Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

yang Terlupakan (Kiprah Ilmuwan Indonesia di Tanah Asing)

14 Juli 2013   13:10 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:34 1315 1

Ketidakseimbangan “asupan gizi” informasi bagi pemirsa/penonton Indonesia memang tak terelakkan lagi. setiap hari kita hanya dijejali siaran yang itu-itu saja. Bahkan siaran politik pun lebih mirip acara talk show selebriti dengan topik biasa yang dipanas-panasi oleh pihak stasiun tv. Jarang sekali ada stasiun tv yang mengulas kiprah mengenai kontribusi anak muda Indonesia yang sukses di luar negeri. Padahal informasi ini tentu sangat bermanfaat bagi anak muda Indonesia untuk membangkitkan semangat mereka meraih cita-cita dan melakukan banyak hal untuk negara dan khususnya bagi pengembangan potensi diri.

Biaya yang dikeluarkan untuk politik memang besar, karena Indonesia memang besar ditinjau dari segi geografisnya. Gejolak politik yang terjadi di berbagai daerah lebih mendominasi konsentrasi pemerintah. Biaya penelitian?Atmosfer untuk riset dan kesejahteraan ilmuwan saja bahkan sangat nihil/minim dana segar. Melihat pemberitaan di media dengan ragam berita bombastis seakan memutus harapan apakah bangsa kita sama sekali tak memiliki kebanggaan apa-apa lagi?.

Tidak heran apabila banyak peneliti dari Indonesia yang hengkang ke luar negeri, karena mereka (ilmuwan) lebih dihargai di tanah asing. Sementara di dalam negeri, anak-anak dituntut untuk meraih prestasi di berbagai bidang untuk mengharumkan nama bangsa, namun semua itu hanya semusim, entah beberapa tahun kemudian kiprah mereka tak terdengar lagi. Saya yakin bangsa kita tidak tuli dengan gaung kiprah anak Indonesia yang ada diluar sana, bangsa mendengar tapi tidak mampu berbuat apa-apa.

Kita patut bangga bahwa  ada di seberang sana, Jerman, Amerika, Jepang, Asutralia, Thailand, Belanda, dan beberapa belahan lain menyatukan diri dalam 1-4 (Ikatan Ilmuwan Internasional Indonesia). Adalah Achmad Aditya, kelahiran Tanjung Karang, Lampung, 13 Oktober 1979 yang menjabat Sekjen Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (2009-2011) dan kandidat doktor bidang kelautan di Universitas Leiden bekerja keras dan konsisten mengumpulkan, mencari tahu berapa banyak ilmuwan Indonesia di luar negeri, siapa mengerjakan apa, dan di mana alamat mereka. Setelah itu menghubungi satu per satu, membujuk, dan meyakinkan mereka tentang ide Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I-4) agar memberi komitmen.

Aditya berpendapat bahwa sepak terjang orang di Indonesia tidak bisa dianggap remeh. Ilmuwan Indonesia bahkan banyak yang memberi kontribusi besar bagi kemajuan negara asing, salah satunya adalah Nelson Tansu. Nelson Tansu Pria kelahiran 20 Oktober 1977 ini adalah seorang jenius. Ia adalah pakar teknologi nano. Fokusnya adalah bidang eksperimen mengenai semikonduktor berstruktur nano. Teknologi nano adalah kunci bagi perkembangan sains dan rekayasa masa depan. Inovasi dari ilmu yang dikuasai oleh Nelson Tansu akan mempengaruhi kehidupan sehari-hari umat manusia di seluruh dunia. Salah satu penemuannya adalah mampu memberdayakan sinar laser dengan listrik superhemat. Sementara sinar laser biasanya perlu listrik 100 watt, di tangan Nelson Tansu cuma perlu 1,5 watt (Suhud Haris).

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun