gambar dari kampungtki.com Dalam suatu kegiatan pendidikan dan latihan di Malang, saya dan beberapa teman diberikan tugas untuk membuat laporan tentang usaha berskala kecil yang ada di sekitar lokasi diklat. Waktu yang diberikan sangat singkat berkisar satu jam, sehingga setelah berembug dengan teman akhirnya dipilihlah sebuah warung bakso. Selain lokasi yang dekat, faktor penghuni perut yang sering complain menjadi salah satu pertimbangan dan penentu untuk memasuki warung bakso. Tampaknya warung bakso tersebut sangat digemari masyarakat, karena benyak pengunjung yang datang untuk membelinya.
Duduk berhadapan, langsung membuat schedule dan pembagian tugas sambil menunggu pesanan datang. Mencoba untuk mendekati sang pemilik warung bakso, untuk sekedar meminta informasi tentang usahanya. Deal tercapai. Pemilik warung siap dan alhamdulillah tidak berkeberatan. Mengingat warung ramai maka sang pemilik kemudian memanggil beberapa tenaga kerja yang ada didalam rumah untuk menggantikan posisi sang pemilik warung bakso untuk melayani para pembeli. Interview dengan pemilik warung menjadi tugas saya. Sambil menikmati bakso obrolan santai saya ciptakan, agar betul-betul memperoleh informasi yang saya harapkan. Sangat sederhana pertanyaan yang saya ajukan untuk membuka pembicaraan. Pertanyaan berkisar tentang faktor yang mempengaruhi untuk mendirikan warung bakso ini. Sungguh diluar dugaan saya, pertanyaan ini ternyata membawa kenangan sang pemilik bakso ke tahun 1998, saat negeri kita ini terkena krismon. Sang pemilik bakso bercerita panjang lebar tentang usaha pertama yang dahulu digelutinya adalah sebuah warung makan yang besar dan sukses, namun krismon telah menghancurkan usahanya. Beberapa tahun kemudian, tahun 1990-an beliau dengan segala daya upaya akhirnya dapat membuka usaha baru yaitu warung telekomunikasi alias wartel. Usaha wartel terus berkembang karena prospeknya sangat bagus, tetapi pada akhirnya usaha wartel rontok juga dengan kehadiran handphone. Usaha wartel yang didirikan pun terbentur dan termakan oleh kemajuan tehnologi. Tehnologi memang bagai mata pisau yang sangat tajam, manakala kita tak mampu mengarahkannya maka kerugianlah yang akan kita dapat. Kegagalan tak mampu membunuh jiwa bisnisnya. Sebuah spirit yang fantastis, ditunjukkan kepada kita yaitu sikap tanpa kenal lelah dan selalu membaca peluang yang muncul. Berawal dari kegagalan-kegagalan , akhirnya usaha warung bakso menjadi alternatif sebagai pengganti usaha wartel dan usaha warung baksonya masih tetap eksis sampai saat ini. Bahkan tergolong sukses karena banyak penikmat bakso yang datang. Uraian dan jawaban dari satu buah pertanyaan rasanya sudah cukup dijadikan dasar menyusun laporan tentang usaha skala kecil. Waktu tersisa 20 menit, pertanyaan-pertanyaan mengenai permodalan, bahan baku, alat dan yang lain-lain tidak sempat saya tanyakan karena waktunya yang sangat terbatas. Pertanyaan yang kedua atau terakhir adalah tentang bagaimana caranya sehingga usaha warung bakso ini dapat berkembang dan dikenal oleh masyarakat. Luar biasa, beliau menjelaskan dengan sangat
perfect tentang konsep
Attitude, Attention dan Action dalam pelayanan prima. Sikap, perhatian dan tindakan kita adalah kunci dalam memberikan layanan kepada konsumen, begitu penjelasannya. Sangat asyik sebenarnya ngobrol, namun waktu rasanya berjalan cepat. Akhirnya disisa waktu yang ada laporan disusun secara sederhana. Setidaknya banyak pelajaran yang dapat kita ambil dari sang pemilik warung bakso, diantaranya adalah karakter kerja keras, berani mengambil resiko, tahan banting, pandai mengambil peluang, penguasaan tehnologi dan karakter positif lain yang dapat kita tauladani. Terima kasih untuk sang pemilik warung bakso di Malang sana. Terima kasih atas sharingnya. Salam ..
KEMBALI KE ARTIKEL