Biaya untuk masuk jalan tol pun boleh dibilang cukup mahal. Untuk tol dalam kota, misalkan, kita harus merogoh kantong untuk merelakan uang sejumlah Rp 6500 untuk diberikan pada petugas penjaga loket tol, sehingga mobil kita dapat dipersilahkan meluncur di jalan tol yang halus dan mulus itu, luas lagi.
Padahal, boleh dibilang uang Rp 6500 sudahlah cukup untuk sepiring nasi beserta lauknya di warung yang relatif sederhana. Tetapi untuk jalan tol ini, hanya untuk lewat jalan lebar itu doang. Jadi, kalau boleh dibandingkan, biaya jalan tol ini pun cukup mahal untuk ukuran masyarakat Indonesia.
Memang jalan tol sudah dibuat lebar-lebar, dan loket tol pun sudah cukup banyak. Namun yang cukup disayangkan adalah, dalam pengoperasiannya, beberapa loket jalan tol masih ditutup. Terutama jika jalan cukup sepi, hanya 1-2 loket yang dioperasikan. Padahal bila sudah mulai mengantri, loket-loket pun tidak segera dibuka.
Memang, terlihat bahwa sebagian loket tol ditutup untuk penghematan. Tetapi apa sih sebenarnya yang dihemat? Toh petugas jaga jalan tol tersedia, tetapi kenapa tidak dimanfaatkan untuk standby di loket jalan tol?
Ini mungkin karena paradigma pelayanan oleh perusahaan jalan tol masih rendah sekali. Sama sekali tidak ada inisiatif dari perusahaan jalan tol untuk melayani pengguna jalan tol dengan baik. Padahal pengguna jalan tol sudah membayar biaya jalan tol yang cukup mahal, tetapi pelayanan yang diberikan pun seadanya. Bahkan pengguna jalan tol dibiarkan lama mengantri karena tidak semua loket dibuka.
Paradigma pelayanan untuk jalan tol seharusnya lebih ditingkatkan. Terutama dengan memastikan bahwa semua loket tol dibuka 24 jam, sehingga tidak ada lagi antrian yang disebabkan oleh tidak dibukanya loket tol. Itu baru menunjukkan pelayanan jalan tol yang baik. Pengguna jalan tol pun tidak pernah didiskon untuk pembayaran pelayanan jasa tol, mengapa pelayanannya harus dikurangi?