Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Kartini Masa Kini??

10 April 2013   15:10 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:25 236 0
Sudah bukan menjadi suatu rahasia lagi, bahwa beberapa perusahaan di Ibu Kota sudah mulai merelokasi perusahaan mereka atau kegiatan produksi mereka ke wilayah di Jawa Tengah. Dan itu bukan karena gertakkan Pak Jokowi atau Pak Ahok semata, karena lebih pada kondisi realistis dilapangan sebagai satu hal yang dipertimbangkan oleh Pengusaha.

UMR di Jawa Tengah, tentu saja masih dibawah UMR Ibu Kota, biaya hidup di Jawa Tengah dibilang masih cukup murah, harga makanan kebutuhan bahan pokok sebetulnya sebanding, namun masih bisa dibilang dengan kuantitas yang sedikit lebih banyak. Lebih lagi, kultur budaya Jawa, dimana orang Jawa cenderung penurut, manut ..dan tidak terlalu reaktif. Jadi dituntut untuk dapat kualitas dan kuantitas sesuai target  dan banyak lagi tuntutanpun, karakternya  masih manut .. barangkali begitu. Jadi tidak heran..Pak Ahok menyarankan..kalau .. mau pindah ke Jawa Tengah ya silahkan..

Di satu sisi, peluang kerja di Jawa menjadi lebih banyak, lebih kompetitif. Selain perusahaan - perusahaan itu sendiri membutuhkan pekerja..disisi lain, geliat ekonomi sebagai sarana pendukung pun ikut marak. Mulai dari kost-kostan, rumah kontrakan sederhana, angkot, ojek, warung makan, penjual pulsa, jasa laundry murah meriah, sampai jasa penitipan anak. (Karena bila pekerja itu para wanita, maka kebanyakan anak-anak nya tidak ada yang mengurus.Bila sang suamipun harus bekerja).

Sedihnya, bila lapangan kerja membutuhkan lebih banyak wanita, kalau bisa masih single, lulusan SMA/SMK sederajat.. Bila terpaksa ..SMP tapi  berpengalamanpun OK. Alhasil..banyak para pemuda menjadi pengangguran, para bapak menjadi pengasuh anak-anak mereka dan tugas utama pencari nafkah menjadi bergeser kepada para wanita tersebut.

Inilah, fakta yang terjadi saat ini, banyak para ibu / wanita menjadi tulangpunggung di keluarga.. Sebetulnya tidak dipersoalkan bila para wanita ingin meringkan pekerjaan suami dengan mendapatkan income tambahan. Namun menjadi masalah bila si ibu menjadi berkurang prioritasnya kepada anak dan keluarganya.

Contoh realnya, bila si ibu habis melahirkan dan telah habis masa cutinya, sewaktu kembali bekerja, belum tentu perusahaan ditempat dia kembali menyediakan fasilitas "Pojok Asi" agar ASI ibu tidak terbuang percuma dan belum tentu pekerja tersebut memperoleh ijin untuk memerah Asi pada jam kerja. Atau hal lain.. dimana sebentar lagi ujian kenaikan kelas. Ntah apakah para ibu masih ada waktu mendampingi anak mereka belajar atau lebih menempuh mengikutkan anak-anak mereka untuk les mata pelajaran baik kepada gurunya atau bimbingan belajar.. (Ya itu bila kondisi keuangan cukup.. bila tidak memungkin ..barangkali ibu akan memilih mengajari / menemani anak-anak mereka belajar..dengan kondisi kepenatan dan kepayahan setelah bekerja.. )

Inilah potret sebagian Kartini jaman sekarang..apakah ini menjadi jawaban atas apa yang beliau harapkan ataukah karena bergulirnya kondisi dan tuntutan jaman ???

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun