"Aku turut berduka, Tuan John. Ini tentu sangat berat bagi Anda dan kita semua. Semoga keluarga Tuan Russell dan juga Anda diberikan ketabahan. Apakah Anda ingin datang ke kompleks kami untuk mengetahui segala sesuatu lebih lanjut, sekaligus berlindung di sana? Kurasa Lady Rosemary Delucas takkan menolak kehadiran Anda beserta keluarga-keluarga pengungsi yang tersisa. Kita bisa hidup bersama-sama dan berjuang mempertahankan diri. Kehidupan di bumi ini harus tetap berlangsung."
John perlahan-lahan melepaskan genggaman tangan Rani yang sedari tadi berusaha memberikan empati. "Tak perlu, Nona, terima kasih banyak atas penawaran yang sangat baik dari Anda. Kami mendoakan saja dari sini, dari rumah Tuhan. Sebaiknya Nona segera kembali, keadaan kota sekarang sangat berbahaya. Kami tak mau menjadi beban tambahan, memilih untuk bertahan di sini entah sampai kapan. Rumah Tuhan ini memang minus sumber daya, akan tetapi masih jauh lebih aman daripada mencoba untuk keluar dari sini bertaruh nyawa. Jumlah kami banyak, mungkin seratusan. Ada anak-anak dan juga lansia. Mereka takkan bisa mencapai kompleks tanpa kendaraan layak dan jaminan perlindungan keamanan."
Rani memikirkan sesuatu yang dapat ia lakukan untuk membantu John dan semua orang yang mungkin masih ada bersamanya, berapapun jumlahnya. "Ini beberapa kotak amunisi berisi lusinan peluru dan juga pistolku, bawalah. Aku masih memiliki senjata tangan dan beberapa vial antivirus yang masih dalam taraf uji coba."
John dengan heran menerima semua amunisi dan pistol yang Rani sebutkan. "Tetapi Nona membutuhkannya! Anda ingin segera pulang, bukan? Dalam perjalanan mungkin saja Anda akan berjumpa dengan mayat-mayat hidup itu."
"Jangan khawatir, aku bisa mengatasi mereka tanpa senjata api. Aku mohon diri dulu, Tuan John."
"Baiklah. Kami sangat berterima kasih untuk semua amunisi dan senjata ini. Mungkin kedengarannya aneh, tetapi setiap butir peluru saat ini sangat berarti."
Rani tak mampu berlama-lama di sana. Sadar jika Leon mungkin sudah menunggunya cukup lama di pom bensin, diputuskannya untuk segera menuju lokasi itu. Tanpa satupun senjata api, ia hanya bermodal sebatang pentungan panjang seperti yang sering digunakan sekuriti maupun polisi. Beberapa vial antivirus tersegel rapat tersedia di sakunya, siap untuk digunakan kapan saja.
"Selamat tinggal, Tuan John... tak ada jaminan kita bisa berjumpa lagi. Kumohon hanya satu, doakanlah aku..."
"Tentu saja. Pergilah dengan selamat, dan berhati-hatilah. Salam untuk Tuan Orion Brighton."
***
Siapa di sana? Orion hampir saja mengucapkan kata-kata itu, tetapi tidak! Ia tahu jika ia tak seorang diri. Zombie, walaupun sudah mati, masih memiliki sebentuk naluri purba, bahkan masih memiliki sifat aslinya sebelum bereanimasi.
Ruangan terdalam yang merupakan jantung atau pusat dari Lab Barn adalah Inner Chamber. Rani pernah secara tak sengaja memasuki ruangan ini saat mati lampu, namun Orion baru kali ini tiba di sana. Ruangan terbesar dan penuh limpahan cahaya itu sekilas terlihat kosong. Kandang-kandang besar seperti yang umum terpajang di pet shop mendominasi ruang. Kosong melompong dengan pintu-pintu terbuka.
Pasti ini tadinya berisi zombie-zombie 'bawaan' Edward Bennet yang tadi tak sengaja dibersihkan, dibebaskan oleh sengatan listrik! batin Orion pahit.
"Aargh! Siapa di sana? Bawakan aku makan, minum, aku tak tahan lagi! Jika kau tak melakukan pintaku, akan kulakukan apa saja agar keluar dari sini!"
Raungan zombie misterius yang berada entah di mana itu sekali lagi membuat Orion meningkatkan kewaspadaan berkali-kali lipat. Shotgun di tangannya ia persiapkan. Ia belum percaya pada efektivitas antivirus inovasi Kenneth Vanderfield!
Melewati deretan mesin-mesin pendingin jenazah yang anehnya tak lagi menyala, Orion tiba di kandang terbesar dan terakhir.
Di dalamnya...
Astaga! Jadi, selama beberapa waktu ini, Kenneth...