Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Jangan Jadi Dokter kalau....

5 Mei 2013   20:10 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:03 7732 2
Suatu pagi di hari libur, saya berkunjung ke rumah tetangga yang baru saja melahirkan. Anaknya perempuan, mungil, lucu, dan ngegemesin. Tetapi bukan itu yang ingin saya ceritakan, awalnya obrolan berjalan dengan enaknya ketika sampai sang ibu berkata. " Nah, dik. Besok kalau besar jadi dokter ya kaya tante.." ujarnya dengan tulus. Aku yang mendengarnya ikut mengamini sekaligus terasa "nyeseg" juga.

Sepulang dari rumah tetangga, saya jadi berfikir. Kenapa ya banyak orang tua, simbah-simbah, adik, kakak, ingin anaknya, cucunya, saudaranya jadi dokter. Termasuk (mungkin) orang tua, eyang, dan saudara saya. Pernah saya tanyakan kepada mereka, sebenarnya apa yang diharapkan dari cucu, anak, atau saudara yang dokter?

" Dokter kan cepat kaya. Coba dihitung, kalo sehari praktek dalam 3 jam saja bisa 10 pasien. 1 pasien 25 ribu. berarti dalam 3 jam bisa dapat 250 ribu."

" Dokter kan keren, pake jas putih. Pokoknya good looking deh"

" Dokter kan susah ujian masuknya. Kalau diterima di kedokteran, kan gengsi kita naik. Di masyarakat dihormati"

" Kalau punya saudara dokter kan enak. Bisa minta obat gratis."

Dan seterusnya, dan seterusnya. Yang membuat saya melongo jadinya. Helloo, begitukah indahnya fatamorgana sebagai seorang dokter? Well, menjadi seorang dokter adalah tugas yang sangat mulia. Tetapi untuk cucu, orang tua, saudara, atau siapapun yang bukan dokter dan "ingin" dirinya, cucunya, anaknya, saudaranya menjadi dokter, harus tahu fakta-fakta penting untuk menjadi seorang dokter.

1. Ujian Masuk Fakultas Kedokteran yang super ketat


Karena berhubungan dengan nyawa, secara otomatis kedokteran memasang passing grade tinggi. Membutuhkan fikiran yang luar biasa hebatnya. Herannya, tingginya nilai batas lulus ini berbanding lurus dengan jumlah pendaftarnya.

2. Biaya yang "lumayan" mahal

Bagi mahasiswa yang kuliah di perguruan tinggi negri, uang kuliah di kedokteran mungkin masih bisa terjangkau. Bahkan ada yang persemesternya dibawah 10 juta. Apalagi dengan banyaknya beasiswa-beasiswa. Tetapi untuk yang kuliah di "luar negri" alias swasta, kuliah di kedokteran bisa memakan biaya yang luar biasa, bahkan uang masuk bisa melampaui sepersepuluh milyar. Karena ini kali ya kedokteran identik dengan anak-anak orang kaya.   Dan menjadi "gengsi " tersendiri bagi para orang tua yang mampu mencetak seorang anak sebagai dokter.

3. Sistem Pembelajaran yang Mandiri

Di kedokteran Indonesia, telah disepakati model pembelajaran KBK dengan menggunakan PBL ( Problem Based Learning), di mana pusat dari kegiatan pembelajaran ini adalah diskusi tutorial. Di sini mahasiswa dituntut untuk aktif mencari pengetahuan sendiri berdasarkan masalah atau kasus yang tersedia. Dengan hal tersebut, diharapkan mahasiswa dapat membangun sendiri pemahamannya dan mempunyai self directed learning yang hebat. Jadi, tidak ada ceritanya mahasiswa hanya masuk kuliah, duduk, dan mendengarkan. Malah sebaliknya, tutor atau dosen yang duduk diam mendengarkan sedangkan mahasiswa yang menjelaskan.

4. Ujian Masuk Koass yang Susah


Setelah menyelesaikan tahap pre klinik ( S1) biasanya dilakukan ujian kompre untuk menilai siap tidaknya mahasiswa memasuki tahap klinik ( co ass). Nha,jika lulus ujian ini, mahasiswa diperbolehkan mengikuti tahapan klinik.

5. Kehidupan Ko Ass yang memerlukan kesabaran ekstra

Setelah lulus S1 dan mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran, belum selesailah perjuagan. Justru perjuangan baru dimulai. Di sini mahasiswa kedokteran berhadapan dengan kejamnya dunia yang sebenarnya. Sambutan yang sering diucapkan kepada mahasiswa yang baru masuk koass adalah " welcome to the jungle ". Ya, benar-benar hutan, dimana semua hal mampu terjadi. Seorang cumlaude bisa saja tidak lulus ujian di satu stase, seorang anak konglomerat bisa saja menjadi pengelap muntahan pasiennya, mendorong brankat pasien untuk di foto, memasang infus, mengambilkan minum, mengantar ke kamar mandi, menunggu dokter konsulan, menjadi sasaran amukan keluarga pasien yang meninggal dunia pokoknya koas itu multifungsi.

6. Ujian Kompetensi Dokter yang Susaaah

Setelah 1,5 tahun menjalani dunia perkoasan, calon dokter harus menjalani uji kompetensi dulu. Uji kompetensi yang kadang muncul dengan penyakit, pertanyaan tidak terduga ini seringkali membuat para mahasiswa stress dibuatnya. Bagaimana tidak? Jika belum lulus, maka para calon dokter tidak bisa mengikuti sumpah dokter dan harus mengulang 3 bulan kemudian.

7. Sumpah Dokter

Ini yang paling ditunggu sebagai seorang dokter. Akhir dari jerih payahnya selama 5 tahun. Perjuangan demi mendapatkan 2 buah huruf di depan namanya alias dr. Sumpah dokter yang berisi kata-kata " Hipocrates " pun diucapkan. Bahwa seorang dokter harus menghargai sebuah kehidupan.

8. Internship alias magang

Dahulu, setelah sumpah dokter , seorang dokter wajib mengikuti PTT di luar jawa. Tetapi, sekarang berbeda kebijakannya, dilakukan internship aliasn magang selama 1 tahun di puskesmas dan rumah sakit daerah yang telah ditentukan. Dilemanya biasanya adalah, uang honor rendah, sudah disumpah, belum diperbolehkan mencari tambahan dan malu jika minta tambahan ke orang tua, walahsil harus sering-sering puasa dan bergantung pada jatah rantang ketika jaga :p

9. Dunia Kerja, Dunia Nyata

Ketika internship telah dilalui. Maka seorang dokter telah benar-benar menjadi seorang " dokter". Berbekal Surat Tanda Registrasi alias "STR", seorang dokter harus mengurus SIP atau " Surat Ijin Praktek" dan akhirnya seorang dokter mulai melamar kerja ke sebuah rumah sakit atau klinik-klinik yang ada. Ada yang melanjutkan ke spesialis,bekerja di rumah sakit tetapi tak sedikit yang bekerja 24 jam.

Nah..demikian paparan singkat tahapan menjadi seorang dokter. Nha, sekarang mungkin kita bisa menyimpulkan, apa amunisi yang harus kita perlukan untuk menjadi seorang dokter. Saya sarankan jangan jadi dokter kalau :

1. Tidak mau belajar keras

Belajar keras di sini tidak harus mendapat nilai bagus, karena nilai mungkin tidaklah representatif dengan pemahaman. Tetapi bealajar keras adalah kewajiban. Karena berhubungan dengan nyawa, seorang dokter tidaklah boleh coba-coba. Bahkan jika bisa mempelajari sedetail-detailnya. Sistem pembelajaran dengan model PBL juga mau tidak mau memaksa seorang mahasiswa untuk belajar lebih keras.

2. Mengeluh soal biaya

Dalam hal ini tidak berarti bahwa orang yang berhak masuk di kedokteran adalah orang yang kaya. Tetapi setelah memutuskan mengambil kuliah di kedokteran jangan mengeluh soal biaya. Bagi mahasiswa yang orang tuanya bukan dari kalangan orang berpunya, mahasiswa dapat masuk di kampus yang mempunyai biaya per semester lebih rendah, mencari beasiswa, atau bekerja part time. Mungkin akan susah, tapi sekali lagi, tidak ada alasan untuk mencapai apa yang telah kita inginkan.

3. Permintaan orang tua, saudara, atau keluarga dekat lainnya

Mungkin sangat membanggakan bisa menyenangkan hati orang-orang yang kita sayangi. Masuk di kedokteran seperti yang mereka inginkan. Tetapi jika boleh saya sarankan, menjadi dokter membutuhkan suatu komitmen yang tinggi, tanggung jawab terhadap segala konsekuensi atas segala keputusan. Jadi, jika anda masuk kedokteran hanya karena ingin membahagiakan orang lain. Sebaiknya, pikirkan kembali.

4. Ingin Cepat Kaya

Banyak yang ingin menjadi dokter karena ingin kaya. Sebentar, coba ditilik lagi. Nabi Muhammad sendiri pernah berkata " Sembilan dari 10 orang kaya adalah pengusaha." Jadi jelas, jika ingin kaya, berdaganglah, berwirausahalah, bukan menjadi dokter. Kalaupun banyak dokter yang kaya sekarang, coba ditilik lagi, berapa lama mereka berjuang mencapai kesuksesan mereka, jatuh bangunnya, atau mungkin sudah jadi rejekinya orang tua mereka kaya, sehingga menurun ke anaknya.

5. Demi Gengsi

Jika menjadi dokter karena gengsi, maka hanya gengsi sajalah yang akan didapatkan. Seumur hidup menjadi dokter hanya terlintas ketakutan namanya, kredibilitasnya akan turun. Sebaiknya fikirkan lagi, menjadi dokter adalah salah satu profesi yang sama dengan profesi lainnya. Jadi, jika Anda pintar, tidak harus menjadi dokter, profesi lainpun sama dengan dokter. Buang jauh-jauh stigma masyarakat yang hampir menganggap dokter adalah setengah dewa, penyembuh penyakit apa saja.

6. Bermental Kerupuk

Untuk masuk di dunia kedokteran, seseorang harus bermental baja dan pemberani. Bukan dengan malam-malam di kamar mayat sendiri, atau berani melihat operasi, atau tega mengkompres luka yang bernanah, dsb. Tetapi bermental baja dan pemberani di sini adalah kemauan yang keras untuk belajar, berusaha, dan bangkit ketika jatuh.

7. Tidak Berempati

Ilmu tanpa agama itu buta. Menuntut ilmu untuk menjadi seorang dokter adalah hal yang susah. Tetapi bukan berarti orang tersebut harus menjadi manusia yang keras hatinya. Empati sangatlah diperlukan agar seorang dokter peka terhadap lingkungannya

7. Tidak Bisa Menerima Kenyataan

Hal yang paling sukar menjadi dokter adalah menerima kenyataan. Bagaimana tidak? Sudah banyak waktu untuk keluarga, untuk dirinya, dan pasangannya yang dia korbankan, hanya demi memperjuangkan kesembuhan pasien. Tetapi setelah berusaha sekuat tenaga, pasien harus menghembuskan nafas terakhir di depannya. Sungguh, bukan hal yang mudah untuk menerima kenyataan itu. Menerima kenyataan adalah salah satu rukun iman bahwa pemberi dan pengambil kehidupan adalah Tuhan.

Nah, sekarang. Masihkah ada yang berminat mempunyai anak, bercucu, saudara, atau Anda sendiri yang ingin menjadi seorang dokter? Kalaupun ada, selamat, semoga menjadi dokter hebat, bermanfaat, dan peduli pada sesama. :)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun