Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

“Pemaksaan” Sistem Politik di Timur Tengah

12 Maret 2011   07:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:51 696 0
Negara-negara di seluruh dunia terus mengadakan perubahan-perubahan terhadap sistem pemerintahan agar negara dan terutama rakyatnya dapat lepas dari jeratan dan cekikan kemiskinan.

Salah satu sistem pemerintahan yang menjadi idam-idaman saat ini adalah sistem pemerintahan yang berlandaskan asas demokrasi. Sebagian besar negara-negara di seluruh dunia telah menggunakan sistem pemerintahan yang berlandaskan asas dari, untuk, dan oleh rakyat ini. Penyebarannya sangat luas akhir-akhir ini sampai ke negara-negara yang sudah berpuluh-puluh tahun menggunakan sistem pemerintahan yang lain, kini mulai sedikit demi sedikit mengubahnya menjadi demokrasi.

Penerapan sistem demokrasi kini tengah dicoba oleh negara-negara timur tengah yang notabene sudah berpuluh-puluh tahun menjujung sebuah rezim. Negara yang telah berhasil menggulingkan rezim adalah negara Mesir. Rakyat Mesir yang sudah merasa bosan dan geram dengan rezim Hosni Mubarak melakukan demonstrasi besar-besaran meminta adanya reformasi di negara mereka. Dengan tekanan yang luar biasa besarnya dari rakyat mereka, akhirnya Hosni mubarak mengundurkan diri. Dengan demikian Mesir telah melakukan sebuah reformasi dan revolusi di negara mereka untuk menata ulang pemerintahan negara mereka.

Namun benarkah sistem demokrasi ala barat ini dapat diadopsi dan sesuai digunakan oleh negara-negara timur yang sebagian besar masyarakatnya Islam? Atau jangan-jangan karena penggunaan sistem politik ala barat inilah yang menyebabkan negara-negara di timur tengah bergejolak? Untuk menjawab hal tersebut kita perlu menelisik sejarah kepemerintahan di negara-negara Islam tersebut. Seperti kita tahu bahwa sebelum negara-negara timur tengah jatuh dalam penjajahan barat, kondisi masyarakat relatif masih hidup dengan damai dalam naungan sistem pemerintahan dengan pilar-pilar Islam.

Salah satu contoh kebobrokan dengan penggunaan demokrasi terjadi di mesir. Kekuasaan di Mesir diatur dengan sistem semipresidensial multipartai. Secara teoritis, kekuasaan eksekutif dibagi antara presiden dan perdana menteri namun dalam prakteknya kekuasaan terpusat pada presiden, yang selama ini dipilih dalam pemilu dengan kandidat tunggal. Mesir juga mengadakan pemilu parlemen multipartai.

Pada akhir Februari 2005, Presiden Mubarak mengumumkan perubahan aturan pemilihan presiden menuju ke pemilu multikandidat. Untuk pertama kalinya sejak 1952, rakyat Mesir mendapat kesempatan untuk memilih pemimpin dari daftar berbagai kandidat. Namun, aturan yang baru juga menerapkan berbagai batasan sehingga berbagai tokoh, seperti Ayman Nour, tidak bisa bersaing dalam pemilihan dan Mubarak pun kembali menang dalam pemilu.

Kesewenang-wenangan presiden Hosni Mubarak tersebut dipengaruhi ketidakmampuannya menyerap pilar-pilar pemerintahan Islam yang secara historis telah menjadi jiwa negara Mesir. Negara yang hampir delapan puluh persen warganya muslim tersebut walaupun kini menjadi negara republik namun sulit sekali memisahkan jiwa pemerintahan Islam yang menjadi dasar falsafah negara sejak dulu.

Pilar-pilar pemerintahan di Mesir dan negara-negara timur tengah itu adalah pemerintahan Islam. Pemerintahan Islam ini sudah digunakan sejak berabad-abad yang lalu oleh negara-negara timur tengah. Tepatnya, pemerintahan islam dipakai setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW., yaitu dengan hadirnya sosok pemimpin yang datang dari sahabat-sahabat nabi yang lebih dikenal dengan nama khalifah.

Kekuasaan oleh seorang khalifah pada jaman itu berlangsung dengan baik. Artinya, sedikit sekali terjadi pergolakan-pergolakan. Rakyat merasa puas dengan kepemimpinan khalifah yang bisa membuat mereka hidup sejahtera. Bahkan, pada masa kekhalifahan daerah kekuasaan mereka terus diperluas sampai ke Eropa.

Keberhasilan pemerintahan Islam pada saat itu tidak lain dikarenakan sistem pemerintahan Islam dibangun atas empat pilar yang kokoh: Pertama, kedaulatan di tangan syara' bukan di tangan rakyat. Kedua, kekuasaan adalah milik umat. Ketiga, mengangkat satu Khalifah hukumnya wajib bagi seluruh kaum muslimin. Dan keempat, hanya Khalifah yang berhak melakukan tabbani (adopsi) terhadap hukum-hukum syara'.

Islam memerintahkan kepada kaum Muslimin dan negara hanya tunduk kepada hukum syariat Islam. Kehendak seorang muslim atau umat, tidak diatur oleh dirinya sendiri atau umat, melainkan diatur oleh Allah swt dengan seluruh perintah dan laranganNya.

Kekuasaan atau pemerintahan di tangan umat, berdasarkan tatacara yang telah ditentukan oleh syara' dalam mengangkat khalifah yang dipilih oleh kaum muslimin, yaitu dengan cara baiat. Umatlah yang berhak memilih penguasa, apakah secara langsung atau melalui ahlul halli wal aqdi. Tidak seorangpun dapat menjadi penguasa kecuali telah dikehendaki umat, yang ditunjukkan dengan baiat. Hanya saja, kekuasaan yang diberikan itu hanyalah untuk menjalankan syariat Islam (kedaulatan Allah) semata.

Dalam praktek pada masa kekhilafahan, Islam telah menyerahkan hak ini kepada kepala negara (khalifah) yang terpilih dalam pemilihan umum. Kepala negara diangkat oleh umat. Oleh karena itu, di dalam Islam kekuasaan berada di tangan umat. Siapapun yang terpilih, maka ia berhak menduduki jabatan sebagai kepala negara. Khalifah yang dipilih dan dibaiat rakyat haruslah satu orang saja dan ini merupakan kewajiban bagi kaum muslimin.

Khalifah sajalah satu-satunya yang berhak untuk menetapkan hukum. Pilar keempat tersebut menarik untuk kita bahas dan kita kaji penerapannya dalam masa pemerintahan negara-negara timur tengah sekarang ini. Perlu kita pertanyakan kualitas pemimpin-pemimpin negara-negara Islam tersebut. Masihkah mereka mempunyai kualitas yang sebanding dengan kualitas pemimpin-pemimpin yang terdahulu terutama saat mereka menerapkan hukum di daerah kekuasaan mereka.

Memang perlu kita akui bahwa sepeninggal khalifah Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali, tidak ada lagi pemimpin yang sebaik dan setangguh mereka. Bahkan kualitas pemimpin kini semakin lama semakin buruk.

Pemimpin-pemimpin Islam di negara-negara timur tengah banyak yang tidak mengikuti pilar-pilar pemerintahan Islam lagi. Bahkan mereka tidak jarang malah memanfaatkan pilar-pilar tersebut untuk kepentingan pribadi mereka sendiri. Sebagai contoh pilar tentang kekuasaan yang diberikan secara penuh kepada seorang khalifah diselewengkan dan mereka artikan sebagai kekuasaan yang absolut. Lebih dari itu mereka menggunakan hukum untuk melindungi mereka dari tindakan-tindakan mereka yang tidak baik.

Tidak mengherankan jika sekarang ini kepercayaan masyarakat di negara-negara timur tengah terhadap pemimpinnya perlahan mulai luntur. Ketidakberhasilan dan ketidakmampuan pemimpin timur tengah dalam menerapkan sistem pemerintahan Islam membuat roda-roda pemerintahan tidak berjalan dengan baik.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun