Sayang, seribu kali sayang, kemungkinan yang banyak itu tidak ada dalam pikiranku di sore mendung itu. Aku pergi begitu saja ketika sang ibu berada di depan gedung tempat aku baru saja mengikuti acara tentang Palestine. Aku pergi begitu saja, hanya menyisakan tatapan iba (mungkin) dan niat untuk memberikan snack yang masih utuh di dalam tasku (hanya NIAT), tapi niat itu segera menguap bersama mendung--bersama keangkuhan.
Aaaah, dan aku tidak merasa bersalah atau merasa meninggalkan sebuah kesempatan emas berbuat kebaikan. Aku tidak menyesal! Aku pulang dengan senyum tetap tersungging manis.
Tak berapa lama, sampailah aku di kontrakan mungil yang aku tinggali bersama 4 orang sahabatku. Mungkin disinilah aku (sedikit) menyadari bahwa aku harus berbagi dalam keadaan apapun, hanya sedikit. Dan akhirnya aku membagi jatah snack-ku itu untuk salah satu orang rumah. Tapi masih tersisa sebuah 'arem-arem'. Karena masih belum merasa lapar, aku pun belum memakannya.
Singkat cerita, di pagi hari aku menemukan si 'arem-arem' tak berdosa itu sudah berlendir. Aaaaaa, di saat itu juga aku baru menyesal sedalam-dalamnya, mengapa aku tak membagi saja dengan ibu pengemis sore itu? Mengapa aku harus menunda sebuah kebaikan, padahal kebaikan itulah yang mendatangiku?
#hikmahnampol.