Dalam perkembangannya, Perpustakaan Kota Yogyakarta memang masih memiliki beberapa kekurangan dalam bentuk fisik. Kekurangan fisik seperti jumlah tempat duduk di gazebo atau shelter yang jumlahnya terbatas, apalagi di jam-jam puncak 09.00-14.00 biasanya tidak ada kursi yang tersisa. Akan tetapi bagi saya ini juga bukan masalah besar, kekurangan ini justru menunjukkan adanya peningkatan pelayanan yang semakin baik sehingga kunjungan ke perpustakaan terus bertambah.
Tahun mendatang saya membayangkan jika keterbatasan lahan untuk menambah fasilitas gazebo dapat disiasati dengan cara-cara unik. Desain unik ini seperti memanfaatkan ruang di atas shelter yang ada sekarang, jadi semacam shelter bertingkat, di atasnya masih bisa dimanfaatkan untuk tambahan ruang fasilitas wi-fi.
Desain unik, kreatif dan muda biasanya lebih menarik perhatian, terutama jika digunakan di bangunan publik seperti perpustakaan. Pelayanan Perpustakaan Yogyakarta memberikan contoh baru tentang model pelayanan publik yang lebih menyatu dengan warga kota, melebur dan dapat diterima semua kalangan. Tidak ada salahnya sesekali pemerintah kita melakukan pendekatan yang unik dalam menarik minat warganya berkunjung ke perpsutakaan, seperti penyediaan fasilitas serba gratis tersebut.
Pendekatan unik yang dilakukan oleh pemerintah kota agar warga memanfaatkan dengan baik ruang publiknya sudah dibuktikan oleh Walikota Bandung dengan Taman Jomblo dan Walikota Surabaya dengan Taman Bungkulnya. Keluar dari pakem dan konsep di pemerintahan yang serba kaku dalam merencanakan desain ruang publik nampaknya lebih mudah diterima msayarakat karena pemerintah tahu apa yang disukai warganya. Dan Jogja perlahan mencapai target kebahagiaan warga kotanya dengan slogan yang paling dekat yakni "Kota Pelajar" melalui inovasi pelayanan di perpustakaannya.
***