Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Ketika Kata-kata Bernyanyi

2 Maret 2015   20:50 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:16 17 1
Kau semai sebaris kata, tepat di tengah mataku, "Semoga mereka tumbuh subur, berakar di hati, meriap jalari pembuluh, berbuah rimbun di ranting-ranting pikirmu."

Kusentuh mataku, kemudian menatapmu dengan tatapan setengah geli setengah ragu, "Aku khawatir, mereka akan kering sebelum bertunas."

Lalu, ujung telunjukmu menyentuh pelupukkku, mengatupkannya, "Dala­m pejammu, mereka akan beranak pinak, menyemak, merebak hingga kebak dada, sesak mendesak kepala. Keheningan, kesenyapan, dan kejernihan, akan menumbuh-suburkan mereka dalam dirimu."

Kupejamkan mata, berputar mencari, berharap memetik buah seketika. Tapi, tak sehelai pucuk tunas pun kutemukan di dadaku atau kepalaku, "Tidak satu pun kata muncul di sana."

Kau tertawa, menggelengkan kepala, melihat ketidaksabaranku.

Itu beberapa minggu yang lalu.

Kau tahu, Man?

Sepertinya, kata-kata yang kau semai di tengah mataku itu,

sekarang telah tumbuh, meriap

Semalam, seseorang membisikkan sebuah puisi

tepat di telingaku.

Serupa kidung, setiap kata bersenandung

Lalu, mereka memenuhi ruang

dalam kepalaku

: sebuah sajak menari-nari riang

Tapi, aku rasa mereka belum berbuah penuh

Baru putik-putik yang bertumbuh

menunggu waktu, untuk matang sepenuh sungguh

Dan aku akan sabar menunggu,

hingga tiba waktunya mereka bernyanyi

di atas bentangan sayap kupu-kupu biru

: buku jari

Palembang |130614|

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun