Pada 2008, Istri Saya memutuskan untuk istirahat dari pekerjaan sebagai guru honorer di sebuah sekolah swasta. Sejak itu, otomatis kegiatannya hanya mengurus anak dan rumah. Anak pertama sudah berusia 4 tahun dan yang kedua 1,5 tahun. Kesibukan sedikit berkurang.
Mengisi waktu luang, Istri Saya berkeinginan untuk belajar memulai usaha. Ada beberapa alternatif usaha saat itu. Penyewaan alat-alat catering, membuka cucian motor di depan rumah orang tua dan membuka kios pakaian muslim di pasar tradisional yang lokasinya tidak terlalu jauh dari tempat tinggal.
Membuka kios pakaian muslim menjadi pilihan utama. Pertimbangannya waktu itu mendekati bulan ramadan dan sebentar lagi lebaran. Disaat itu kebutuhan akan busana muslim tentunya meningkat.
Saya dan Istri sempat berkeliling pasar tradisional terdekat untuk mencari kios yang disewakan. Namun harga sewanya cukup mahal, ada yang murah tapi lokasinya kurang stategis.
Terbatasnya dana dan siapa yang akan mengurus anak, jika harus menjaga kios sepanjang hari, membuka kios pun ditunda. Namun, semangat untuk memulai usaha meski kecil-kecilan sedang membarah. Jadi pantang ditunda. Jalan tengah, jualan busana muslimnya dilakukan di rumah. Persiapan pun dimulai. Tentunya tidak terlalu sulit. Apalagi sebelumnya Kita sudah kontak dengan beberapa agen penjualan busana muslim dan produsennya langsung.
Sasaran pasarnya waktu itu, baru terbatas pada warga sekitar rumah. Kompleks tempat tinggal Kami berada ditengah perkampungan, sehingga pemasaran tidak terbatas pada tetangga samping kiri dan kanan.
Setelah tahu calon pembeli, baik usia maupun tingkat ekonominya, yakni masyarakat menengah kebawah Saya dan Istri mulai mencari busana muslim yang cocok. Baik model maupun harga. Pemesanan dilakukan melalui email atau short massage service (SMS). Well..........., pesanan pertama datang dan langsung di serbu.
Seiring waktu, satu tahun berjalan permintaan terus bertambah. Tidak hanya warga sekitar, pembeli terus berdatangan berkat infomasi dari mulut ke mulut. Jenis barang yang diinginkan juga beragam. Pada awalnya, kami hanya menyediakan busana muslim anak, jilbab dan tas. Namun, kemudian ada yang minta busana muslim untuk orang dewasa, mukena dan aksesoris muslimah lainnya.
Bertambahnya permintaan sebenarnya khabar baik, tetapi Kita jadi bingung untuk memenuhinya. Ya, dana yang tersedia sangat terbatas, karena tidak semua penjualan secara tunai, banyak juga yang mencicil.
Ditengah kesulitan dana mendera, angin segar berhembus. Kantor tempat Saya bekerja mendapat tawaran pinjaman dana dari sebuah bank syariah. Saya dan beberapa karyawan pun mengajukan pinjaman. Apalagi bunga dan jangka waktu pembayaran yang ditawarkan sangat menggiurkan.
Plafon dana yang disediakan disesuaikan dengan kebutuhan nasabah, maksimal Rp50juta. Sementara jangka waktu pembiayaan berkisar 1-5 tahun. Untuk mendapatkan pinjaman juga tidak ada syarat yang rumit. Cukup mengisi formulir permohonan pinjaman, foto kopi kartu tanda pengenal suami dan istri, kartu keluarga dan slip gaji. Pembayaran angsuran juga langsung di potong dari gaji setiap bulannya.
Sejak itulah, Saya lebih akrab dengan bank syariah. Berkat dana pinjaman tersebut, semua keinginan pembeli dapat di penuhi dan tidak ada yang kecewa. Hingga sekarang usaha Kami berjalan lancar, meski sekarang ini sedang sepi. Pembayaran angsuran ke bank juga tidak ada kendala.
Kelebihan bank syariah, menurut Saya, selain kental dengan nuansa Islami, nisbah (bunga) yang dibenbankan ke debitur tidak terlalu besar. Misalnya, untuk pinjaman sebesar Rp 15juta debitur hanya dikenakan biaya (margin) sebesar Rp3 juta dengan jangka waktu pinjaman selama tiga tahun. Rendahnya margin membuat Saya, lebih baik dalam menentukan margin keuntungan. Toh, biaya pinjaman tidak terlalu membebani.(*)
http://darmawan.blogdetik.com
http://rappipalembang.blogspot.com