Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Jendela

6 Januari 2012   10:24 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:15 37 0
Lagi lagi jendela itu seperti memanggilku. Rasa penasaran datang lagi. Satu langkah maju dan dua langkah mundur. Aku menuju ke jendela itu. Kini aku dan jendela itu hanya berjarak 30cm. Aku masih punya kesempatan untuk mundur 2 meter kembali ke tempat peristirahatan. Tapi, ah...30 cm ini.

Jendela itu tidak menyeramkan, hanya saja, ia sedang becinta dengan embun. Seperti Rahwana dalam cerita  Rama Shinta.Tanganku memisahkan mereka. Kubiarkan embun mencintai tanganku, agar jendela itu tak ternodai lagi. Saat semakin banyak embun memihak pada tanganku, sinar matahari terlihat, dan seperti menusuk mata bolaku dengan belati. Pupilku mengecil, semua menjadi klise. Dan waktu datang untuk menyembuhkan matabolaku yang buta sementara

Di balik jendela kamarku, aku melihat ada jendela lagi. Jendela itu milik rumah besar, cantik dan bersih. Dan seperti rumah, di dalam ada pemiliknya dan temannya. Tiba tiba, titik focus mataku tertuju pada sesuatu. Lalu aku diam, menikmati dan menghayati dalam dalam lukisan di mataku. Bisa dikatakan, aku sedang bercinta dengan pandanganku. Lalu, temanku menghampiri, berdiri di sebelahku sambil menatap mataku, berharap ia menemukan  apa yang aku lihat.

Dan dia bertanya, "Apa yang kamu lihat?"

"Itu," aku menunjuk jendela itu.

"Rumah itu?" Tanyanya

"Bukan."

"Jendela itu?"

"Di dalamnya"

"Pemilik rumah itu?"

"Aku melihatnya, tapi aku tidak focus pada oemilik rumah itu"

"Apa yang kamu maksud adalah "laki laki" itu?

"Iya," kataku

"Ada apa dengan laki-laki itu?"

"Laki-laki itu teman mainku... dulu..."

"Lalu apa yang terjadi sampai kamu berani berkata dulu? Ceritakan tentang lak-laki itu."

"Laki-laki itu adalah teman mainku, kita selalu menghabiskan waktu di sini. Dia selalu datang dan membawa mainan baru. Dia selalu membuka jendela ini, dan membiarkan angin serta sinar matahari masuk," kisahku. "Dia juga selalu menenangkan ketika mainanku rusak, kalau ada petir atau gledek dia selalu menutup kupingku. Kalau  ada orang lain mengejek atau menggangguku, dia selalu memelukku dan membuat mereka takut."

"Mengapa dia tidak disini sekarang?" tanyanya lagi.

"Saat itu, mamaku membelikanku boneka baru, dan laki-laki itu juga datang membawa robot. Pertamanya kita membuat cerita tentang bonekaku yang dijaga oleh robot laki-laki itu, tapi cerita itu menjadi berubah saat baterai robot habis. Aku kesel karena bonekaku jadi mati ditembak musuh. Akupun menamatkan kisah itu dan hanya bermain dengan bonekaku," kuceritakan apa yang terjadi kala itu.

"Lalu?"

"Laki-laki itu hanya melihatku dan menunduk. Pelan-pelan dia berjalan  mundur menuju pintu masuk. Dan aku melihat ke arahnya." Aku menghela nafas. "Lalu dia bilang dadaaah... dan hilang. Aku beranjak dan berlari menuju pintu itu untuk mengatakan kalau permainan kita belum tamat.Tapi terlambat, pintu itu sudah  tertutup dan dia tidak pernah mengetuk pintu itu lagi."

"Jadi begitu. Karna itu kamu membiarkan pintumu tertutup dan jendelamu terbalut kabut?" temanku ingin tahu.

"Mungkin"

"Lalu mengapa kau membasuh embun yang melekat tadi? Itu akan membuatmu sedih!"

"Aku tahu, aku sudah memikirkannya saat aku berada 30 cm dari jendela."

"Lalu mengapa kau terus melanjutkannya?"

"Karena aku ingin melihat dunia. Membiarkan angin dan sinar mentari masuk lagi."

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun