Dapat dilihat, dari segi ekonomi, tingkat masyarakat dalam mencapai kesejahtraan semakin sulit. Karena di Industri pertama hingga ke dua buruh kasar pembuat produksi secara langsung, digantikan dengan mesin, di industri ke tiga, buruh semakin terbelakang dan pekerja kantoran mulai terdepak juga, Di industri ke empat, buruh sudah tidak diperlukan, pekerja kantoran masih terus di pangkas untuk efisiensi, dan keputusan perusahaan dicampuri oleh AI. Bagaimana dengan industri kelima? Apakah era manusia telah berakrir?
Masalahnya adalah, dengan adanya revolusi industri, memang menjadikan sebuah efisiensi teknologi, dan disatu sisi juga mendapatkan keuntungan laba yang sangat besar bagi perusahaan. Namun dengan adanya ini pula, fungsi manusia sebagai orang pekerja semakin menghilang. Apakah buruk? Sangat buruk. Karena Adam Smith dalam bukunya ia pernah mengatakan bahwa "satu satu nya cara untuk mendapatkan kekayaan adalah dengan bekerja. Dengan bekerja setiap orang dimungkinkan memperkaya semua orang. " dan di sisi lain pun bahwa dengan eksploitasi lah kita dapat berkembang sebagai manusia. Jika perkembangan itu di hentikan, artinya akan berbahaya.
Kita tahu bahwa yang membedakan kita dengan binatan gadalah berpikir. Manusia adalah binatang yang berpikir. Namun dengan adanya AI yang mengganti berpikir atau dengan revolusi industri kita menjadi jarang berpikir, akhirnya kita hanyalah binatang. Eksistensi kita yang Rene Descartes bilang bahwa Kita berpikir maka dari itu kita ada adalah bukti bahwa kemanusiaan kita pula ada karena kita berpikir. Namun jika AI dan perkembangan teknologi canggih ini akhirnya mengganti kita dalam proses berpikir, maka kita hanyalah salahsatu spesies binatang saja.
Dari sisi ekonomi saja kita telah gagal bersaing, dari segi kemanusiaan saja kita telah gagal bersaing, sehingga bagaimana akhirnya hidup kita? Apa tujuan hidup kita, dan apa yang harus kita lakukan selanjutnya? Dari sinilah dapat diketahui bahwa manusia telah mati. Kita tidak mungkin dapat menghentikan gejolak revolusi industri, atau inovasi teknologi, karena ini adalah sebuah gerak sejarah. kita tidak akan mungkin dapat berhenti untuk mengembangkan teknologi. lantas apa yang harus kita lakukan sebelum ini terjadi? Kembali pada hal hal yang bersifat humaniora.
Sedihnya masa ini, adalah ketika segala hal yang berkaitan dengan ilmu teknis, tidak diberikan hal yang bersifat kemanusiaan secara detail. Misalnya saja saya sebagai lulusan mahasiswa teknologi, saya sama sekali tidak pernah diajarkan bagaimana memaknai teknologi secara kemanusiaan. Sejauh apapun, filsafat tidak ada dalam segala bentuk teknis. Mahasiswa dituntut untuk menyelesaikan masalah masyarakat selalu harus dalam bentuk teknis atau digital. Kapitalisasi dan digitalisasi inilah yang menyebabkan mindset tentang pekerjaan di satu sisi, membentuk pikiran bahwa masalah harus di digitalisasi. Namun ketika mahasiswa itu keluar atau lulus, digitalisasi yang dibatnya menyebabkan dirinya tidak dapat bekerja. Inilah gambaran jelas bahwa mahasiswa sendirilah yang akhirnya mencari cara agar dia menganggur. Itu jika memang mahasiswa berpikir, namun jika mahasiswa yang tidak berpikir misalnya, tinggal joki dan lulus, justru ini lebih miris. Karena kita hidup di zaman kebenaran itu harus benar benar benar. Artinya adalah berusaha pun dapat menjadi hal yang salah, apalagi tidak berusaha. Inilah manusia manusia baru ini. Alhasil jika kita kembali pada teknologi, berfilsafat adalah salahsatu cara untuk mendampingi inovasi. Bukan cuma terus menerus inovasi, namun lebih mementingkan dampak kemanusiaan yang nantinya dihasilkan. Sehingga kita tidak akan menjadi manusia AI yang hina.
Generasi useless mulai berdatangan, dan manusia AI mulai diciptakan, kemampuan manusia mulai berkurang, kemanusiaan menghilang, kebijaksanaan musnah, serta manusia telah mati, dan kita lah yang membunuhnya.