabhum yang sangat megah dan modern dan mulai beroperasi pada tahun 2006.Bandara Don Mueang sendiri sekarang mulai dioperasikan lagi untuk beberapa “low cost airlines” sepertiAir Asia, Nok Air dsb. Pada saat itu semua maskapai penerbangan baik internasional maupun domestik tinggal landas dan mendarat di lapangan terbang yang mulai beroperasi pada tahun 1914 ini.
Pada Tahun 1987 an, akses dari bandara ke pusat kota Bangkok dapat ditempuh baik dengan taksi, bus, maupun kereta api.Jalan-jalan di kota Bangkok pada saat itu sangat terkenal dengan kemacetannya yang bahkan lebih parah dibandingkan Jakarta. Pada saat ini , walaupun masih macet, namun lalu lintas di Bangkok sudah lumayan lebih lancar karena ada pilihan baik menggunakan BTS atau Bangkok Sky Train yang melayang di udara ataupun MRT yang menerobos terowongan di bawah tanah kota yang dalam bahasa setempat disebut juga Krung ThepMaha Na Khon ini. Konon nama aslinya sendiri sangat panjang sehingga orang Thai sendiri sulit menghafalkannya.
Kendaraan umum di Bangkok cukup banyak pilihan, selain bus kota baik yang ber AC maupun tidak ada juga perahu yang hilir mudik di Sungai Chao Praya atau sungai raja-raja. Untuk bus ber AC, ongkosnya sekitar 10 Baht . Pada saat itu 1 USD senilai dengan 25 Baht , sedangkan ongkos untuk bus kota biasa di Bangkok hanya sekitar 2 Baht saja.Berbeda dengan di Jakarta, kondektur bus maupun perahu di kota Bangkok kebanyakan para wanita. Sebagian besar bahkan gadis Thai yang cantik dan masih berusia belasan tahun.Mereka membawa sebuah kaleng berbentuk bulat seperti silinder yang isinya adalah uang logam . Sambil memegang tiket di tangan kananmenggoyangkan kaleng silinder dengan tangan kiri, sang gadis kondektur berkeliling dan menarik tambang atau pun ongkos dari setiap penumpang.
Berbelanja juga merupakan kegiatan yang menarik di Bangkok. Untuk soal harga bisa lebih murah dibandingkan dengan di Jakarta asalkan kita pandai menawar. Pada suatu kesempatan, saya mampir ke sebuah pasar tradisional dan menanyakan harga suatu barang sambil menunjuknya.