Ilalang sangat gemar mengejek Putri Malu. Bukan, sama sekali bukan karena Putri Malu adalah bunga liar yang buruk rupa, melainkan karena nama Putri Malu yang sedari dulu melekat padanya.
"Namamu Putri Malu, pasti kamu disebut demikian karena kamu terlalu pemalu. Sedikit-sedikit kamu bersembunyi."
"Memang demikianlah diriku, aku akan menutup diri, sudah sifatku, Ilalang. Betapa beruntungnya dirimu, bisa tegak terus, melambai bermain bersama angin."
Putri Malu, seperti namanya, memang tumbuhan liar nan pemalu. Ia akan menutup daun-daunnya jika disentuh, sekilas terlihat seperti layu.
"Tentu saja, Teman. Ayo, cobalah tumbuh tinggi sepertiku."
Putri Malu sebenarnya kurang suka diolok-olok, selalu ia hanya berdiam diri saja. Namun hatinya mulai terasa pedih saat kesombongan Ilalang semakin nyata.
Pada musim penghujan, Ilalang tumbuh subur dan semakin bertambah tinggi. Putri Malu yang hanya berupa sesemakan hanya tumbuhan liar pendek saja, tak bisa menyaingi tingginya rumpun Ilalang yang bisa lebih dari tinggi manusia.
"Hahaha, lihatlah, betapa pendek dan memalukannya dirimu, Putri Malu!"
Putri Malu pada awalnya begitu ingin membalas ejekan Ilalang, apa daya memang ia tak bisa tumbuh setinggi temannya itu.
Lewatlah sekelompok anak-anak usia enam hingga tujuh. Mereka bicara santai, tertawa-tawa dan bercanda sambil berjalan kian mendekat ke rumpun Ilalang dan Putri Malu.
"Oh, tidak." kedua rumpun itu kembali berdiam diri.
"Hei, lihat, bunga-bunga liar ini bagus sekali!"
"Iya, cantik menarik!"
"Tidak ada pemiliknya, 'kan?"
"Asyik!"
Tiba-tiba Ilalang merasa sakit pada beberapa bagian tubuhnya. "Aw, aduh, sakit, hentikan! Apa yang terjadi?"
Sedangkan Putri Malu seperti biasa, langsung menutup diri.
Setelah bahaya berlalu, Ilalang merasa pedih pada sekujur tubuhnya. Sedangkan Putri Malu merasa dirinya aman, baik-baik saja.
"Duh, mereka memetik beberapa bungaku! Dasar bocah-bocah iseng!" Ilalang hanya bisa marah-marah.
Sedangkan Putri Malu hanya diam merunduk. Anak-anak itu menyentuhnya, akan tetapi tidak memetik. Ia menutup diri sedemikian rupa. Anak-anak hanya tertawa senang, akan tetapi mereka tak memetik si Putri Malu, sudah senang melihatnya begitu.
Tamat.
Pesan moral: Tak selamanya menjadi lebih tinggi, hebat dan besar akan memberimu keuntungan. Kadang sifat merendah lebih baik daripada sifat memamerkan kelebihan kita.