Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerbung

Cinta Terakhir Sang Bangsawan (Novel Romansa Thriller Apocalypse Episode 123)

30 Mei 2023   08:43 Diperbarui: 30 Mei 2023   09:57 173 7
Ucapan terima kasih terakhir zombie tak dikenal itu membuat Maharani gemetaran. Apakah antivirus inovasi Kenneth ini berhasil? Rani melihat bahwa hasilnya sama persis seperti remaja tanggung yang ia bersihkan beberapa waktu sebelumnya. Tak ada lagi tanda-tanda kehidupan dari zombie pria tua yang kini terdiam di kakinya. Perlahan sekali dengan ujung sepatunya Rani mengetes, sedikit menyenggol jasad itu.

Astaga, betul, sepertinya antivirus itu telah bekerja dengan baik! Rani bersyukur, segera mundur perlahan-lahan sekali dan menyingkir ke samping untuk bersiap-siap kembali melanjutkan perjalanannya.

Akhirnya Rani bisa juga pergi, tak lupa mengeluarkan pentungan polisi yang ia miliki dari ransel just in case apabila sesuatu yang tak diinginkan terjadi kemudian.

***

Astaga, apakah para survivor menjaga pompa bensin itu hanya demi kepentingan pribadi mereka dan takkan berbagi suplai bahan bakar dengan siapapun termasuk kami? Leon masih menduga-duga apa yang akan terjadi apabila ia dan rombongan 'go downtown' di bawah pimpinan Kenneth menampakkan diri, 'Kelihatannya aku akan mencoba menjadi pahlawan agar kami tak pulang ke kompleks dengan tangan hampa.

Leon akhirnya memunculkan diri dan berjalan menuju pompa bensin itu. Apapun yang terjadi, aku harus coba!

"Hei, berhenti! Siapa di sana?"

"Jawab, atau akan kami tembak!"

Kelompok itu tak mendapatkan apa yang mereka inginkan. Leon tak sedikitpun buka suara maupun menghentikan langkahnya.

Sementara itu dari kejauhan, rombongan Kenneth, total berjumlah 18 orang, juga semakin mendekat. Dokter itu tak butuh waktu lama untuk menyadari jika sosok yang sedang berjalan sendiri menuju ke tempat tujuan mereka bersama adalah Leon Delucas!

Astaga, itu Leon! Di mana gerangan Nona Maharani? Mengapa kau sendiri saja? And what the hell are you doing?

"Berhenti sekarang juga! Atau kami terpaksa menembakmu, Orang Tak Dikenal!"

***

Sementara itu pemakaman massal dadakan masih terus berlangsung di kompleks Delucas. Dihadiri oleh hampir semua penghuni termasuk kru Lab Barn dan kamp Edward Bennet, suasana duka sangat kental terasa berat di udara. Tak seorangpun para pelayat mampu berkata-kata.

Si Pendeta Edward Bennet khidmat memimpin prosesi setelah dilakukan penggalian sebuah lubang yang cukup luas dan dalam di tanah kosong terbuka. Puluhan kantung jenazah hitam-hitam berisi korban-korban penjaga acara malam itu beserta zombie-zombie yang tersengat arus listrik siap untuk dimasukkan ke dalam makam dan ditimbun bersama-sama untuk selama-lamanya. Tanpa batu nisan, tanda salib atau apapun bertuliskan nama-nama. Mereka sudah hampir tak dapat dikenali. Puluhan anggota keluarga yang ditinggalkan hanya bisa meratapi nasib pilu dengan duka tak terperi dari kejauhan.

Sementara Edward yang masih terus berkhotbah dan membawakan eulogi dan Lady Rose beserta Lady Mag berdiri di dekat liang lahat, tetiba seseorang yang sedari tadi belum hadir di antara mereka akhirnya datang juga!

"Kami semua sebagai pihak penguasa dan penanggung jawab sungguh-sungguh ikut berduka atas kemalangan yang terjadi malam ini, sesungguhnya mereka semua adalah pahlawan..."

"Stop it. Cukup sampai di situ, Edward Bennet!"

"O-o-orion?"

Lady Mag ikut tersentak. Anakku?

Lady Rose yang juga terkejut pada kemunculan tiba-tiba Orion kembali segera bertanya, "Darimana saja kau, Suamiku? Kau tak apa-apa?"

"Aku kembali untuk menjemput ibuku serta mengucapkan selamat tinggal untuk selamanya kepadamu, Lady Rosemary Delucas. Sesungguhnya semua drama dan kebohongan kalian selama ini akan segera berakhir tengah malam ini juga!"

"A-a-apa maksudmu, Sayang?"

***

Sementara itu Leon masih bersikukuh untuk melanjutkan perjalanan solonya ke pompa bensin.

"Hei, Bung, kau nekat sekali! Coba kau tunjukkan kartu identitas atau apapun, agar kami tahu jika kau bukan seorang zombie!" Kelompok yang menguasai sumber daya energi itu bersiap-siap untuk menembak.

Leon mendengar suara kokangan senjata-senjata api. Ia tahu ia sudah dibidik. Tetapi pemuda itu tak peduli.

Kenneth menyaksikan dalam diam tanpa kedip. Astaga. Leon, jangan! Berhentilah, kau bisa celaka! Apa yang bisa kukatakan kepada ibumu apabila terjadi sesuatu yang buruk pada dirimu malam ini?

Sementara dari arah lain, Maharani hampir tiba. Ia belum menyadari ketegangan yang sedang terjadi. Dan begitu Rani bisa melihat sendiri dari jarak yang memungkinkan, ia segera bersembunyi di balik pohon terdekat.

Astaga, itu Leon! Mengapa ia berjalan sendirian ke sana, dan siapa gerangan orang-orang asing di kejauhan itu?


Kenneth juga belum melihat kedatangan Rani. Sepucuk senjata api di tangannya ia persiapkan, demikian pula beberapa orang bersenjata di rombongannya.

Dammit, haruskah aku mencegah anak itu sebelum terjadi pertumpahan darah?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun