Kuching memang sarat dengan peninggalan sejarahnya yang panjang. Negri Sarawak memiliki sejarah yang sedikit berbeda dengan negri lain di Malaysia, khususnya di semenanjung. Sarawak, sama seperti Sabah, terletak di Malaysia timur dan bergabung dengan Federasi Malaysia baru pada tahun1960 an. Kalau negeri-negri lain di semenanjung merupakan kesultanan , maka Sarawak memiliki sejarah yang unik. Sarawak, pernah menjadibagian dari kesultanan Brunei, dan kemudian diperintah oleh White Rajah atau sultan-sultan berkulit putih.
Sambill menyusuri promenade atau water front di tepian sungai Sarawak yang permai, secara tidak sengaja kami bertemu dengan sebuah dermaga perahu sampan atau tambang yang bisa membawa kami menyebrang sungai ini menuju Fort Margherita dan juga Astana.
Akhirnya kami menurunitangga dan kemudian menuju ke dermaga. Sebuah sampan yang sedang berlayar kemudian mendekati dan menawarkan berlayar di sungaiselama setengah jam dengan ongkos 30 ringgit. Kami menolak dengan santun dan kemudian sebuah sampan yang memang memiliki rute tetap pun bersandar.
Sampan menunggu tidak terlalu lama sampai penumpang berjumlah delapan orang. Tukang sampan kemudian mulai mengemudikan perahu menyebrangi sungai sambil mengumpulkan tambang atau ongkos yang relatif sangat murrah. Tidak sampai 1 Ringgit Malaysia saja.
Perahu motor itu kemudian menderu menyebrangi sungai . dan dalam pelayaran singkat ini, terpampanglah wajah kota Kuching yang cantik di kedua belah sisi sungai. Gedung Muzium Kebudayaan Cina, Toa Pekong, dan juga Hotel Hilton tampak di satu sisi, serta bayang-bayang Astana dan DUN ada di sisi yang lain, sementara Fort Margherita hanya terlihat sebagian karena tersembunyi di balik pepohonan yang rimbun.
Setelah berlayar sekitar enam menit, Sampan pun merapat di dermaga sebarang. Sebuah petunjuk jalan menuntun kami menuju Fort Margheriha. Kami tinggal mengikuti petunjuk jalan yang ternyatamelewatiperkampungan. Kami melewati sebuah sekolah dan juga bahkan ada seekor kuda yang sedang ditambat oleh pemiliknya seakan-akan menyambut kami di Fort Margaretha atau “Kubu Margherita” dalam Bahasa Melayu.
Benteng yang Menjadi Museum
Akhirnya dari kejauhan sudah tampak sebuah benteng , yang bagaikan sebuah puri kuno dengan arsitektur model Rennaissance. Warna temboknya yang di cat putih kian membuat benteng ini makin mempesona . Sementara warna pintu dan bagian lainnya dicat coklat tua.
Sebuah papan keterangan yang sedikit kumuh menyambut kami dalam dua bahasa. Dijelaskan bahwa tempat ini dibangun oleh rajah putih yang ke dua yaitu Sir Charles Brooke dan dinamakan sesuai dengan nama istrinya yaitu Ranee Margherita.Ranee sendiri artinya adalah Ratu atau Raja perempuan. Dalam papan itu dijelaskan bahwa bangunan ini diselesaikan pada tahun 1879 . Bangunan ini pernah digunakan sebagaiMusium Polisi dimana dipamerkan model-model senjata polisi jaman dahlu, dan juga sebuah rekonstruksi ruang pemadat dan juga alat-alat hukuman gantung bagi pelaku kriminal.
Ketika kami memasuki halaman benteng ini. Seorang pegawai berseragam polisi berwarna biru meyambut kami dan dengan sopan meminta kami mengisi buku tamu, Tidak dipungut bayaran untuk berkunjung kesini, tetapiternyata tidakada seorang pun yangberkunjung disana pada saat itu sehingga seluruh kawasan benteng di tepi sungai Sarawak ini menjadimilik kami dan hanya ditemani sang penjaga museum itu.
Mendekati pintu masuk utama dari halaman yang dipenuhi rumput hijau. Benteng ini tampak bertingkat tiga dengan bagian paling atas memiliki lekukan khas bagaikan benteng buah catur. Di tingkat tiga terdapat dua buah jendela berwarna coklat yang tertutup rapat. Jendela dengan bentuk dan warna yang sama ada juga di lantai dua, Cuma hanya ada satu buah dan diletakkan dengan manisnya di antara dua jendela di lantai tiga. Pintu utama di lantai satu terbuka lebar dan juga berwarna coklat tua. Pendek kata di benteng ini hanya ada dua warna yaitu putih dan coklat tua.
Di atas pintu ada semacam emblem bendera berbentuk salib dengan warna kuning merah dan coklat tua. Di bawahnya bertuliskan bahasa latin “Dum Spiro Spero”. Tulisan ini sendiri artinya kira-kira Selama Saya Masih Bernafas Saya masih selalu Berharap. Dibawahnya tertera angka tahun 1880.Wah sedikit berbeda dengan angka tahun 1879 yang dijelaskan di papan yang ada di depan benteng.
Memasuki benteng, baru terasa aroma tua benteng ini. Berada di halaman dalam benteng ini bagaikan berada di dalam penjara dengan beberapa menara pengintai di sudutnya. Ada tangga menuju bagian atastembok untuk melihat ke sekeliling benteng. Nampakpemandangan kota Kuching dengan Sungai Sarawak yang indah.
Sementara di bagian dalam halaman di pamerkanbeberapa meriam kuno yang semuanya diarahkan ketengah halaman dimana terdapat sebuah tiang bendera. Di bagian bawah pagar, tampak jendela jendela kecil berwarna coklat. Mungkin tempat ini pernah dijadikan sebuah penjara.
Makam Margherita yang Kesepian
“Disana makam Margherita”, tambah sang penjaga museum sambil menunjuk ke halaman yang luas di depan benteng ini.Kami berjalan perlahan menuju makam di ini. . Nisan yang terletak sendirian, dengan sebuah salib besar ini terasa sangat indah namun sekaligus tragis dan menyedihkan. Karena Margherita, sebuahnamanya indah.. Jasad nya tekubur sendiri jauh dari tanah kelahiran di Eropa sana.
Kami sempat mendekati makam, di bawah teriknya sang surya. Makam ini berkilauan memantulkan cahaya, seakan-akan bercerita bahwa si empunya jasad pernah juga berkilau di abad lampau di negri Serawak. Dan seperti juga semboyan Dum Spiro Spero, Margherita selalu berharap selama Sang Rani masih Bernafas.