Bagaikan parade atau karnaval, dalam remang cahaya rembulan beberapa sosok besar kecil terhuyung-huyung melintas sendiri-sendiri di jalan raya dan trotoar SOHO. Rombongan survivor, atau mungkin sekali 'mereka yang pernah menjadi manusia' alias korban reanimasi! Zombie! Baik Orion maupun Rani sudah beberapa kali bertemu langsung walau kali ini sangat berbeda. Lebih banyak, belasan, dua puluhan, entah dari mana menuju ke mana!
Ada yang sangat lambat berjalan karena sudah terluka, sebaliknya banyak yang masih sangat gesit. Mereka tak sepenuhnya asal berkeliaran seperti dalam adegan film-film horor zaman dahulu. Beberapa sepertinya masih 'setengah sadar' dan sibuk mencari-cari sesuatu.
"Oh, mungkin itu sebabnya tong-tong sampah terguling dan banyak barang di jalan raya berserakan... Mereka pasti mengais atau membongkar apa saja, mencari-cari asupan! Mereka makan bagian tubuh makhluk hidup dan juga apa saja yang mereka bisa santap, asalkan masih segar!" bisik Orion, teringat kepada reaksi awal yang sempat ia alami; lapar, haus, sesak napas...
Ia menambahkan hasil pengamatan, "Pasti masih ada sebetik kesadaran, mereka aktif keluar dini hari begini untuk menjarah! Sama seperti kita, korban reanimasi masih butuh makan-minum, bahkan cenderung merasa lapar-haus secara ekstrim, menjadi rakus dan brutal karenanya! Malam-malam begini mungkin mereka keluar 'merasa' lebih aman..."
Orion berhenti berbisik. Salah satu atau beberapa sosok lewat sangat dekat dengan etalase toko di mana mereka berada. Bahkan ada yang menoleh dan mengamati, mencari-cari entah dengan mata atau naluri. Sepasang bola mata memutih menatap kosong, nyaris beradu pandang dengan mata sipit cokelat Orion!
"Oh, no..."
Rani menepuk bahu, menyadarkan suaminya yang masih terpana, "Orion, sepertinya kita bisa ketahuan! Ayo, sembunyi! Ke balik meja kasir! Cepat!"
Selain memastikan senter-senter sudah padam, pasangan itu terburu-buru mengendap-endap dari balik kaca etalase menuju meja kasir. Tak berapa lama, 'ramalan' Rani menjadi kenyataan!
Suara bel kecil bening berdenting, pintu toko terbuka lebar-lebar. 'Tamu' berikutnya, entah berapa jumlahnya, menyerbu masuk ruangan!
Orion dan Rani menahan napas bersamaan. Mereka berusaha sebisa mungkin menyatu sempurna dengan bayang-bayang. Beberapa pasang kaki masih bisa diintip dari tempat persembunyian.
Rombongan yang masuk itu sepertinya belum sadar jika sebelumnya telah ada dua pengunjung. Dengan berisik mereka berkeliling dan mengacak-acak segala sesuatu, sesekali menggeram atau mendesah. Orion semakin yakin jika orang-orang ini bukan lagi survivor, melainkan zombie! Tak ada lagi yang bisa dilakukan kecuali membunuh mereka!
Mereka mengingatkanku kepada Russell. Aku semakin prihatin saat memikirkannya! Astaga, andai saja aku bisa mengabari keluarganya, atau sekalian berkesempatan mengakhiri penderitaannya! Bila saja aku bisa kembali ke dalam sana dan melakukan sesuatu agar ia tak dijadikan 'kelinci percobaan' oleh Kenneth dan kru-nya! Orion masih sempat-sempatnya merenungkan nasib pasien zombie pertama di Lab Barn, mantan tetangga kamar isolasinya yang malang!
Rombongan terduga zombie itu sepertinya tak berhasil menemukan yang mereka cari. Toko itu memang hanya berisi bahan pangan dan kebutuhan sehari-hari dalam kemasan, tak banyak tersisa sesuatu yang masih 'segar'!
Setelah beberapa menit yang menegangkan, mereka mengakhiri 'penjarahan' dan keluar satu persatu dari toko. Beberapa saat terdengar derap langkah kaki, satu dua seperti terseret-seret, lalu keadaan kembali sunyi senyap bagai dalam ruang hampa udara.
"Orion, apakah mereka sudah pergi? Semua sudah kembali aman?" Rani berbisik sepelan mungkin di balik bahu suaminya.
"Kurasa iya, tapi sebentar, aku keluar memeriksa dulu... Tapi sebelum itu," Orion merasa perlu meraih satu senjata. Diturunkannya ransel dan diraihnya sebuah bet kasti, "Ini senjata darurat milik Leon yang kupinjam! Wish me luck! Tunggu di sini! Jika terjadi apa-apa, kumohon jangan panik. Just try to cover me up with that handgun. Don't hesitate to use it! Bisakah kau melakukannya untukku?"
"Should I? Well, o-o-okay. Just be careful!" Rani mulai cemas, segera memasukkan tangan ke saku jaket di mana senjata api kecilnya tersimpan. Ia sungguh tak ingin menggunakannya walau terpaksa sekalipun! Tetap saja, ia akan berusaha demi Orion.
Orion beringsut keluar. Perlahan-lahan berdiri, dalam keremangan nyaris tanpa suara, diamatinya sekitar tanpa bergerak.
Ternyata tersisa sesosok tubuh pendek di sudut ruangan. Seorang remaja berusia sekitar tiga belasan tahun, tak jelas pria atau wanita, membelakangi Orion. Kelihatannya ia sedang menyantap sesuatu dari rak dengan nikmat, mendekati rakus. Terdengar kriuk-kriuk kudapan renyah yang sedang ia nikmati tanpa peduli telah ditinggal sendirian oleh kawanannya. Mulutnya berdecap-decap terbuka dan giginya terus mengunyah tanpa henti.
Astaga, hanya seorang bocah. Akan tetapi, kemungkinan bukan lagi survivor. Sekarang bagaimana caranya aku dan Rani bisa pergi dari sini sebelum ia menyadarinya?
Menyadari ada hal yang tak beres, Rani menyiagakan pistol kecilnya.
Aku harus siap... cepat atau lambat, aku harus tega menggunakan benda ini!