Guru Dara bernama Pak Arsa, seorang pria bijaksana yang dicintai murid-muridnya. Setiap kali ia mengajar, ia menyisipkan cerita-cerita penuh hikmah, tentang kejujuran, ketekunan, dan hubungan manusia dengan alam. Bagi Pak Arsa, kejujuran adalah mutiara paling berharga dalam hidup. Ia sering berkata, "Kalian bisa membohongi dunia, tetapi hati dan alam tak akan pernah tertipu." Kata-kata itu melekat di hati Dara, meski ia belum mengerti sepenuhnya maksud Pak Arsa.
Hari itu adalah hari pengumuman nilai ujian semester. Dara menggenggam kertas hasil ujiannya dengan cemas. Angka sembilan besar tertera di sana---nilai yang sangat bagus, lebih tinggi dari yang pernah ia raih. Namun, di hati kecilnya, ada sejumput perasaan bersalah. Dara tahu bahwa sebagian jawabannya adalah hasil mencontek. Ketika Pak Arsa mendekatinya dengan senyum bangga, ia teringat lagi kata-katanya tentang kejujuran. Tapi, keinginan untuk dipuji lebih besar dari rasa bersalah itu. Maka, ia hanya tersenyum kecil dan berkata, "Iya, Pak. Saya belajar dengan sangat giat."
Pak Arsa mengangguk bangga dan memuji Dara di depan kelas, "Lihatlah Dara! Dengan usaha dan ketekunan, dia bisa meraih hasil luar biasa!" Semua mata tertuju pada Dara, sebagian dengan kekaguman, sebagian lagi sedikit iri. Namun, di balik pujian itu, sesuatu yang tidak terlihat mulai terjadi.