Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

UN Terlambat, Cita-Cita Terhambat?

5 Mei 2013   14:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:04 118 0

Demam Ujian Nasional (UN) sedang melanda seluruh pelosok nusantara. Berbagai media dari televisi, spanduk, surat kabar, hingga twitter presiden pun membicarakan mengenai UN. Berbagai polemik muncul dalam penyelenggaraan UN, yang sebenarnya sudah menjadi masalah yang turun temurun dari tahun ke tahun. Diantaranya adalah penentuan standar kelulusan, soal bocor, penundaan ujian, soal tak lengkap, dan serba serbi pro kontra diadakannya UN. Bahkan, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ikut berkomentar mengenai UN. Beliau tidak setuju dengan adanya UN sebagai alat untuk mengevaluasi pendidikan yang berlangsung selama beberapa tahun, beliau menganggap UN hanya membuat siswa menjadi stress, karena menurutnya UN lebih berfokus kepada hasil, bukanlah proses.

Pendidikan Spesialistik vs Komprehensif

Penetapan standar minimal kelulusan pada UN ternyata menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat. Hal ini secara tidak langsung menimbulkan dua kubu di dalam masyarakat yaitu masyarakat yang pro “ spesialistik” dan masyarakat yang pro “ komprehensif”. Pendukung “ spesialistik” meyakini bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan yang terjurus, dan terarah sedini mungkin. Mereka meyakini bahwa manusia bukanlah makhluk sempurna yang mampu unggul dalam segala aspek kehidupan. Mereka mencontohkan bahwa ketika manusia menulis, hasil tulisannya akan lebih bagus jika dibandingkan dengan menulis sembari berbicara. Selain itu mereka membandingkan dengan kehidupan binatang. Seekor katak yang ahli melompat, tidak akan semahir elang dalam terbang, boleh jadi dia mendapat nilai rendah dalam pelajaran terbang tetapi tidak untuk melompat. Mereka berfikir demikian pula dengan UN, seorang siswa yang suka mempelajari Bahasa Indonesia, bercita-cita menjadi ahli bahasa, sangat mungkin tidak menyukai dan mendapat nilai rendah di pelajaran matematika bahkan kurang dari standar kelulusan. Hal ini dirasa tidak adil bagi penganut pendidikan “spesialistik” jika pada akhirnya mereka tidak lulus.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun